Bank Sampah, Tulang Punggung Industri Daur Ulang yang Masih Kekurangan Pasokan

INDUSTRI daur ulang plastik di Indonesia menghadapi tantangan besar: kekurangan pasokan bahan baku. Indonesian Plastics Recyclers (IPR) mencatat bahwa sektor ini membutuhkan sekitar dua juta ton sampah plastik per tahun, tetapi pasokan yang tersedia baru mencapai satu juta ton. Artinya, ada defisit satu juta ton yang perlu segera diatasi.

Ketua Umum IPR Ahmad Nuzuluddin menegaskan bahwa peran bank sampah semakin krusial dalam menjembatani kebutuhan industri dengan pasokan sampah plastik yang berkualitas. “Industri masih kekurangan bahan baku, dan ini menjadi peluang besar bagi bank sampah untuk lebih aktif dalam ekosistem daur ulang,” ujarnya.

Namun, bukan sekadar volume yang menjadi perhatian. Kualitas sampah plastik yang masuk ke industri juga harus memenuhi standar tertentu. Artinya, proses pengumpulan dan pemilahan harus lebih ketat agar plastik yang masuk memiliki nilai guna tinggi dan tidak terbuang sia-sia.

Baca juga: Insentif Plastik, Antara Keuntungan Industri dan Kerugian Lingkungan

Ekosistem Daur Ulang, Semua Pihak Harus Bergerak

Mengatasi krisis bahan baku industri daur ulang membutuhkan kolaborasi lintas sektor. Ada empat elemen utama yang harus berjalan selaras:

  1. Produsen, yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan kemasan bekas pakai mereka.
  2. Masyarakat, yang berperan dalam memilah dan membuang sampah dengan benar.
  3. Bank sampah, sebagai pengumpul dan penyortir sampah yang memiliki nilai daur ulang.
  4. Pendaur ulang, yang mengolah kembali plastik bekas menjadi produk bernilai jual.

“Meski kami tidak pernah menolak sampah plastik dari bank sampah, pengelompokan dan penyortiran yang lebih teliti tetap dibutuhkan. Ini agar nilai ekonomis sampah yang masuk tetap tinggi,” kata Ahmad.

Baca juga: Inovasi Baru, Daur Ulang Plastik E-Waste Tanpa Polusi

Jika seluruh elemen ini berjalan optimal, dampaknya tidak hanya pada pengurangan sampah ke TPA tetapi juga pada penguatan ekonomi sirkular, di mana limbah tidak lagi dipandang sebagai sampah, melainkan sumber daya berharga.

Lelang Sampah, Mengubah Limbah Jadi Komoditas Bernilai

Salah satu inisiatif yang membantu mengoptimalkan peran bank sampah adalah program Lelang Sampah yang diinisiasi oleh AQUA bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan mitra. Program ini membuka peluang bagi bank sampah untuk langsung berinteraksi dengan offtaker (pembeli), sehingga sampah plastik yang telah dipilah dan dikumpulkan dapat langsung diperjualbelikan sebagai komoditas.

Bank sampah berperan penting dalam menyuplai 1 juta ton sampah plastik yang dibutuhkan industri daur ulang setiap tahun.Foto: Ilustrasi/ Xavier Messina/ Pexels.

Public Affairs and Sustainability Director Danone Indonesia, Astri Wahyuni, menilai program ini sebagai langkah strategis dalam membangun kesadaran masyarakat akan pengelolaan sampah berbasis komunitas. “Dengan adanya inovasi seperti Lelang Sampah, kita bisa meningkatkan nilai ekonomi sampah plastik, sekaligus mempercepat peralihan ke ekonomi sirkular,” katanya.

Baca juga: Industri Indonesia Harus Kurangi Sampah 30% pada 2029

AQUA sendiri telah menunjukkan komitmennya dalam pengelolaan sampah plastik dengan berhasil mengumpulkan lebih dari 22.000 ton per tahun. Langkah ini membuktikan bahwa dengan inisiatif yang tepat, industri bisa turut serta dalam memperbaiki sistem pengelolaan sampah di Indonesia.

Menuju Sirkularitas yang Lebih Baik

Untuk menutup kesenjangan pasokan sampah plastik, Indonesia perlu mempercepat transformasi menuju ekonomi sirkular. Bank sampah memiliki peran sentral, tetapi dukungan regulasi, investasi, dan inovasi teknologi juga sangat dibutuhkan.

Baca juga: 60% TPA di Indonesia Hanya Menumpuk Sampah

Industri daur ulang tidak hanya soal mengurangi limbah plastik, tetapi juga menciptakan peluang ekonomi dan pekerjaan baru. Dengan sinergi yang kuat antara produsen, masyarakat, bank sampah, dan pendaur ulang, Indonesia dapat menjadi contoh sukses dalam pengelolaan sampah berbasis sirkular.

Jika satu juta ton sampah plastik yang belum terkelola bisa dioptimalkan, bukan tidak mungkin industri daur ulang Indonesia akan menjadi lebih kuat, lebih mandiri, dan lebih berkelanjutan di masa depan. ***

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *