DI TENGAH ancaman abrasi yang terus meningkat, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, kini menjadi pusat perhatian dalam upaya rehabilitasi mangrove. Program ini digagas oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dengan target penanaman mangrove seluas 700-800 hektare. Upaya tersebut tak hanya bertujuan mengatasi abrasi, tetapi juga menjadi langkah strategis menghadapi perubahan iklim.
Mangrove: Tameng Alami di Pesisir Demak
Abrasi di Demak telah menghancurkan ribuan hektare tambak produktif, seperti di Pantai Morodemak, Desa Purworejo. Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menegaskan pentingnya mangrove sebagai solusi alami. “Mangrove bukan hanya pelindung pesisir, tetapi juga penyelamat ekosistem yang terancam abrasi,” ujarnya saat menanam bibit mangrove, Kamis (26/12).
Menurut data KLH, sekitar 770.000 hektare habitat mangrove di Indonesia mengalami degradasi. Dari jumlah itu, 570.000 hektare berada di wilayah tambak, termasuk di Demak. Proyek rehabilitasi ini diharapkan menjadi percontohan nasional, dengan dukungan penuh pemerintah selama tiga tahun hingga mangrove tumbuh optimal.
Indonesia Rumah bagi 23,5% Mangrove Dunia
Indonesia memiliki luas mangrove mencapai 3,44 juta hektare, atau sekitar 23,5% dari total mangrove dunia. Angka ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan ekosistem mangrove terbesar di dunia. Namun, potensi ini terancam oleh degradasi masif akibat aktivitas manusia dan perubahan iklim.
Baca juga: Mangrove, Solusi Alami Hemat $855 Miliar untuk Banjir
Di Demak, abrasi semakin parah sejak 2017. Vegetasi mangrove nyaris hilang, tergantikan oleh tambak dan aktivitas masif lainnya. Menteri Hanif menyebutkan bahwa rehabilitasi mangrove tak hanya mengembalikan fungsi ekologis, tetapi juga menjadi langkah mitigasi perubahan iklim yang efektif.
Efisiensi Anggaran dan Dampak Sosial
Menurut Bupati Demak, Eisti’anah, rehabilitasi mangrove adalah solusi yang lebih efisien dibandingkan pembangunan tanggul laut. Dengan anggaran yang lebih terjangkau, manfaat mangrove tidak hanya melindungi pesisir tetapi juga mendukung perekonomian masyarakat lokal.
Baca juga: Jalan Melingkar Konservasi Alam Indonesia
Mangrove memiliki nilai ekonomi tinggi, mulai dari pengelolaan ekowisata hingga pemanfaatan produk turunan seperti madu dan kerajinan. “Program ini diharapkan mampu memberdayakan masyarakat pesisir, sekaligus menjadi solusi jangka panjang menghadapi perubahan iklim,” tambah Eisti’anah.

Mangrove sebagai Percontohan Global
Proyek rehabilitasi mangrove di Demak juga berpotensi menarik perhatian dunia internasional. Menteri Hanif optimis, jika program ini berhasil, dukungan global untuk melawan perubahan iklim akan mengalir ke Indonesia.
“Mangrove adalah solusi berbasis alam yang dapat menjadi model global. Jika dikelola dengan baik, rehabilitasi mangrove di Demak akan memberikan dampak positif tidak hanya secara lokal tetapi juga global,” jelasnya.
Baca juga: Mangrove, Penjaga Garis Pantai yang Kian Tergerus
Mangrove berfungsi sebagai penyerap karbon alami, membantu menurunkan emisi gas rumah kaca, dan melindungi biodiversitas pesisir. Dengan meningkatnya frekuensi bencana akibat perubahan iklim, investasi pada solusi seperti mangrove menjadi sangat penting.
Harapan untuk Masa Depan yang Lebih Hijau
Proyek mangrove di Demak menjadi bukti bahwa solusi berbasis alam bisa efektif menghadapi tantangan besar seperti abrasi dan perubahan iklim. Namun, keberhasilannya membutuhkan kolaborasi semua pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan komunitas internasional.
Baca juga: Negara-negara Penjaga Oksigen Bumi
Dengan rehabilitasi mangrove yang terencana dan terukur, Kabupaten Demak tidak hanya mengembalikan fungsi ekosistemnya tetapi juga menunjukkan bahwa langkah kecil bisa membawa perubahan besar. Upaya ini memberi harapan untuk masa depan yang lebih hijau dan tangguh. ***
- Foto Ilustrasi/ Ravena Lages/ Pexels.