PEMBANGKIT Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) digadang-gadang menjadi solusi dua masalah sekaligus: limbah perkotaan yang menumpuk dan kebutuhan energi berkelanjutan. Namun, sejak ditetapkan tujuh tahun lalu dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 35 Tahun 2018, proyek ini masih jauh dari target. Dari 12 kota yang masuk dalam skema percepatan, hanya Surabaya dan Surakarta yang berhasil mengoperasikan PLTSa.
Menteri Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), mengakui tantangan besar masih menghadang implementasi PLTSa di 10 kota lainnya, termasuk Jakarta, Tangerang Selatan, Bandung, dan Makassar.
Tantangan di Lapangan
Meski potensi energi dari sampah kota begitu besar, berbagai hambatan teknis, regulasi, hingga pendanaan masih membayangi realisasi proyek ini. Beberapa faktor utama yang menyebabkan proyek ini tersendat di antaranya:
- Perizinan dan Regulasi – Pemerintah daerah menghadapi kendala dalam memperoleh izin lingkungan dan administratif. Regulasi terkait pengelolaan sampah menjadi energi masih belum sepenuhnya sinkron antara pusat dan daerah.
- Skema Pendanaan yang Rumit – Investasi dalam teknologi PLTSa memerlukan dana besar. Beberapa kota kesulitan menarik investor karena belum adanya jaminan keberlanjutan proyek dalam jangka panjang.
- Teknologi dan Infrastruktur – PLTSa memerlukan teknologi canggih untuk memproses sampah secara efisien dan ramah lingkungan. Namun, banyak kota belum memiliki infrastruktur pendukung yang memadai.
Perintah Evaluasi dari Presiden
Dalam Rapat Terbatas di Istana Kepresidenan Jakarta, Presiden Prabowo Subianto meminta AHY untuk segera membentuk Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Penanganan dan Pengelolaan Sampah Nasional. Satgas ini akan mengidentifikasi kendala utama di tiap kota dan merumuskan solusi yang dapat diterapkan segera.
Baca juga: 30 Kota Siap Ubah Sampah Jadi Energi, 2029 Jadi Target
“Kita ingin mengevaluasi mana saja yang perlu dicarikan solusinya. Sebab, target kita bukan hanya menekan volume sampah, tetapi juga menjadikannya sumber energi,” ujar AHY.

Belajar dari Surabaya dan Surakarta
Dua kota yang telah sukses menjalankan PLTSa, Surabaya dan Surakarta, bisa menjadi contoh bagi daerah lain. Di Surabaya, PLTSa Benowo mampu menghasilkan listrik dari sampah dan sudah terintegrasi dengan jaringan listrik nasional. Keberhasilannya tak lepas dari kolaborasi antara pemerintah daerah, investor, dan masyarakat dalam sistem pengelolaan sampah yang efektif.
Baca juga: Bank Sampah, Tulang Punggung Industri Daur Ulang yang Masih Kekurangan Pasokan
Di Surakarta, PLTSa juga sudah beroperasi meskipun dalam skala yang lebih kecil. Keberhasilan dua kota ini menunjukkan bahwa dengan komitmen dan koordinasi yang kuat, tantangan teknis dan regulasi bisa diatasi.
Arah Kebijakan ke Depan
Dengan terbentuknya Satgas, evaluasi akan dilakukan untuk memastikan setiap kota bisa segera mengimplementasikan PLTSa. Pendekatan multisektor yang melibatkan pemerintah pusat, daerah, investor, dan masyarakat menjadi kunci keberhasilan.
Baca juga: Indonesia Dapat Dana 4,5 Juta Dolar, Mampukah Atasi Krisis Sampah Plastik?
Selain itu, percepatan perizinan dan insentif bagi investor diharapkan dapat mendorong lebih banyak kota untuk segera merealisasikan proyek ini.
Saat dunia beralih ke energi bersih, Indonesia tak boleh tertinggal. Pengelolaan sampah yang berorientasi energi bukan hanya tentang kebersihan kota, tetapi juga masa depan keberlanjutan negeri ini. ***
- Foto: Facebook/ Asosiasi Daerah Penghasil Migas dan Energi Terbarukan – PLTSa Benowo Surabaya.