PENGELOLAAN sampah di Indonesia menghadapi tantangan besar. Berdasarkan catatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sekitar 60% tempat pemrosesan akhir (TPA) di Indonesia masih menggunakan metode penimbunan sampah, bukannya pengolahan yang sesuai dengan standar lingkungan yang ditetapkan.
Hal ini mencerminkan kondisi darurat dalam pengelolaan sampah, yang berdampak langsung pada lingkungan dan kualitas hidup masyarakat.
Data Mengkhawatirkan dari TPA di Indonesia
Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, mengungkapkan bahwa dari total 550 TPA yang ada di seluruh Indonesia, sekitar 306 TPA masih melakukan penimbunan sampah. Praktik ini dikenal sebagai open dumping, yang secara jelas bertentangan dengan Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
“TPA yang seharusnya menjadi tempat pemrosesan akhir sampah, justru masih diperlakukan sebagai tempat penimbunan. Ini adalah salah satu penyebab utama pencemaran lingkungan,” ujar Hanif dalam siaran daring pada Jumat (27/12). Tindakan open dumping ini berisiko besar, karena sampah yang hanya ditumpuk di area terbuka dapat mencemari tanah, air, dan udara di sekitarnya.
Membutuhkan Langkah Tegas
KLHK tidak tinggal diam. Pemerintah telah memperingatkan pengelola TPA dan pemerintah daerah yang masih menggunakan metode penimbunan sampah. Hanif menegaskan, langkah tegas akan diambil jika para pengelola TPA tidak mematuhi regulasi yang ada.
“Kami melakukan pengawasan intensif terhadap 306 pengelola TPA di seluruh Indonesia. Kami akan memastikan bahwa setiap TPA mematuhi ketentuan pengelolaan sampah yang telah diatur dalam undang-undang,” tegas Hanif.
Baca juga: Penginderaan Jarak Jauh, Harapan Baru Lawan Polusi Plastik
Menjelang akhir 2025, target Kementerian LH adalah agar semua TPA wajib mengelola sampah dengan metode yang ramah lingkungan, seperti sanitary landfill. Metode ini tidak hanya melibatkan penimbunan sampah, tetapi juga pengelolaan yang memperhatikan standar lingkungan yang ketat.
Ancaman Hukum bagi Pengelola TPA yang Tidak Patuh
KLHK tidak segan-segan untuk menegakkan hukum bagi pengelola TPA yang tidak mengelola sampah sesuai dengan UU No. 18 Tahun 2008. Dalam UU tersebut, pengelola TPA yang dengan sengaja merusak lingkungan bisa dikenakan hukuman penjara minimal 4 tahun. Namun, jika kerusakan terjadi akibat ketidakmampuan dalam pengelolaan, sanksi pidana maksimal 3 tahun dapat dijatuhkan.

Tindakan ini dimaksudkan untuk memberi efek jera bagi pihak yang tidak bertanggung jawab dalam pengelolaan sampah. Menurut Hanif, pengelolaan sampah yang buruk dapat menyebabkan dampak jangka panjang bagi kesehatan masyarakat dan kelestarian alam.
Sampah yang Belum Terkelola dengan Baik
Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), timbulan sampah di Indonesia pada 2023 mencapai 38,4 juta ton per tahun. Namun, hanya sekitar 61,62% sampah yang berhasil dikelola, sementara 38,38% lainnya masih belum terkelola dengan baik. Angka ini mencerminkan kurangnya infrastruktur dan sistem pengelolaan yang memadai di banyak daerah.
Baca juga: Indonesia Perlu Lebih Serius Tangani Limbah Makanan
Ketidakmampuan dalam mengelola sampah bukan hanya masalah pengelolaan TPA, tetapi juga masalah distribusi fasilitas daur ulang dan edukasi masyarakat terkait pentingnya pengurangan sampah. Tanpa kebijakan yang tegas dan sistem yang lebih baik, Indonesia akan semakin kesulitan menghadapi krisis sampah yang terus berkembang.
Solusi untuk Masa Depan
Di tengah kondisi ini, pemerintah diharapkan untuk mempercepat penerapan kebijakan yang mendukung pengelolaan sampah yang lebih berkelanjutan. Selain itu, keterlibatan masyarakat dalam memilah sampah dari rumah tangga juga menjadi kunci. Pendidikan dan penyuluhan terkait pengelolaan sampah harus menjadi prioritas agar masyarakat lebih sadar akan pentingnya menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan.
Baca juga: Bioplastik Baru, Terobosan untuk Laut Lebih Bersih
Dengan target pengelolaan sampah yang lebih baik pada akhir 2025, Indonesia harus segera beralih dari open dumping ke metode yang lebih ramah lingkungan. Tanpa langkah tersebut, dampak buruk terhadap kesehatan, kualitas hidup, dan lingkungan akan semakin terasa. ***
- Foto: Tom Fisk/ Pexels.