Jejak Karbon di Ruang Operasi, Saatnya Medis Hijau Jadi Prioritas

SEKTOR kesehatan selama ini dikenal sebagai penyelamat hidup. Namun siapa sangka, di balik perannya yang mulia, dunia medis juga menyumbang jejak karbon yang tidak kecil. Prosedur-prosedur penyelamatan, seperti endoskopi gastrointestinal, ternyata punya dampak lingkungan yang signifikan.

Gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan dari penggunaan alat sekali pakai, konsumsi energi tinggi, serta limbah medis menjadi masalah serius yang tak boleh diabaikan.

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dan Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam, Profesor Ari Fahrial Syam, menyuarakan urgensi perubahan. Menurutnya, dunia kesehatan harus segera bertransformasi menjadi lebih hijau dan berkelanjutan.

Hal ini didukung oleh laporan terbaru dari The Asian Pacific Association of Gastroenterology (APAGE), yang menunjukkan bagaimana prosedur gastroenterologi memberi kontribusi besar terhadap emisi karbon global. Bersama 22 pakar dari berbagai negara, Profesor Ari menyusun serangkaian rekomendasi berbasis riset untuk menekan dampak lingkungan dari prosedur medis.

Teknologi, Edukasi, dan Efisiensi

Salah satu rekomendasi utama adalah memanfaatkan teknologi berbasis kecerdasan buatan (AI) dalam proses diagnosis. Penggunaan AI dalam endoskopi memungkinkan peningkatan ketepatan deteksi penyakit, sekaligus mengurangi kebutuhan biopsi yang tidak perlu.

Baca juga: Jejak Karbon Farmasi, Efek Samping yang Jarang Disadari

Selain itu, praktik telemedicine dianggap sebagai solusi strategis untuk mengurangi mobilitas pasien. Ini bukan hanya efisien secara waktu dan biaya, tapi juga mengurangi jejak karbon dari transportasi.

“Praktik hijau bukan berarti menurunkan kualitas layanan. Justru, ini mendorong efisiensi dan inovasi dalam sistem pelayanan kesehatan,” ujar Profesor Ari. Ia menambahkan, Indonesia sebagai negara berkembang dengan jumlah penduduk besar harus mulai mengadopsi pendekatan ini.

Ilustrasi prosedur endoskopi gastrointestinal yang menjadi sorotan dalam upaya menekan jejak karbon sektor medis. Foto: Ilustrasi/ Alexandra Haddad/ Pexels.

Langkah-langkah kecil seperti mengurangi prosedur yang tidak perlu, mendaur ulang instrumen medis yang memungkinkan, dan optimalisasi sumber daya sudah cukup memberi dampak besar bila dilakukan secara kolektif.

Bisa Dimulai dari Institusi Pendidikan dan Riset

Penerapan prinsip ramah lingkungan dalam dunia kesehatan memang bukan tanpa tantangan. Terutama di negara-negara berkembang yang masih menghadapi isu keterbatasan fasilitas, anggaran, hingga sumber daya manusia.

Namun, Profesor Ari optimistis bahwa perubahan bisa dimulai dari institusi pendidikan dan riset. FKUI, sebagai lembaga akademik terdepan di Indonesia, disebutnya memiliki tanggung jawab besar untuk menjadi motor penggerak transformasi ini.

Baca juga: Jejak Karbon AI, Tantangan Baru dalam Keberlanjutan Teknologi

Melalui kurikulum, pelatihan, serta penelitian, FKUI diharapkan dapat menanamkan kesadaran lingkungan kepada calon tenaga medis sejak dini. “Kita tidak bisa hanya bicara kesehatan manusia tanpa memperhatikan kesehatan planet ini,” tegasnya, mengutip situs web UI.

Menuju Sistem Kesehatan Hijau

Langkah-langkah APAGE dalam menyusun position statement untuk praktik gastroenterologi berkelanjutan dianggap sebagai babak baru dalam dunia medis global. Dokumen ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam merumuskan kebijakan lokal, termasuk di Indonesia.

Misi besar ini bukan hanya menyangkut lingkungan, tapi juga soal keadilan dan keberlanjutan sistem layanan kesehatan. Rumah sakit dan klinik tak lagi bisa hanya mengandalkan pendekatan konvensional. Perubahan paradigma perlu dilakukan—dari rumah sakit sebagai pusat penyembuhan, menjadi juga pelindung lingkungan.

Dengan kolaborasi antara akademisi, praktisi, dan pembuat kebijakan, masa depan dunia medis yang berkelanjutan bukanlah mimpi. Ini adalah langkah logis, etis, dan mendesak.

Kini, tinggal bagaimana kita, sebagai bagian dari ekosistem kesehatan, meresponsnya. Apakah tetap nyaman dengan praktik lama? Atau ikut bergerak menuju sistem yang lebih hijau dan bertanggung jawab? ***

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *