INDONESIA tengah menghadapi tantangan besar dalam transisi energi, terutama terkait dengan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan mencapai target net zero emissions. Namun, pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), yang mengungkapkan bahwa program pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara tidak bisa dipaksakan karena keterbatasan anggaran, menjadi sorotan. Langkah ini berpotensi memperlambat kemajuan Indonesia dalam mengurangi emisi dan meningkatkan kapasitas energi terbarukan.
Keberlanjutan sektor energi di Indonesia, yang seharusnya menjadi prioritas, justru terhambat oleh kebijakan yang kontradiktif. Sementara pemerintah mengungkapkan keterbatasan anggaran untuk mendukung transisi energi, di sisi lain, mereka masih memberikan berbagai insentif kepada industri batu bara.
Baca juga: Permintaan Batu Bara Melonjak di Tengah Ambisi Transisi Energi
Salah satunya adalah royalti nol persen untuk batu bara dan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) yang memperpanjang usia PLTU batubara. Di tengah kebijakan ini, langkah untuk mempercepat pensiun dini PLTU menjadi lebih sulit tercapai.
Transisi Energi, Tantangan Anggaran dan Kebijakan Fiskal
Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Bondan Andriyanu, menilai pernyataan Menteri ESDM tersebut menggambarkan komitmen pemerintah yang terkesan setengah hati dalam mendukung transisi energi. Ia menegaskan bahwa untuk mewujudkan transisi yang sejati, anggaran negara dan kebijakan fiskal harus difokuskan untuk mendukung energi terbarukan, bukan malah memberikan subsidi kepada industri batu bara.
Baca juga: Transisi Energi Berkeadilan, Indonesia dan Malaysia di Bayang-bayang Jepang?
Salah satu hal yang menghambat percepatan transisi adalah kebijakan fiskal yang masih pro terhadap sektor batu bara. Kebijakan tersebut tidak hanya mencakup insentif pajak, tetapi juga penghapusan penerapan pajak karbon untuk PLTU. Padahal, pemberlakuan pajak karbon bisa menjadi sinyal kuat bagi para investor dan masyarakat global bahwa Indonesia serius dalam upaya dekarbonisasi sektor energi.
Mencari Pembiayaan Swasta untuk Transisi Energi
Keterbatasan anggaran negara menjadi alasan yang semakin mendalam mengapa transisi energi di Indonesia perlu mendapat dukungan pembiayaan dari sektor swasta. Namun, kebijakan yang tidak konsisten hanya akan memberi sinyal yang membingungkan bagi lembaga keuangan internasional, yang sangat dibutuhkan untuk mendukung perubahan menuju energi bersih.

Investor yang melihat ketidakkonsistenan dalam kebijakan ini dapat kehilangan kepercayaan terhadap komitmen Indonesia. Kepercayaan investor adalah faktor kunci dalam mendorong investasi di sektor energi terbarukan, yang sangat diperlukan untuk mempercepat transisi energi di Indonesia.
Mendukung Transisi Energi Melalui Kerja Sama Internasional
Dalam konteks kerja sama internasional, Bondan menanggapi pernyataan Menteri ESDM yang menginginkan Indonesia mengikuti langkah Amerika Serikat yang berencana keluar dari Perjanjian Paris pada 2025. Bondan menegaskan bahwa Indonesia seharusnya tidak memperlambat transisi energi hanya karena alasan tersebut. Sebaliknya, situasi ini harus menjadi kesempatan untuk memperkuat kerja sama dengan negara-negara maju yang tetap berkomitmen pada dekarbonisasi sektor energi.
Baca juga: Apa yang Hilang dalam Investasi Transisi Energi US$ 2 Triliun?
Uni Eropa, Jepang, dan China adalah beberapa negara yang tetap menjaga komitmennya terhadap perubahan iklim dan transisi energi. Indonesia, dengan posisi geografis dan ekonomi yang strategis, bisa mencari dukungan lebih besar dari negara-negara ini untuk mempercepat transisi energi yang lebih adil dan berkelanjutan.
Konsistensi Kebijakan untuk Kredibilitas Global
Dalam forum G20, Presiden Prabowo juga menegaskan bahwa transisi energi adalah prioritas Indonesia. Untuk menjaga kredibilitas Indonesia di mata dunia, pemerintah harus melaksanakan kebijakan transisi energi secara konsisten. Langkah progresif seperti pengalihan subsidi energi fosil ke energi bersih, memperketat standar emisi untuk PLTU, dan memastikan transisi yang adil bagi masyarakat terdampak sangat penting dilakukan.
Baca juga: Indonesia dan Paris Agreement, Menakar Keadilan dalam Transisi Energi
Langkah-langkah ini tidak hanya menunjukkan komitmen Indonesia dalam upaya global mengurangi emisi karbon, tetapi juga membuka peluang untuk mendorong investasi di sektor energi terbarukan yang dapat menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan ketahanan energi nasional.
Pemerintah Indonesia perlu lebih konsisten dan berani mengambil kebijakan yang mendukung transisi energi yang lebih adil dan berkelanjutan. Dengan komitmen yang jelas dan dukungan yang cukup dari sektor swasta, Indonesia memiliki potensi untuk menjadi contoh negara berkembang yang berhasil mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan mencapai target dekarbonisasi. Dengan kebijakan yang tepat dan kerjasama internasional yang solid, Indonesia bisa memastikan masa depan energi yang lebih bersih dan berkelanjutan. ***
- Foto: Ilustrasi/ Richard Palocsányi/ Pexels.