Krisis Sampah 2028, Indonesia di Ambang Darurat Lingkungan

INDONESIA menghadapi ancaman besar dalam pengelolaan sampah. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Hanif Faisol Nurofiq mengingatkan bahwa pada 2028, seluruh Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) di Indonesia diproyeksikan tak lagi mampu menampung limbah yang terus bertambah.

“Jika tidak ada langkah konkret, semua TPA akan penuh dalam tiga tahun ke depan,” tegas Hanif dalam Bimbingan Teknis Pengelolaan Sampah bagi Babinsa di Bali, Senin (24/3/2025).

TPA Kelebihan Kapasitas, Open Dumping Masih Marak

Saat ini, dari 54,44 persen sampah yang berakhir di TPA, sebagian besar masih dikelola dengan sistem open dumping—metode pembuangan terbuka tanpa pengolahan. Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional 2024, ada 343 unit TPA yang masih beroperasi dengan cara ini.

Salah satu contohnya adalah TPA Suwung di kawasan Sarbagita, Bali, yang telah kelebihan kapasitas. Sistem pengelolaan yang belum optimal memperparah kondisi ini, membuat limbah menumpuk dan mencemari lingkungan sekitarnya.

“TPA seharusnya hanya menerima residu sampah, bukan sampah mentah yang langsung diangkut tanpa proses pemilahan dan pengolahan,” kata Hanif.

Baca juga: 60% TPA di Indonesia Hanya Menumpuk Sampah

Namun, praktik ini masih terjadi di berbagai daerah, dari Sabang hingga Merauke. Konsekuensinya? Bukan hanya pencemaran lingkungan, tetapi juga beban ekonomi dan sosial yang semakin berat.

Sampah Plastik di Laut, Bali dan Jakarta Jadi Prioritas

Bali, sebagai ikon pariwisata Indonesia, menjadi salah satu wilayah yang paling terdampak. Data Kementerian LHK menunjukkan bahwa pada 2024, hampir 30 persen sampah di Bali tidak terkelola dengan baik. Sampah plastik yang terbawa arus sungai sering kali berakhir di pantai-pantai wisata seperti Kuta, Seminyak, dan Nusa Dua.

“Setiap musim hujan, kita bisa melihat betapa banyaknya sampah yang hanyut ke pesisir. Ini harus diselesaikan dari hulu, terutama dari sumber utamanya: sampah rumah tangga,” tambah Hanif.

Baca juga: RDF Rorotan, Solusi atau Ancaman Baru dalam Pengelolaan Sampah Jakarta?

Pemandangan TPA yang penuh sesak, menggambarkan tantangan besar dalam pengelolaan sampah nasional. Foto: Tom Fisk/ Pexels.

Saat ini, sekitar 58,62 persen atau 3,6 ton sampah yang dihasilkan per hari di Bali berasal dari rumah tangga. Jika pengelolaan tidak diperbaiki, masalah ini bisa semakin parah dan berdampak pada sektor pariwisata serta ekosistem laut.

Baca juga: 30 Kota Siap Ubah Sampah Jadi Energi, 2029 Jadi Target

Tidak hanya Bali, Jakarta juga menjadi fokus utama. Sebagai barometer kehidupan urban di Indonesia, pengelolaan sampah di ibu kota harus menjadi contoh bagi daerah lain.

Mencari Solusi, Inovasi atau Regulasi Ketat?

Gubernur Bali, Wayan Koster, menargetkan sistem pengelolaan sampah yang lebih sistematis dalam dua tahun ke depan. Kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta menjadi kunci untuk mengatasi krisis ini.

Baca juga: PLTSa di 12 Kota Masih Mandek, Evaluasi Jadi Kunci Percepatan

Beberapa solusi yang sedang digodok antara lain:

  • Peningkatan kapasitas pengolahan sampah berbasis teknologi
  • Penerapan prinsip ekonomi sirkular dalam industri kemasan
  • Penguatan regulasi terhadap produsen plastik
  • Partisipasi aktif masyarakat dalam pemilahan sampah

Namun, apakah langkah ini cukup untuk mencegah bencana lingkungan yang diprediksi terjadi pada 2028? Semua bergantung pada aksi nyata yang segera diambil. ***

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *