Indonesia Dapat Dana 4,5 Juta Dolar, Mampukah Atasi Krisis Sampah Plastik?

Pendanaan internasional kembali mengalir ke Indonesia untuk mengatasi permasalahan sampah plastik. Namun, mampukah proyek ini menjadi solusi berkelanjutan?

INDONESIA mendapatkan kucuran dana sebesar 4,5 juta dolar AS untuk mendukung pengelolaan sampah plastik. Pendanaan ini berasal dari kolaborasi Clean Rivers dan Project Stop, yang didanai oleh United Nations Development Programme (UNDP). Kesepakatan tersebut diteken di Dubai, Uni Emirat Arab, dan menjadi tindak lanjut dari MoU penanganan kebocoran sampah plastik ke laut yang telah disepakati pada April 2024.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa proyek ini akan berjalan selama dua tahun hingga 31 Juli 2027. Banyuwangi, Jawa Timur, menjadi lokasi utama inisiatif ini dengan fokus pada pencegahan kebocoran sampah plastik ke lingkungan, terutama ke laut.

Baca juga: Insentif Plastik, Antara Keuntungan Industri dan Kerugian Lingkungan

“Kerja sama ini melibatkan pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. Semuanya memiliki peran penting dalam menciptakan solusi jangka panjang bagi tantangan lingkungan kita,” ujar Airlangga.

Namun, pendanaan hanyalah awal. Tantangan terbesar adalah bagaimana mengoptimalkan dana ini agar benar-benar berdampak dalam mengatasi krisis sampah plastik yang kian parah.

Sampah Plastik, Ancaman Serius bagi Lingkungan

Indonesia merupakan salah satu penyumbang sampah plastik terbesar di dunia. Setiap tahunnya, lebih dari 600.000 ton plastik mencemari laut Indonesia, berdampak buruk pada ekosistem laut dan kesehatan masyarakat pesisir.

Pemerintah sebelumnya menargetkan pengurangan 70 persen sampah plastik ke laut pada 2025. Namun, dengan waktu yang semakin singkat, efektivitas strategi yang diterapkan masih dipertanyakan. Apakah bantuan pendanaan ini dapat mempercepat pencapaian target tersebut?

Baca juga: Perundingan Plastik Global di INC-5 Berakhir Buntu

Project Stop sendiri telah berhasil mengurangi kebocoran plastik di beberapa daerah, seperti di Muncar, Banyuwangi, dengan membangun sistem pengelolaan sampah berbasis sirkular. Jika proyek ini berhasil diperluas, dampaknya bisa lebih signifikan.

Indonesia mendapat pendanaan 4,5 juta dolar AS untuk mengelola sampah plastik. Akankah ini jadi solusi nyata atau sekadar langkah sementara? Foto: Ilustrasi/ Mumtahina Tanni/ Pexels.

Bom Waktu di TPA, Ancaman Gas Metana

Selain pencemaran plastik, Indonesia juga menghadapi ancaman serius dari gas metana yang dihasilkan tempat pembuangan akhir (TPA) dengan sistem open dumping. Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengingatkan bahwa gas metana dari sampah jauh lebih berbahaya bagi atmosfer dibandingkan karbon dioksida (CO₂).

“Sistem open dumping adalah bom waktu. Jika tidak segera diatasi, bisa memicu bencana seperti yang terjadi di TPA Leuwi Gajah,” tegas Hanif.

Baca juga: 60% TPA di Indonesia Hanya Menumpuk Sampah

Pemerintah menargetkan penyelesaian masalah sampah ini pada 2026, dengan mewajibkan daerah untuk mengurangi volume sampah yang masuk ke TPA dan mengalokasikan minimal 3 persen dari APBD untuk pengelolaan sampah.

Kolaborasi atau Sekadar Janji?

Pendanaan internasional seperti ini memang penting, tetapi tanpa pengelolaan yang efektif dan transparan, proyek ini bisa berakhir hanya sebagai laporan administratif tanpa dampak nyata.

Dukungan dari sektor swasta, komunitas, dan pemerintah daerah sangat diperlukan. Program edukasi, insentif untuk ekonomi sirkular, serta regulasi yang lebih ketat dalam pengelolaan sampah plastik harus menjadi prioritas.

Baca juga: Inovasi Baru, Daur Ulang Plastik E-Waste Tanpa Polusi

Pertanyaannya, apakah dana 4,5 juta dolar ini cukup untuk membawa perubahan nyata, atau hanya menjadi solusi sementara tanpa dampak jangka panjang?

Indonesia kini dihadapkan pada tantangan besar dalam menjaga komitmen keberlanjutan. Dengan kerja sama yang solid, transparansi anggaran, dan strategi berbasis data, ada peluang besar bagi negara ini untuk keluar dari krisis sampah plastik dan menjadi contoh bagi dunia. ***

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *