Kredit Karbon Indonesia, Kunci Perangi Perubahan Iklim Global

INDONESIA menyimpan potensi besar dalam pengelolaan kredit karbon yang dapat memainkan peran kunci dalam mengurangi emisi gas rumah kaca global. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Hanif Faisol Nurofiq, dalam acara COP 29 di Baku, Azerbaijan, membuka wacana tentang potensi kredit karbon Indonesia yang telah tercatat mencapai 577 juta ton CO2 antara 2014 hingga 2020.

Ini bukan hanya angka, tetapi sebuah modal besar yang dapat membawa Indonesia dan dunia lebih dekat dalam upaya memerangi perubahan iklim.

Hanif mengungkapkan bahwa potensi besar ini tidak hanya sebatas angka semata, melainkan sebuah ajakan untuk bekerja sama, baik dengan negara maju maupun negara berkembang lainnya.

“Kredit karbon yang kami miliki adalah hasil dari kerja bersama seluruh pihak di Indonesia, dengan dukungan teknologi satelit yang memetakan data secara akurat,” kata Hanif, mengungkapkan betapa pentingnya peran teknologi dalam penghitungan karbon yang efektif.

Modal untuk Menurunkan Emisi Gas Rumah Kaca

Kredit karbon yang dihitung berdasarkan data satelit ini adalah hasil dari program yang dimulai sejak 2014 dan mencakup sektor Forest and Other Land Use (FOLU).

Meskipun angka 577 juta ton karbon ini sudah sangat signifikan, Hanif menjelaskan bahwa potensi kredit karbon di sektor-sektor lain seperti energi, industri, limbah, dan pertanian masih dalam proses perhitungan. Ini menunjukkan betapa besar peluang yang ada untuk memperluas jangkauan pengelolaan karbon Indonesia.

Baca juga: Mempercepat Ekonomi Karbon, Langkah Strategis Keberlanjutan Indonesia

Lebih lanjut, Hanif menegaskan bahwa Indonesia tidak berniat untuk sekadar meminta bantuan finansial dari negara maju dalam pengelolaan kredit karbon. “Kita tidak minta bantuan uang, kita ingin ajak dunia untuk bekerja sama, menurunkan emisi gas rumah kaca,” ujar Hanif.

Pendekatan ini mencerminkan keinginan Indonesia untuk berdiri sejajar dengan negara-negara besar dalam upaya global menanggulangi perubahan iklim.

Kerja Sama Global dalam Aksi Iklim

Dalam ajang COP 29, Indonesia juga mengambil langkah penting dengan menandatangani Mutual Recognition Agreement (MRA), sebuah kesepakatan yang memungkinkan pengakuan bersama antara negara-negara dalam perhitungan kredit karbon.

Baca juga: Pasar Karbon, Kunci Pendapatan Besar Negara yang Terabaikan

Kesepakatan ini menjadi landasan baru dalam kerjasama antar negara, yang diatur dalam Artikel 6.2 Perjanjian Paris. Artikel ini membuka peluang bagi kerja sama sukarela antar negara (Government to Government) dalam menurunkan emisi gas rumah kaca.

Menurut Hanif, Indonesia adalah negara pertama yang mengoperasionalkan model kerja sama ini melalui MRA kredit karbon, suatu prestasi yang patut dicatat dalam peta aksi iklim global.

“Kita menjadi satu-satunya negara yang berhasil mengoperasionalkan Artikel 6.2 dalam konteks penghitungan dan perdagangan kredit karbon,” jelasnya.

Hutan alami di Kecamatan Sukasada, Bali, menjadi bagian penting dalam potensi kredit karbon Indonesia untuk mendukung pengurangan emisi dan pelestarian alam. Foto: Oliver Sjöström/ Pexels.

Potensi Besar, Tantangan yang Tidak Kecil

Namun, di balik potensi besar tersebut, Indonesia menghadapi tantangan dalam mengoptimalkan kredit karbonnya. Salah satunya adalah perluasan cakupan sektor-sektor yang terlibat, serta peningkatan kapasitas negosiasi untuk menarik kolaborasi internasional.

Hanif menekankan bahwa negosiator Indonesia di COP 29 diminta untuk membuka peluang lebih luas dalam mencari mitra global yang dapat berkolaborasi dalam pengurangan emisi.

Baca juga: Misi Indonesia di COP29: Perdagangan Karbon & Pengurangan Emisi

“Percepatan kerja sama internasional sangat dibutuhkan, terutama untuk memastikan bahwa Indonesia tidak hanya menjadi penerima manfaat, tetapi juga menjadi pemimpin dalam kolaborasi global dalam menurunkan gas rumah kaca,” ujarnya.

Baca juga: Bank Dunia Beberkan Peluang Ekonomi Hijau Indonesia

Sebagai negara dengan luas hutan tropis terbesar ketiga di dunia, Indonesia memegang kunci penting dalam pengurangan emisi karbon global. Dengan memanfaatkan kredit karbon yang sudah ada dan mengembangkan sektor lainnya, Indonesia berpotensi menjadi pemain utama dalam aksi iklim internasional.

Kolaborasi sebagai Kunci Sukses

Ke depannya, keberhasilan Indonesia dalam mengelola kredit karbon tidak hanya bergantung pada sumber daya alam yang dimiliki, tetapi juga pada kolaborasi yang terus dijalin dengan negara-negara lain. Dalam kerangka global, pengelolaan karbon Indonesia dapat menjadi model bagi negara-negara berkembang lainnya. Terutama untuk turut serta dalam pengurangan emisi gas rumah kaca, tanpa harus bergantung pada bantuan dana asing.

Baca juga: ADB Genjot Pinjaman Iklim Demi Masa Depan Asia

“Ini adalah kesempatan kita untuk bekerja bersama, tidak hanya mengurangi emisi, tetapi juga memperkuat ekonomi hijau dan berkelanjutan di Indonesia,” ujar Hanif.

Dengan sinergi antara sektor publik, swasta, dan masyarakat, Indonesia dapat memanfaatkan potensi besar ini untuk memberikan dampak positif bagi dunia.

Pada akhirnya, pengelolaan kredit karbon Indonesia bukan hanya soal angka, tetapi soal komitmen bersama untuk menyelamatkan bumi. Dan Indonesia, dengan segala potensinya, siap untuk mengambil peran lebih besar dalam perubahan iklim global yang berkelanjutan. ***

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *