Normalisasi Ciliwung Berlanjut, Banjir Jakarta Bisa Berkurang 40%

JAKARTA kembali menegaskan komitmennya dalam mengatasi banjir. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akan melanjutkan proyek normalisasi Sungai Ciliwung. Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, menyatakan bahwa langkah ini dapat mengurangi risiko banjir hingga 40 persen.

Solusi Berkelanjutan untuk Banjir Jakarta

Sungai Ciliwung merupakan salah satu faktor utama dalam permasalahan banjir Jakarta. Luapan air akibat sedimentasi, penyempitan, serta alih fungsi lahan menjadi pemicu utama. Normalisasi sungai ini menjadi bagian dari strategi besar untuk mengurangi dampak bencana yang berulang setiap musim hujan.

Baca juga: Banjir Jakarta Bermula di Puncak, Krisis Tata Ruang yang Terabaikan

Gubernur Pramono menekankan bahwa proses normalisasi akan dilakukan dengan pendekatan humanis. “Kami memastikan tidak ada penggusuran. Pendekatan ke warga akan dilakukan secara manusiawi,” ujarnya dalam rapat koordinasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).

Dukungan Pengadaan Lahan dan Target Penyelesaian

Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, menegaskan kesiapan pemerintah dalam mendukung proyek ini. Pengadaan lahan untuk normalisasi sepanjang 16 km dari Pengadegan hingga Rawajati telah dirancang dengan total luas sekitar 11 hektare. Nusron menyatakan bahwa target pengadaan lahan selesai pada Mei 2025, sehingga konstruksi bisa dimulai pada awal Juni.

“Kita sudah bahas skema sertifikasinya. Dengan lahan yang sudah clean and clear, pembangunan dapat segera berjalan,” jelas Nusron.

Baca juga: Krisis Hulu Ciliwung, Penyegelan Bukan Solusi Akhir

Menteri PUPR, Dody Hanggodo, menambahkan bahwa proyek ini tidak hanya berorientasi pada pengendalian banjir, tetapi juga menjaga keseimbangan ekosistem Ciliwung. “Kami berharap langkah ini dapat membawa perubahan nyata dan menjadikan Jakarta lebih tahan terhadap banjir di masa depan.”

Aliran Sungai Ciliwung yang membelah Jakarta menjadi fokus normalisasi untuk mengurangi risiko banjir hingga 40 persen. Foto: Tom Fisk/ Pexels.

Bukan Sekadar Normalisasi, tetapi Revitalisasi

Pakar tata kota menilai normalisasi sungai tidak hanya sebatas pengerukan dan pelebaran sungai. Konsep restorasi ekologi juga perlu diterapkan. Pembangunan ruang terbuka hijau, daerah resapan, serta pengelolaan limbah rumah tangga menjadi faktor penunjang keberhasilan jangka panjang.

“Jika hanya memperlebar sungai tanpa penataan lingkungan yang lebih baik, masalah banjir akan tetap berulang. Harus ada pendekatan holistik yang mempertimbangkan aspek lingkungan dan sosial,” kata seorang pakar tata ruang.

Baca juga: Hutan Menyusut, Beton Meluas: Bagaimana Masa Depan Jabodetabek?

Selain itu, keterlibatan warga menjadi kunci dalam upaya keberlanjutan ini. Edukasi terkait pentingnya menjaga daerah aliran sungai (DAS), pengelolaan sampah, serta sistem drainase berbasis ekologi perlu diperkuat.

Jakarta Menuju Kota Tahan Banjir

Banjir Jakarta bukan hanya soal infrastruktur, tetapi juga pola tata ruang dan gaya hidup masyarakat. Perubahan besar membutuhkan sinergi dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, akademisi, dan masyarakat.

Langkah normalisasi Ciliwung bisa menjadi momentum bagi Jakarta untuk bergerak menuju kota yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan. Namun, keberhasilannya bergantung pada implementasi yang konsisten dan keterlibatan aktif semua pihak. ***

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *