Pariwisata Berkelanjutan, Tonggak Sejarah Baru di COP29

TIDAK kurang dari 52 negara membuat sejarah dalam Konferensi Perubahan Iklim COP29 di Baku, Azerbaijan. Deklarasi COP29 Declaration for Enhanced Climate Action in Tourism menjadi salah satu sorotan, menandai pertama kalinya sektor pariwisata masuk dalam agenda aksi perubahan iklim PBB. Langkah ini dianggap sebagai pencapaian besar dalam mendorong pariwisata berkelanjutan di tengah krisis iklim yang semakin mendesak.

Pariwisata dalam Pusaran Krisis Iklim

Industri pariwisata global dikenal sebagai salah satu pendorong ekonomi utama, menyumbang sekitar 3 persen dari produk domestik bruto (PDB) dunia. Namun, dampak lingkungannya tidak bisa diabaikan. Dengan emisi gas rumah kaca mencapai 8,8 persen dari total emisi global, sektor ini menghadapi tekanan besar untuk berubah.

“Pada COP29, kita mencapai tonggak sejarah karena untuk pertama kalinya turisme dimasukkan dalam agenda Aksi Konferensi Perubahan Iklim PBB,” ungkap Direktur Eksekutif Badan Turisme PBB (UN Tourism), Zoritsa Urosevic.

Baca juga: 2 Desa Wisata Indonesia Terbaik Dunia 2024

Bagi negara-negara berkembang, pariwisata adalah pilar ekonomi penting. Namun, sektor ini juga termasuk yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim, seperti kenaikan permukaan air laut, cuaca ekstrem, hingga degradasi ekosistem.

Komitmen Global untuk Masa Depan

Sebanyak 52 negara yang menandatangani deklarasi ini berkomitmen untuk memasukkan pariwisata dalam dokumen iklim nasional mereka, seperti Nationally Determined Contributions (NDC). Ini berarti setiap negara harus merancang strategi pariwisata berkelanjutan yang selaras dengan target pengurangan emisi. Tenggat waktu pembaruan NDC ini adalah Februari 2025.

Baca juga: Pariwisata Masa Kini, Menggabungkan Koneksi Komunitas dan Keberlanjutan

Deklarasi ini juga memicu lahirnya berbagai inisiatif pendukung. Salah satunya adalah kerangka kerja keberlanjutan dari World Sustainable Hospitality Alliance. Aliansi ini bertujuan untuk mengukur dan melaporkan dampak lingkungan dari industri perhotelan, mencakup emisi gas rumah kaca, penggunaan air, energi, serta pengelolaan limbah.

“Data yang kami kumpulkan akan membantu tidak hanya industri pariwisata, tetapi juga wisatawan, untuk memahami dampak dari aktivitasnya,” jelas CEO World Sustainable Hospitality Alliance, Glenn Mandziuk.

Desa Wisata Jatiluwih, Bali, menjadi contoh nyata pariwisata berkelanjutan. Sebagai destinasi yang memadukan keindahan alam dan tradisi lokal, Jatiluwih mencerminkan semangat deklarasi COP29: menjadikan pariwisata sebagai agen perubahan dalam menghadapi krisis iklim. Foto: Mikhail Nilov/ Pexels.

Mendorong Kesadaran Global

Deklarasi ini juga menjadi peluang besar untuk meningkatkan kesadaran publik. Dengan wisatawan yang semakin peduli pada keberlanjutan, sektor pariwisata memiliki kesempatan untuk menjadi agen perubahan positif. Misalnya, promosi destinasi ramah lingkungan atau penerapan standar keberlanjutan dalam operasional hotel dan maskapai penerbangan.

Baca juga: Peluang Kerja Baru dari Keindahan Alam Indonesia

Kepala Badan Pariwisata Azerbaijan, Kanan Gasimov, menekankan pentingnya aksi kolektif ini. “Masa depan pariwisata sangat bergantung pada apa yang kita lakukan hari ini untuk mengatasi perubahan iklim,” katanya.

Kesenjangan Antara Ambisi Global dan Praktik di Lapangan

Meskipun deklarasi ini adalah langkah besar, implementasinya akan menghadapi tantangan. Banyak negara berkembang membutuhkan dukungan finansial dan teknologi untuk menerapkan pariwisata berkelanjutan. Selain itu, kesenjangan antara ambisi global dan praktik di lapangan seringkali menjadi hambatan.

Baca juga: 5 Destinasi Andalan Pariwisata Indonesia

Namun, ada harapan besar bahwa langkah ini akan membuka jalan bagi transformasi sektor pariwisata menjadi lebih hijau, tangguh, dan inklusif. Dengan memasukkan pariwisata ke dalam agenda iklim global, dunia mengakui peran pentingnya dalam mencapai tujuan keberlanjutan yang lebih luas.

Deklarasi COP29 ini bukan sekadar dokumen. Ini adalah seruan untuk aksi nyata. Negara-negara, industri, dan wisatawan diharapkan bisa bersama-sama menjadikan pariwisata sebagai kekuatan untuk melawan krisis iklim. Transformasi ini tidak hanya penting bagi kelangsungan sektor pariwisata, tetapi juga bagi planet yang kita tinggali. ***

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *