PEMERINTAH kembali menegaskan komitmennya dalam menjaga keberlanjutan hutan Indonesia. Kementerian Kehutanan mencabut perizinan berusaha pemanfaatan hutan (PBPH) dari 18 perusahaan yang dinilai tidak menjalankan kewajibannya. Keputusan ini berdampak pada total luas kawasan hutan sebesar 526.144 hektare di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menyebut pencabutan izin ini dilakukan karena perusahaan-perusahaan tersebut tidak melaksanakan kegiatan sesuai aturan. Dari 18 unit PBPH yang dicabut, 17 di antaranya tidak melakukan kegiatan pemanfaatan hutan sama sekali.
Ini melanggar Pasal 365 huruf c Permen LHK Nomor 8 Tahun 2021, yang menyatakan bahwa PBPH yang meninggalkan area kerja dapat dicabut izinnya. Sementara itu, satu unit PBPH lainnya secara sukarela mengembalikan izinnya kepada pemerintah.
Baca juga: Sengkarut Lahan, Sertifikat di Kawasan Hutan Wajib Dibatalkan
“Mereka meninggalkan area kerja dan tidak menjalankan aktivitas sebagaimana mestinya. Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa pengelolaan hutan benar-benar dilakukan secara bertanggung jawab,” kata Raja Juli dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI, Kamis (27/2/2025).
Dampak bagi Kawasan Hutan
Dengan pencabutan izin ini, wilayah yang sebelumnya dikelola oleh 18 perusahaan tersebut akan kembali menjadi kawasan hutan negara. Pemerintah memastikan bahwa perusahaan-perusahaan ini harus menghentikan semua kegiatan di area kerja mereka.
Baca juga: Revisi UU Kehutanan, Ujian Keadilan bagi Masyarakat Adat
Selain itu, semua aset tidak bergerak di dalam area tersebut akan menjadi milik negara, kecuali hasil budidaya tanaman. Aset budidaya ini masih dapat dimanfaatkan oleh perusahaan terkait hingga satu tahun setelah keputusan pencabutan izin. Jika dalam kurun waktu tersebut aset tidak dimanfaatkan, maka hak kepemilikan akan beralih ke negara.
Tegas demi Kelestarian Hutan
Pemerintah berharap pencabutan izin ini menjadi peringatan bagi perusahaan lain yang masih memegang izin PBPH. Mereka wajib menjalankan kegiatan nyata dalam pemanfaatan hutan sesuai dengan rencana kerja usaha dan rencana kerja tahunan.

Raja Juli menegaskan bahwa perusahaan yang masih memegang izin harus mematuhi seluruh ketentuan perundang-undangan. Tidak hanya dalam hal pemanfaatan hutan, tetapi juga dalam memastikan aspek keberlanjutan dan kesejahteraan lingkungan terjaga.
“Kami tidak ingin ada izin yang hanya menjadi formalitas tanpa ada aktivitas nyata yang bermanfaat bagi ekosistem hutan dan masyarakat sekitar,” tambahnya.
Pesan bagi Investasi Hijau
Keputusan pencabutan izin ini menunjukkan bahwa pemerintah semakin ketat dalam mengawasi pengelolaan hutan. Bagi para pemegang izin lainnya, ini adalah momentum untuk memperbaiki tata kelola dan menerapkan prinsip keberlanjutan secara serius.
Baca juga: Misi Baru Polri Menghadang Perusakan Hutan demi Keberlanjutan Alam
Di sisi lain, langkah ini membuka peluang bagi investasi hijau yang lebih bertanggung jawab. Kawasan hutan yang ditinggalkan dapat dimanfaatkan kembali melalui skema perhutanan sosial, restorasi ekosistem, atau kerja sama dengan perusahaan yang memiliki visi keberlanjutan yang jelas.
Dengan semakin meningkatnya kesadaran global terhadap pentingnya konservasi hutan, Indonesia memiliki kesempatan besar untuk menjadi pemimpin dalam pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Baca juga: 20 Juta Hektare Hutan, Solusi Pangan dan Energi atau Ancaman? Regulasi yang lebih ketat dan tindakan tegas terhadap perusahaan yang tidak bertanggung jawab menjadi sinyal kuat bahwa hutan bukan sekadar sumber daya ekonomi, tetapi juga warisan ekologi yang harus dijaga. ***
- Foto: Ilustrasi/ Alex P/ Pexels.