Foto: Ilustrasi/ Chiến Bá/ Pexels.
PERTANIAN regeneratif semakin menarik perhatian sebagai solusi keberlanjutan di Indonesia. Namun, praktik ini masih belum banyak dikenal oleh publik. Konsep ini tidak hanya berfokus pada hasil panen. Tetapi, juga memperbaiki kualitas tanah, meningkatkan keanekaragaman hayati, dan menyerap karbon dari atmosfer.
Berdasarkan penelitian dari Regenerative Organic Alliance, metode pertanian regeneratif dapat menyerap hingga 10 ton karbon per hektar per tahun. Di Indonesia, beberapa petani di Jawa Tengah dan Bali mulai mengadopsi praktik ini.
Mereka melaporkan peningkatan hasil panen hingga 30% setelah beberapa musim menggunakan teknik regeneratif, seperti rotasi tanaman dan penggunaan kompos alami.
Dampak Positif bagi Lingkungan dan Petani
Mengutip laporan World Resources Institute (WRI) Indonesia, pertanian regeneratif berpotensi menjadi solusi untuk degradasi tanah yang memengaruhi sekitar 24 juta hektar lahan pertanian di Indonesia.
Melansir data dari Kementerian Pertanian, ketergantungan pada pupuk kimia telah menurunkan kesuburan tanah di banyak daerah.
Ini menjadikan pertanian regeneratif sebagai alternatif yang tidak hanya ramah lingkungan. Tetapi, juga lebih ekonomis bagi petani kecil yang menghadapi biaya pupuk dan pestisida yang semakin mahal.
Kurangnya Akses ke Pengetahuan dan Pelatihan
Salah satu tantangan utama dalam penerapan pertanian model ini di Indonesia adalah kurangnya akses ke pengetahuan dan pelatihan. Berdasarkan laporan dari Food and Agriculture Organization (FAO), hanya 15% petani di Indonesia yang memiliki akses ke pelatihan keberlanjutan. Hal ini menghambat adopsi metode pertanian regeneratif secara luas.
Untuk itu, penting adanya kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan organisasi non-pemerintah dalam memperluas akses informasi dan pelatihan kepada petani.
Program Sustainable Agriculture Initiative (SAI) yang dijalankan oleh beberapa lembaga di Indonesia menunjukkan hasil yang menjanjikan. Mereka telah melatih lebih dari 1.000 petani di seluruh negeri, dengan peningkatan produktivitas dan pengurangan penggunaan bahan kimia hingga 40%.
Pertanian regeneratif bukan hanya tentang keberlanjutan lingkungan, tetapi juga kesejahteraan sosial dan ekonomi. Dengan mendorong adopsi praktik ini, Indonesia dapat mengurangi dampak negatif perubahan iklim sekaligus memperkuat ketahanan pangan. ***