DI TENGAH meningkatnya kebutuhan energi global, perusahaan-perusahaan teknologi besar seperti Google dan Microsoft mulai menjajaki tenaga nuklir sebagai solusi jangka panjang untuk memasok daya ke data center mereka.
Langkah ini muncul seiring peningkatan penggunaan kecerdasan buatan (AI) yang memperbesar konsumsi listrik, serta upaya global untuk mencapai target net zero emission (NZE) demi memerangi perubahan iklim.
Kolaborasi Google dan Kairos Power
Google bermitra dengan Kairos Power untuk mengembangkan small modular reactors (SMR) atau reaktor nuklir skala kecil. SMR dinilai lebih efisien, lebih aman, dan lebih fleksibel dalam hal lokasi dibandingkan dengan reaktor nuklir konvensional.
Rencananya, reaktor pertama akan mulai beroperasi pada 2030, dengan reaktor tambahan yang dijadwalkan hingga 2035 .
Mengutip Sustainability News, penggunaan energi nuklir oleh Google merupakan langkah strategis untuk mengatasi tantangan energi terbarukan yang kerap memiliki sifat intermiten, seperti tenaga surya dan angin yang bergantung pada kondisi cuaca.
Baca juga: Teknologi Dunia Menuntut Listrik Hijau dari Indonesia
Reaktor nuklir menawarkan pasokan daya yang lebih stabil, menjadikannya solusi ideal bagi pusat data yang membutuhkan pasokan listrik yang konsisten .
Microsoft dan TerraPower
Microsoft juga telah mengikuti langkah ini. Pada 2022, mereka bermitra dengan TerraPower, sebuah perusahaan inovasi nuklir, untuk mengembangkan teknologi serupa. Targetnya adalah membuat reaktor kecil yang siap beroperasi pada awal 2030-an.
Langkah ini menunjukkan keseriusan Microsoft dalam mencari solusi energi bersih dan mendukung ambisi global mereka untuk mencapai operasi netral karbon.
Peran Amazon dan Industri Nuklir
Sementara itu, Amazon turut berkontribusi secara tidak langsung dalam mendukung tenaga nuklir. Pada 2023, Amazon menjalin kesepakatan dengan X-energy, yang memungkinkan mereka membeli daya dari reaktor nuklir modular kecil. Meski fokus utama Amazon tetap pada energi terbarukan, dukungan terhadap teknologi nuklir menunjukkan keseriusan mereka dalam menjaga operasional dengan energi bersih .
Menjawab Tantangan Dekarbonisasi
Langkah para raksasa teknologi ini tak lepas dari desakan global untuk menurunkan emisi karbon. Pusat data merupakan salah satu pengguna energi terbesar di dunia, dan peningkatan penggunaan teknologi AI hanya akan memperbesar jejak karbon mereka.
Baca juga: Indonesia, Raksasa Panas Bumi Dunia yang Belum Terbangun
Dalam konteks ini, tenaga nuklir menjadi solusi potensial untuk menyediakan daya tinggi dan konsisten, yang dibutuhkan untuk mendukung infrastruktur digital yang berkembang pesat .
Peralihan Google dan Microsoft ke tenaga nuklir menunjukkan komitmen besar terhadap keberlanjutan. Di tengah keterbatasan energi terbarukan yang sifatnya tidak stabil, tenaga nuklir menawarkan alternatif yang dapat diandalkan dan rendah emisi.
Ini menjadi langkah penting bagi industri teknologi dalam menghadapi tantangan dekarbonisasi global dan memenuhi kebutuhan energi masa depan. ***
Foto: Ilustrasi/ Salvatore De Lellis/ Pexels.
One thought on “Google dan Microsoft Beralih ke Energi Nuklir untuk Data Center, Apa Alasannya?”