JAKARTA kembali menghadapi polemik pengelolaan sampah. Kali ini, sorotan tertuju pada fasilitas Refuse Derived Fuel (RDF) di Rorotan, Jakarta Utara. Proyek yang digadang-gadang sebagai solusi inovatif ini justru menuai kritik tajam dari Greenpeace Indonesia. Mereka menilai RDF Rorotan bukan hanya gagal menyelesaikan akar masalah, tetapi juga berpotensi membahayakan lingkungan dan kesehatan warga sekitar.
Bau Menyengat dan Risiko Kesehatan
Greenpeace Indonesia menyebut RDF Rorotan sebagai “solusi palsu”. Sejak beroperasi, fasilitas ini menimbulkan bau menyengat yang mengganggu warga sekitar. Tak hanya itu, polusi udara yang dihasilkan diduga memicu peningkatan kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada anak-anak.
“Selain tidak menyelesaikan akar masalah, proses RDF menghasilkan polusi udara yang signifikan, memperburuk kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat,” ungkap Kepala Greenpeace Indonesia, Leonard Simanjuntak, Senin (24/3/2025).
Baca juga: 30 Kota Siap Ubah Sampah Jadi Energi, 2029 Jadi Target
Riset International Pollutants Elimination Network (IPEN) mengungkap fakta lain yang mengkhawatirkan. Limbah RDF mengandung hingga 50 persen plastik campuran yang tergolong limbah berbahaya. Ketika dibakar di kiln semen dan insinerator, partikel beracun yang dilepaskan dapat mencemari udara dan membahayakan kesehatan manusia.
Apakah RDF Efektif Mengatasi Krisis Sampah?
RDF bertujuan mengubah sampah menjadi bahan bakar alternatif. Namun, efektivitasnya dalam mengurangi timbunan sampah di Jakarta masih dipertanyakan. RDF di Bantargebang, misalnya, hanya mampu mengolah 1.500–2.000 ton sampah per hari. Sementara itu, total sampah yang masuk ke TPST Bantargebang mencapai 7.500–8.000 ton per hari.
Baca juga: Revolusi Sampah Indonesia, Akhir dari Open Dumping Dimulai
Artinya, RDF hanya mampu menangani sekitar 20–25 persen dari total sampah yang masuk. Sisanya tetap menumpuk di tempat pembuangan akhir (TPA), memperpanjang persoalan tanpa solusi fundamental.
Janji Pemprov dan Tantangan Implementasi
Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, menanggapi keluhan warga dengan menyatakan bahwa teknologi RDF di Rorotan menggunakan mesin dari Eropa. Menurutnya, bau tak sedap muncul akibat proses commissioning atau uji coba yang menggunakan sampah lama.
“Saya sudah menginstruksikan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) untuk segera melakukan perbaikan. Selain itu, akan dipasang alat pemantau kualitas udara dalam radius 4–5 km dari RDF Plant Rorotan,” ujar Pramono.

Pemprov DKI juga berjanji menanggung biaya pengobatan warga yang terdampak. Sementara itu, DLH telah mulai mengosongkan 800 ton sampah lama dari bunker RDF untuk mengurangi dampak bau.
Namun, perbaikan teknis saja tidak cukup. Masalah utama justru terletak pada sistem pengelolaan sampah yang belum berbasis pemilahan sejak dari sumbernya. RDF mengolah sampah yang bercampur, yang akhirnya menciptakan limbah berbahaya ketika dibakar. Greenpeace menilai bahwa tanpa pemilahan yang ketat, RDF hanya akan menjadi bagian dari siklus pencemaran baru.
Solusi Berkelanjutan, Kurangi Sampah dari Hulu
Alih-alih bergantung pada RDF, Greenpeace mendorong pemerintah untuk menerapkan strategi yang lebih berkelanjutan. Beberapa langkah yang direkomendasikan meliputi:
- Pengurangan Plastik Sekali Pakai: Regulasi yang lebih ketat terhadap kemasan sekali pakai perlu diperkuat untuk menekan jumlah sampah plastik sejak awal.
- Sistem Guna Ulang: Pemerintah bisa memberikan insentif bagi industri yang menerapkan sistem refill dan kemasan ulang.
- Pemilahan Sampah di Sumbernya: Warga perlu didorong untuk memilah sampah organik dan anorganik guna meningkatkan efektivitas daur ulang.
- Ekonomi Sirkular: Mendorong inovasi pengelolaan sampah berbasis ekonomi sirkular, di mana limbah dapat dimanfaatkan kembali tanpa merusak lingkungan.
Baca juga: PLTSa di 12 Kota Masih Mandek, Evaluasi Jadi Kunci Percepatan
Tanpa perubahan fundamental dalam sistem pengelolaan sampah, fasilitas seperti RDF hanya akan menjadi solusi jangka pendek yang mengalihkan masalah tanpa benar-benar menyelesaikannya.
Jakarta Butuh Solusi
Jakarta membutuhkan solusi yang lebih holistik dalam mengatasi krisis sampah. RDF bisa menjadi bagian dari strategi pengelolaan sampah, tetapi bukan solusi utama. Jika tetap mengabaikan aspek pemilahan dan mengandalkan pembakaran, fasilitas ini justru bisa menambah beban pencemaran.
Baca juga: Jakarta Utara, Laboratorium Pengelolaan Sampah untuk Indonesia
Ke depan, pengurangan sampah di hulu harus menjadi prioritas. Tanpa itu, setiap teknologi pengolahan sampah—semaju apa pun—akan selalu kewalahan menghadapi volume sampah yang terus meningkat. ***
- Foto: Pemprov Jakarta – RDF Plant Rorotan, Jakarta Utara.