Obligasi Hijau dan Sosial, Rekor Baru Utang Berkelanjutan di 2025


PASAR utang berkelanjutan global terus menunjukkan tren positif. Pada 2025, Bloomberg Intelligence memproyeksikan nilai penawaran utang ini mencapai angka fantastis, yaitu US$2,1 triliun. Pertumbuhan ini dipicu oleh minat yang kuat terhadap obligasi hijau (green bond) dan obligasi sosial, terutama dari lembaga pemerintah yang mencari pendanaan untuk program keberlanjutan.

Tidak hanya itu, tren ini juga mencerminkan perubahan paradigma investasi global yang kini lebih memprioritaskan dampak sosial dan lingkungan.

Pertumbuhan Obligasi Hijau dan Sosial

Pada 2024, penawaran obligasi hijau naik 7% dibandingkan tahun sebelumnya. Angka ini diperkirakan terus meningkat pada 2025 dengan estimasi penerbitan mencapai US$885 miliar. Obligasi hijau, yang digunakan untuk mendanai proyek ramah lingkungan seperti energi terbarukan dan infrastruktur berkelanjutan, menjadi motor utama pertumbuhan pasar utang berkelanjutan.

Obligasi sosial juga diperkirakan tumbuh signifikan, mencapai US$500 miliar pada 2025. Penawaran ini didominasi oleh lembaga negara dan internasional, seperti Ginnie Mae dari Amerika Serikat, yang dikenal sebagai salah satu penerbit obligasi sosial terbesar. Obligasi sosial banyak digunakan untuk pendanaan proyek perumahan, pendidikan, hingga program pengentasan kemiskinan.

Produk Baru yang Menarik Perhatian

Selain obligasi hijau dan sosial, beberapa instrumen baru mulai menarik perhatian pasar. Obligasi biru (blue bond), yang berfokus pada perlindungan ekosistem laut, serta obligasi bencana (catastrophe bond), yang memberikan perlindungan terhadap risiko bencana alam, diprediksi tumbuh pesat. Produk-produk inovatif ini menunjukkan betapa luasnya peluang dalam segmen utang berkelanjutan.

Peluang Bagi Investor

Bloomberg Intelligence menyoroti bahwa obligasi hijau menawarkan peluang investasi yang lebih menarik dibandingkan dengan obligasi korporasi konvensional. Meskipun spread obligasi hijau pada 2025 diprediksi sedikit lebih tinggi dibandingkan obligasi korporasi berperingkat investasi, ini mencerminkan prospek keuntungan yang lebih baik. Pada awal 2024, obligasi hijau global sudah menunjukkan kinerja lebih baik dari rata-rata, memberikan daya tarik tambahan bagi investor.

Baca juga: CIF Terbitkan Obligasi Iklim untuk Transisi Energi Bersih

Indeks spread untuk obligasi hijau dan obligasi korporasi berperingkat investasi diperkirakan tetap sejalan pada 2025. Namun, spread obligasi hijau yang melebar pada awal tahun ini menjadi sinyal positif bagi investor yang ingin menambah portofolio di segmen investasi hijau.

Obligasi hijau dan sosial menjadi motor utama pendanaan keberlanjutan global, menciptakan peluang investasi sekaligus mendukung program lingkungan dan sosial. Foto: dclafrique.

Tantangan dan Peluang Pasar

Di tengah prospek pertumbuhan, pasar utang berkelanjutan tidak lepas dari tantangan. Peningkatan jatuh tempo obligasi hijau dan sosial pada 2025, yang diperkirakan mencapai US$36 miliar per bulan, menjadi salah satu perhatian utama. Oktober 2025 disebut sebagai puncak jatuh tempo, dengan nilai mencapai US$50 miliar. Hal ini dapat memengaruhi likuiditas pasar, terutama jika tidak diimbangi dengan penerbitan baru yang memadai.

Baca juga: Tren Investasi Hijau 2025, Adaptasi Iklim Jadi Prioritas

Namun, dengan permintaan global terhadap produk investasi berkelanjutan yang terus meningkat, tantangan ini juga menghadirkan peluang. Penerbitan utang berkelanjutan tidak hanya mendukung transisi ekonomi menuju keberlanjutan tetapi juga membuka ruang bagi investor untuk berkontribusi pada pembangunan sosial dan lingkungan.

Pertumbuhan pasar utang berkelanjutan menjadi bukti nyata dari perubahan prioritas investasi global. Obligasi hijau dan sosial tidak hanya memberikan solusi pendanaan bagi program keberlanjutan, tetapi juga menciptakan peluang besar bagi investor yang ingin berkontribusi pada masa depan yang lebih hijau dan inklusif. Dengan estimasi nilai pasar mencapai US$2,1 triliun pada 2025, segmen ini dipastikan menjadi salah satu pilar utama dalam transformasi ekonomi global. ***

  • Foto: Ilustrasi/DGAP.
Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *