Gambut dan Mangrove, Solusi Iklim yang Terlupakan di Asia Tenggara

KETIKA dunia berpacu mengurangi emisi karbon, ekosistem gambut dan mangrove di Asia Tenggara menyimpan potensi besar yang kerap terabaikan. Studi terbaru yang diterbitkan di Nature mengungkapkan bahwa konservasi dan restorasi kedua ekosistem ini dapat memangkas lebih dari setengah emisi karbon dari perubahan penggunaan lahan di kawasan ini.

Menurut penelitian tersebut, menjaga kelestarian gambut dan mangrove dapat mengurangi sekitar 770 megaton CO₂ ekuivalen (MtCO₂e) per tahun. Angka ini hampir dua kali lipat total emisi gas rumah kaca (GRK) Malaysia pada 2023. Fakta ini semakin menguatkan posisi lahan basah sebagai solusi berbasis alam (nature-based solutions) dalam mitigasi perubahan iklim.

Gambut dan Mangrove, Gudang Karbon yang Rentan

Gambut dan mangrove memiliki kemampuan luar biasa dalam menyerap dan menyimpan karbon dalam jumlah besar. Lebih dari 90% cadangan karbon di kedua ekosistem ini tersimpan di tanahnya yang jenuh air dan rendah oksigen. Proses alami ini memperlambat dekomposisi bahan organik sehingga karbon tetap terperangkap selama ratusan hingga ribuan tahun.

Baca juga: Mangrove, Penjaga Garis Pantai yang Kian Tergerus

Namun, ketika lahan ini mengalami gangguan—seperti konversi menjadi lahan pertanian, perkebunan, atau infrastruktur—cadangan karbon yang tersimpan akan terlepas ke atmosfer dalam jumlah besar. Konversi lahan gambut, misalnya, telah menjadi salah satu penyumbang utama emisi GRK di Asia Tenggara dalam dua dekade terakhir.

Menurut Peneliti dari James Cook University, Sigit Sasmito, perubahan penggunaan lahan antara 2001 hingga 2022 di Asia Tenggara berkontribusi signifikan terhadap emisi GRK. “Ketika ekosistem gambut dan mangrove terganggu, mereka akan melepaskan karbon dalam jumlah besar ke atmosfer,” ujarnya.

Indonesia, Pemimpin Mitigasi Iklim di Asia Tenggara

Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mencatat lebih dari 90% emisi karbon dari perubahan penggunaan lahan di Asia Tenggara. Namun, Indonesia memiliki potensi mitigasi terbesar. Dengan 13,4 juta hektare lahan gambut dan 3,4 juta hektare hutan mangrove, Indonesia menjadi kunci dalam upaya pengurangan emisi karbon di kawasan ini.

Mangrove: Gambut dan Mangrove penyerap karbon alami yang tak ternilai harganya. Foto: Tom Fisk/ Pexels.

Menurut Peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wahyu Catur Adinugroho, pelestarian ekosistem ini adalah langkah strategis dalam mencapai target nol emisi (net-zero emissions). Jika konservasi dan restorasi dilakukan secara efektif, Indonesia dapat menjadi pemimpin dalam solusi iklim berbasis ekosistem.

Baca juga: Mangrove Demak, Solusi Abrasi dan Mitigasi Iklim di 2024

Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Perubahan Iklim, Haruni Krisnawati, menekankan bahwa ekosistem gambut dan mangrove merupakan penyerap karbon paling efisien di bumi. “Sebagian besar karbon tersimpan di tanah, sehingga jika ekosistem ini terganggu, pelepasan karbonnya sangat besar dan sulit dipulihkan,” jelasnya.

Restorasi dan Konservasi, Jalan Masa Depan Berkelanjutan

Konservasi dan restorasi ekosistem gambut serta mangrove harus menjadi prioritas kebijakan di negara-negara Asia Tenggara. Selain sebagai solusi iklim, kedua ekosistem ini juga melindungi keanekaragaman hayati, mencegah abrasi, serta meningkatkan ketahanan masyarakat pesisir terhadap perubahan iklim.

Baca juga: Mangrove, Solusi Alami Hemat $855 Miliar untuk Banjir

Penelitian ini melibatkan kolaborasi ilmuwan dari berbagai institusi, termasuk Nanyang Technological University Singapura, James Cook University Australia, Queensland University Australia, Institut Pertanian Bogor (IPB), BRIN, Kementerian Kehutanan, dan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN).

Studi ini semakin memperkuat urgensi untuk bertindak. Tanpa langkah nyata, potensi besar ini bisa hilang, dan dampaknya terhadap iklim global akan semakin sulit dikendalikan. Asia Tenggara harus mengambil keputusan tegas: mempertahankan ekosistem gambut dan mangrove, atau menghadapi konsekuensi krisis iklim yang semakin tak terkendali. ***

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *