GREENPEACE Indonesia menyerukan kepada kepala daerah baru di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) untuk segera menangani lima permasalahan lingkungan krusial. Juru Kampanye Sosial dan Ekonomi Greenpeace Indonesia, Jeanny Sirait, menekankan pentingnya penanganan polusi udara, banjir, kekeringan, minimnya ruang terbuka hijau (RTH), serta kenaikan permukaan air laut.
Polusi Udara, Ancaman Tak Terlihat
Sepanjang 2024, kualitas udara di Jabodetabek terus memburuk, bahkan awal tahun ini tercatat dalam kategori tidak sehat. Sumber utama polusi ini adalah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara. Dampaknya tidak main-main: 2.500 kematian prematur dan kerugian ekonomi mencapai Rp 5,1 triliun per tahun. Polusi udara ini mengancam kesehatan masyarakat dan menekan produktivitas ekonomi daerah.
Baca juga: Biaya Polusi Udara Jakarta: Rp52 T Setiap Tahun
Minimnya Ruang Terbuka Hijau, Kota yang Kehilangan Nafas
RTH di Jakarta hanya mencakup 5,2% dari total wilayah kota, sementara Tangerang Selatan memiliki 8,5%. Angka ini jauh dari standar ideal 30%. Padahal, RTH berperan vital dalam menyerap karbon dioksida, mengurangi polusi udara, dan meningkatkan resapan air. Ketiadaan RTH yang memadai memperburuk kualitas lingkungan dan meningkatkan risiko bencana alam.
Urban Heat Island, Kota yang Makin Panas
Konversi lahan hijau menjadi area properti tanpa perencanaan matang memperluas area panas perkotaan. Akibatnya, suhu di wilayah perkotaan Jabodetabek meningkat 3-6 derajat Celsius dibandingkan daerah pedesaan. Peningkatan suhu ini tidak hanya membuat warga tidak nyaman, tetapi juga meningkatkan konsumsi energi dan memperburuk kualitas udara.

Banjir dan Kekeringan, Dua Sisi Mata Uang Krisis Iklim
Cuaca ekstrem akibat krisis iklim menyebabkan Jabodetabek rentan terhadap banjir saat curah hujan tinggi dan kekeringan di musim kemarau panjang. Banjir tahunan di Jakarta mengakibatkan kerugian ekonomi sekitar Rp 2,1 triliun per tahun. Sementara itu, kekeringan membuat petani di Bekasi merugi hingga puluhan juta rupiah. Kondisi ini menunjukkan betapa rentannya masyarakat, terutama kelompok menengah ke bawah, terhadap perubahan iklim.
Kenaikan Permukaan Air Laut, Ancaman Tenggelamnya Pesisir
Sebagai wilayah pesisir, Jabodetabek menghadapi ancaman serius dari kenaikan permukaan air laut. Penurunan tanah di Jakarta mencapai rata-rata 10 sentimeter per tahun, dengan wilayah utara menurun hingga 7,44-8,47 cm per tahun.
Baca juga: Krisis Air Tanah dan Banjir Rob, Ancaman Serius Jakarta 2030
Kenaikan permukaan laut juga menyebabkan abrasi, seperti yang terjadi di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, di mana lebih dari 42 hektar lahan terkikis. Jika tidak ditangani, wilayah pesisir ini berisiko tenggelam dalam beberapa tahun mendatang.
Peran Sentral Kepala Daerah dalam Mitigasi Krisis Iklim
Jeanny Sirait menegaskan bahwa kepala daerah memiliki peran kunci dalam mengatasi permasalahan ini. “Masyarakat miskin dan kelompok rentan akan merasakan dampak paling parah karena keterbatasan kemampuan mereka untuk beradaptasi dan memitigasi krisis iklim,” ujarnya.
Baca juga: Jakarta di Tengah Polusi dan Misi Transportasi Hijau
Oleh karena itu, diperlukan kebijakan proaktif dan terintegrasi untuk mewujudkan ketahanan dan keadilan iklim di perkotaan.
Langkah Strategis Menuju Keberlanjutan
Untuk mengatasi lima permasalahan tersebut, beberapa langkah strategis yang dapat diambil antara lain:
- Pengendalian Emisi: Mengurangi ketergantungan pada PLTU batu bara dan beralih ke sumber energi terbarukan.
- Penambahan RTH: Merevitalisasi lahan kosong menjadi taman kota dan hutan kota untuk meningkatkan kualitas udara dan resapan air.
- Perencanaan Tata Ruang: Mengendalikan alih fungsi lahan dan memastikan pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan.
- Pengelolaan Sumber Daya Air: Membangun infrastruktur penanggulangan banjir dan sistem irigasi yang efisien untuk menghadapi kekeringan.
- Perlindungan Pesisir: Membangun tanggul laut dan melakukan restorasi mangrove untuk mencegah abrasi dan penurunan tanah.
Implementasi langkah-langkah ini memerlukan kolaborasi antara pemerintah daerah, masyarakat, dan sektor swasta. Hanya dengan kerja sama yang solid, Jabodetabek dapat menghadapi tantangan krisis iklim dan lingkungan dengan efektif. ***
- Foto: Ilustrasi/ Tom Fisk/ Pexels – Kota Tangerang.