Mengurai Masalah Sampah di Indonesia, dari Hulu hingga Hilir

SOROTAN kembali tertuju pada permasalahan sampah di Indonesia, setelah Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menyampaikan data mengejutkan dalam acara Aksi Bersih Sampah Laut di Kuta, Bali. Masalah ini tidak hanya menjadi isu nasional. Tetapi, juga global dengan dampak yang meluas hingga perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, dan meningkatnya pencemaran laut.

“Pengelolaan sampah masih menjadi tantangan besar. Pada tahun 2024, diperkirakan 38 persen sampah global belum terkelola dengan baik,” ujar Hanif.

56,63 Juta Ton Sampah Nasional di 2023

Di Indonesia, jumlah timbunan sampah nasional pada tahun 2023 mencapai 56,63 juta ton. Namun, hanya 39 persen dari total tersebut yang berhasil dikelola. Artinya, sekitar 60 persen sampah masih menjadi ancaman besar bagi lingkungan.

“Dari 550 tempat pemrosesan akhir (TPA) di Indonesia, lebih dari 54 persen masih menggunakan metode open dumping yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008,” ungkap Hanif.

Baca juga: 60% TPA di Indonesia Hanya Menumpuk Sampah

Metode open dumping ini memperburuk masalah lingkungan, mulai dari pencemaran udara hingga meningkatnya emisi gas rumah kaca. Pemandangan sampah yang mencemari laut, seperti yang terlihat di Pantai Kuta, menjadi bukti nyata kegagalan pengelolaan sampah.

Sampah Laut, 80 Persen Berasal dari Daratan

Data empirik menunjukkan bahwa 80 persen sampah laut berasal dari aktivitas di daratan. Sementara 20 persen sisanya berasal dari aktivitas pesisir dan laut. Situasi ini semakin diperparah oleh kebocoran sampah dari lingkungan dan pengelolaan TPA yang belum memadai.

“Paradigma lama yang hanya fokus pada pengelolaan sampah di TPA harus ditinggalkan. Kita harus beralih ke pengelolaan sampah di hulu dan mendorong industrialisasi pengolahan sampah,” kata Hanif.

Bali, Destinasi Wisata yang Rentan

Sebagai destinasi wisata unggulan, Bali menghadapi tekanan besar terkait pengelolaan sampah. Berdasarkan data 2023, tingkat pengurangan sampah di Bali baru mencapai 14,32 persen. Dengan demikian, lebih dari 82 persen sampah di provinsi ini masih belum terkelola dengan baik.

“Kebersihan adalah salah satu daya tarik utama Bali sebagai tujuan wisata. Jika masalah sampah ini tidak segera diselesaikan, daya tarik Bali akan tergerus,” tambah Hanif.

Sekitar 80 persen sampah laut berasal dari aktivitas di daratan, menuntut solusi konkret untuk menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan. Foto: Tom Fisk/ Pexels.

Perpres Nomor 83 Tahun 2018, Antara Harapan dan Realitas

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut. Sayangnya, implementasinya masih jauh dari kata optimal.

Baca juga: Insentif Plastik, Antara Keuntungan Industri dan Kerugian Lingkungan

“Operasionalisasi Perpres ini belum signifikan. Kita masih menghadapi kebocoran sampah di lingkungan dan pengelolaan TPA yang belum sesuai standar,” ungkap Hanif.

Solusi dari Hulu ke Hilir

Penanganan masalah sampah di Indonesia membutuhkan pendekatan holistik dari hulu ke hilir. Langkah ini mencakup:

  1. Edukasi masyarakat untuk mengurangi produksi sampah.
  2. Pengembangan teknologi pengolahan sampah.
  3. Penguatan kerjasama lintas sektor untuk mendukung industrialisasi pengelolaan sampah.

Selain itu, peran masyarakat, pelaku industri, dan pemerintah daerah sangat penting untuk memastikan pengelolaan sampah berjalan efektif.

Mengelola Sampah, Menjaga Masa Depan

Masalah sampah tidak hanya soal kebersihan lingkungan, tetapi juga masa depan. Tanpa pengelolaan yang baik, dampak buruk seperti pencemaran air, tanah, dan udara akan terus meningkat, mengancam kesehatan manusia dan keseimbangan ekosistem.Hanif menegaskan, Ini adalah tugas kita bersama. Penanganan sampah membutuhkan komitmen semua pihak.

Baca juga: Indonesia Perlu Lebih Serius Tangani Limbah Makanan

Dengan langkah konkret dan kolaborasi yang solid, Indonesia dapat mengubah tantangan ini menjadi peluang untuk menciptakan masa depan yang lebih bersih dan berkelanjutan. ***

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *