BENCANA ekologis yang melanda Jabodetabek pada awal Maret 2025 menjadi titik balik terungkapnya izin proyek wisata besar di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor. Salah satu yang paling disorot adalah Eiger Adventure Land (EAL), destinasi ekowisata yang digadang-gadang memiliki jembatan gantung terpanjang di dunia.
Pemerintah Kabupaten Bogor menegaskan bahwa izin utama lahan yang digunakan proyek ini bukan dikeluarkan oleh mereka, melainkan oleh Kementerian Kehutanan. Fakta ini mengejutkan publik, terutama karena dampak lingkungan yang kini dirasakan.
Izin yang Tidak Diketahui Pemda
Sekretaris Daerah Kabupaten Bogor, Ajat Rochmat Jatnika, mengklarifikasi bahwa dari total 253,66 hektare lahan yang digunakan EAL, sekitar 250 hektare merupakan kawasan hutan yang sepenuhnya berada di bawah kewenangan Kementerian Kehutanan. Sementara itu, Pemkab Bogor hanya menerbitkan izin pelengkap untuk sekitar 31 hektare, yang digunakan sebagai area parkir dan pintu masuk.
Baca juga: Puncak dalam Bahaya, 33 Tempat Wisata Disegel akibat Pelanggaran Lingkungan
“Eiger itu tanahnya 250 hektare lahan kehutanan. Izinnya bukan kewenangan Kabupaten Bogor, izinnya ada di Kementerian Kehutanan semua,” ujar Ajat, Senin (10/3/2025). Pernyataan ini menimbulkan pertanyaan besar: jika pemerintah daerah tidak mengetahui secara penuh izin proyek ini, bagaimana proses pengawasannya selama ini?
Terbitnya Izin dari Kementerian
Berdasarkan dokumen yang ditemukan, izin usaha EAL diterbitkan melalui Surat Keputusan (SK) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) pada 24 April 2019. Izin ini diberikan dalam rangka pemanfaatan zona wisata di kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP).
Baca juga: Banjir Jakarta Bermula di Puncak, Krisis Tata Ruang yang Terabaikan

Namun, proses penerbitan izin ini baru menjadi perhatian setelah bencana ekologis melanda wilayah Jabodetabek. Aliran air yang terganggu akibat perubahan fungsi lahan di Puncak ditengarai sebagai salah satu pemicu banjir besar yang terjadi.
Penyegelan dan Pertanyaan Besar
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, dalam aksinya menyegel EAL bersama Menteri Koordinator Pangan, Zulkifli Hasan, dan Menteri LHK, Hanif Faisol Nurofiq, mempertanyakan pihak yang bertanggung jawab atas penerbitan izin tersebut. “Ini yang berikan izinnya siapa? Dari sisi aspek regulasi, bisa rekomendasikan untuk dicabut?” tanyanya kepada petugas kementerian.
Baca juga: Bencana Ekologis Berulang, Mengapa Pejabat Tak Pernah Dipidana?
Selain EAL, tiga lokasi wisata lain juga disegel karena dugaan pelanggaran alih fungsi lahan, yakni Pabrik Teh Ciliwung di Telaga Saat, Hibisc Fantasy, dan bangunan milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I Regional 2 Agro Wisata Gunung Mas.
Ekowisata atau Eksploitasi?
Kasus ini memicu perdebatan besar tentang konsep ekowisata di Indonesia. Di satu sisi, pengembangan pariwisata berbasis alam digadang-gadang sebagai solusi ekonomi berkelanjutan. Namun, jika tidak dikelola dengan baik, justru dapat menjadi pemicu bencana ekologis.
Baca juga: Krisis Hulu Ciliwung, Penyegelan Bukan Solusi Akhir
Kini, pemerintah daerah dan pusat menghadapi tuntutan untuk memperbaiki sistem perizinan dan pengawasan lingkungan agar kejadian serupa tidak terulang. Dengan terungkapnya izin misterius ini, akankah ada evaluasi menyeluruh terhadap proyek wisata lain di kawasan konservasi? ***
- Foto: Instagram/ @siura.studio – Jembatan suspensi terpanjang (535m) di dunia, Eiger Adventure Land (EAL), di kawasan Puncak Bogor, Jawa Barat, yang kini disegel pemerintah akibat dugaan pelanggaran izin dan dampak lingkungan.