Studi Greenpeace-UI: Mikroplastik Mengancam Fungsi Otak

MIKROPLASTIK kini menjadi ancaman nyata bagi kesehatan manusia. Studi kolaboratif Greenpeace Indonesia dan Universitas Indonesia mengungkap bahwa partikel plastik berukuran mikroskopis ini dapat merusak fungsi kognitif manusia.

Penelitian yang berlangsung sejak Januari 2023 hingga Desember 2024 ini meneliti paparan mikroplastik dalam tubuh dan dampaknya terhadap kemampuan berpikir, mengingat, serta mengambil keputusan.

Mikroplastik dalam Tubuh, dari Darah hingga Urin

Studi ini melibatkan 562 responden di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan Tangerang untuk memetakan pola konsumsi plastik dan kelompok yang rentan terhadap paparannya. Dari situ, 67 partisipan terpilih menjalani analisis kadar mikroplastik dalam darah, urin, dan feses.

Hasilnya mengejutkan. Mikroplastik terdeteksi pada 95 persen sampel darah dengan kadar mencapai 7,35 partikel per gram. Dalam urin, ditemukan 0-0,33 partikel per mililiter, sementara pada feses, jumlahnya lebih tinggi, mencapai 44,35 partikel per gram. Jenis yang paling dominan adalah polyethylene terephthalate (PET), yang biasa ditemukan pada botol minuman, kemasan makanan siap saji, hingga serat pakaian dan karpet.

Dampak pada Fungsi Otak

Tim dokter dari Divisi Neurobehavior FKUI-RSCM menggunakan Montreal Cognitive Assessment Indonesia (MoCA-Ina) untuk mengukur dampak paparan mikroplastik terhadap fungsi kognitif partisipan. Hasilnya menunjukkan fakta mengkhawatirkan: individu dengan konsumsi plastik sekali pakai tinggi memiliki risiko penurunan fungsi kognitif hingga 36 kali lipat dibandingkan mereka yang lebih sedikit terpapar.

Baca juga: ‘Silent Killer’, Bahaya Plastik bagi Kesehatan Jantung

Penelitian menemukan Mikroplastik dari kemasan plastik sekali pakai bisa masuk ke dalam tubuh dan memengaruhi fungsi otak. Saatnya beralih ke solusi yang lebih aman. Foto: Ilustrasi/ Alfo Medeiros/ Pexels,

Ahli Saraf FKUI, Pukovisa Prawirohardjo, menyatakan bahwa partisipan mengalami gangguan dalam berpikir, mengingat, dan mengambil keputusan. Baca juga: Perundingan Plastik Global di INC-5 Berakhir Buntu. Studi ini, yang tengah dalam proses peer review, menegaskan perlunya langkah cepat untuk mengurangi paparan mikroplastik dalam kehidupan sehari-hari.

Krisis Sampah Plastik dan Lingkungan

Meningkatnya paparan mikroplastik dalam tubuh manusia tidak terlepas dari buruknya pengelolaan sampah plastik. Data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup menunjukkan bahwa pada 2023, Indonesia menghasilkan 41,07 juta ton sampah, dengan 7,86 juta ton di antaranya adalah plastik. Sebagian besar sampah ini tidak terkelola dengan baik dan berakhir di tempat pembuangan akhir atau mencemari lingkungan, termasuk lautan.

Baca juga: Indonesia Dapat Dana 4,5 Juta Dolar, Mampukah Atasi Krisis Sampah Plastik?

Tren global pun menunjukkan kondisi serupa. Laporan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) mengungkap bahwa produksi sampah plastik dunia melonjak dari 213 juta ton pada tahun 2000 menjadi 460 juta ton pada 2019. Tanpa intervensi yang kuat, jumlah ini akan terus bertambah, meningkatkan risiko kesehatan manusia akibat mikroplastik yang masuk melalui rantai makanan dan air minum.

Regulasi Ketat dan Transisi ke Guna Ulang

Juru Kampanye Plastik Greenpeace Indonesia, Ibar F Akbar, menekankan bahwa langkah konkret dari pemerintah dan produsen sangat dibutuhkan. Pemerintah perlu memperbaiki sistem pengelolaan sampah berbasis pemilahan, mempercepat larangan plastik sekali pakai, serta mendorong transisi ke sistem kemasan guna ulang. Selain itu, diperlukan standar pengujian mikroplastik yang ketat dan batas kontaminasi dalam produk pangan serta lingkungan.

Baca juga: Insentif Plastik, Antara Keuntungan Industri dan Kerugian Lingkungan

Di sisi lain, produsen juga memegang peran penting dalam mengurangi pencemaran mikroplastik. Mereka perlu mengurangi produksi dan distribusi plastik sekali pakai, meningkatkan transparansi komposisi plastik dalam produk, serta menerapkan sistem kemasan isi ulang (refill) sebagai bagian dari tanggung jawab pengelolaan sampah plastik yang mereka hasilkan.

Mikroplastik adalah ancaman senyap yang mengintai manusia setiap hari. Tanpa tindakan nyata, dampaknya terhadap kesehatan dan lingkungan akan semakin tak terkendali. Sudah saatnya semua pihak bergerak untuk membatasi jejak plastik dan melindungi generasi mendatang dari bahaya yang tak kasatmata ini. ***

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *