Investasi Fusi Naik Tajam, Teknologi Masih Jadi PR

DI TENGAH ketidakpastian iklim dan kebutuhan akan sumber energi bersih, energi fusi kembali menjadi sorotan dunia. Teknologi yang meniru cara kerja matahari ini bukan sekadar mimpi sains, tapi mulai menapaki jalan panjang menuju kenyataan.

Survei tahunan Fusion Industry Association (FIA) mencatat lonjakan investasi global yang signifikan. Lebih dari US$ 2,6 miliar (Rp 42,3 triliun) digelontorkan ke industri energi fusi hanya dalam satu tahun terakhir. Total pendanaan sejak 2021 mencapai hampir US$ 9,8 miliar, naik lima kali lipat dibanding periode sebelumnya.

Namun, ledakan dana ini masih belum cukup.

Sebanyak 53 perusahaan yang bergerak di bidang fusi menyatakan bahwa mereka membutuhkan tambahan modal hingga US$ 77 miliar agar bisa mengoperasikan pembangkit komersial pertama mereka. Mayoritas perusahaan menilai akses pendanaan masih sulit. Bahkan, 83% responden dalam survei menyebut penggalangan dana tetap menjadi tantangan utama.

Meningkatnya Minat, Tertinggalnya Progres

Ketertarikan investor terhadap fusi dipicu oleh dua hal utama, kemajuan teknologi dan lonjakan kebutuhan energi dari pusat data dan kecerdasan buatan (AI). Google, misalnya, telah meneken kontrak dengan Commonwealth Fusion Systems di Virginia, Amerika Serikat, untuk pasokan listrik bersih pada awal 2030-an.

Baca juga: Ketika Angin Tak Lagi Menjadi Sekutu Energi Bersih

Investor besar seperti Shell, Chevron, Siemens Energy, hingga produsen baja Nucor telah masuk ke dalam permainan ini. Namun, kebutuhan dana untuk menjalankan satu pembangkit percontohan saja berkisar antara US$ 3 juta hingga lebih dari US$ 12 miliar.

Ilmuwan mengamati plasma dalam reaktor Fusi. Foto: Ilustrasi.

FIA menekankan bahwa lonjakan modal, bahkan di tengah perlambatan ekonomi global, menandakan kepercayaan investor yang tumbuh dan rantai pasokan yang mulai terbentuk.

Bukan Sekadar Energi, tapi Harapan Iklim

Berbeda dengan reaktor fisi nuklir yang menghasilkan limbah radioaktif jangka panjang, reaksi fusi menjanjikan energi dalam jumlah besar tanpa emisi karbon dan nyaris tanpa limbah. Ini menjadikan fusi sebagai kandidat kuat dalam transisi energi bersih global, asal hambatan teknologinya bisa ditaklukkan.

Baca juga: Potensi Energi Surya Melimpah, Timur Indonesia Bisa Mandiri Listrik

Tantangan utama menciptakan reaksi fusi yang stabil dan terus-menerus, serta menurunkan kebutuhan energi untuk memicunya. Teknologi seperti laser bertenaga tinggi dan magnet super kuat tengah dikembangkan untuk mencapai kondisi ekstrem tersebut.

Indonesia dan Tantangan Relevansi

Meski sebagian besar investasi saat ini masih terpusat di AS, Eropa, Jepang, dan China, penting bagi Indonesia untuk tidak hanya menjadi penonton. Sebagai negara dengan kebutuhan energi yang terus tumbuh dan komitmen net zero emissions 2060, Indonesia perlu memperkuat ekosistem riset, membuka kanal investasi strategis, dan mulai menempatkan fusi sebagai bagian dari peta jalan energi masa depan.

Baca juga: Pohon Angin Pertama Hadir di Tol Indonesia, Simbol Baru Energi Hijau

Keberlanjutan bukan hanya soal pengurangan emisi, tapi juga ketahanan dan kemandirian energi. Energi fusi, meski masih jauh dari komersial, menawarkan keduanya.

  • Foto: Ilustrasi/ Google DeepMind/ PexelsVisual imajinatif tentang masa depan energi bersih. Mungkinkah kota kita nanti ditenagai oleh ‘matahari buatan’?
Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *