JAKARTA kembali bergulat dengan tantangan lingkungan. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta menargetkan pengerukan 17 sungai guna mencegah banjir, tetapi kini muncul persoalan baru: ke mana sedimen lumpur harus dibuang?
Wakil Gubernur Jakarta, Rano Karno, mengungkapkan bahwa pihaknya masih mencari solusi terbaik untuk menampung hasil pengerukan yang diperkirakan mencapai satu juta meter kubik lumpur.
Dilema Pengelolaan Sedimen
Pengerukan sungai menjadi langkah strategis untuk mengurangi risiko banjir, tetapi dampaknya tak bisa diabaikan. Lumpur dan sedimen yang terangkat tidak bisa dibuang sembarangan karena berpotensi mencemari lingkungan.
“Jumlahnya mencapai satu juta meter kubik. Sekarang, pertanyaannya, kita buang ke mana?” ujar Rano saat memimpin apel kesiapan pengerukan sungai di Taman Waduk Pluit, Jakarta Utara, Minggu (23/2/2025).
Baca juga: Krisis Air Tanah dan Banjir Rob, Ancaman Serius Jakarta 2030
Jakarta menghadapi dilema besar. Kota ini terus berjuang mengendalikan banjir, tetapi keterbatasan lahan membuat penampungan sedimen menjadi tantangan tersendiri. Jika tidak dikelola dengan baik, lumpur ini bisa menimbulkan persoalan lingkungan baru.
Operasi Besar-besaran
Pemprov Jakarta telah mengerahkan lebih dari 1.000 petugas untuk menjalankan program pengerukan. Mereka berasal dari berbagai instansi, termasuk Dinas Sumber Daya Air (SDA) Jakarta, Petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU), serta Satpol PP. Dengan dukungan 122 unit alat berat dan 84 alat pendukung lainnya, pengerukan dilakukan secara masif hingga Agustus 2025.

Operasi ini tetap berjalan selama bulan Ramadan. Rano menegaskan bahwa pengerukan harus dilakukan secara berkelanjutan, bukan hanya enam bulan sekali. “Sedimentasi terus bergerak setiap hari. Kalau kita menunggu enam bulan, kondisinya bisa kembali seperti semula,” kata Rano.
Solusi Keberlanjutan Diperlukan
Persoalan sedimen lumpur bukan hanya tentang volume, tetapi juga pengelolaannya agar tidak menimbulkan dampak lingkungan. Sejumlah opsi perlu dipertimbangkan, mulai dari pemanfaatan lumpur untuk reklamasi, material konstruksi, hingga pengolahan limbah ramah lingkungan.
Baca juga: Jakarta Krisis Air Tanah, Pemerintah Batasi Izin Baru
Pakar lingkungan menyarankan agar Jakarta mengadopsi pendekatan berbasis keberlanjutan. Negara-negara lain telah memanfaatkan sedimen untuk proyek restorasi lahan, pembuatan bahan bangunan, atau reklamasi pesisir. “Jika lumpur bisa diolah menjadi material yang berguna, ini bukan lagi masalah, melainkan peluang,” kata seorang ahli tata lingkungan.
Perlu Strategi Jangka Panjang
Dengan curah hujan yang tinggi dan urbanisasi yang pesat, Jakarta tidak bisa lagi hanya mengandalkan pengerukan sebagai solusi tunggal. Diperlukan strategi jangka panjang yang melibatkan inovasi teknologi dan kolaborasi lintas sektor. Tanpa itu, pengerukan hanya akan menjadi solusi sementara yang berulang setiap tahun.
Kini, Pemprov Jakarta dihadapkan pada tantangan besar: tidak hanya mengelola banjir, tetapi juga menemukan cara inovatif untuk menangani sedimen lumpur secara berkelanjutan. Keputusan yang diambil hari ini akan menentukan bagaimana Jakarta menghadapi tantangan lingkungan di masa depan. ***
- Foto: Ilustrasi/ Tom Fisk/ Pexels.