190 Tambang Disetop, Ujian Serius Tata Kelola Minerba Indonesia

KEMENTERIAN Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengambil langkah tegas. Sebanyak 190 tambang mineral dan batu bara dihentikan sementara operasinya sejak 18 September 2025. Keputusan ini ditandai dengan terbitnya surat resmi Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Nomor T-1533/MB.07/DJB.T/2025.

Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung, menyebut penghentian ini dilakukan untuk memastikan seluruh kewajiban perusahaan dipatuhi. “Banyak perusahaan melampaui rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) yang telah disetujui. Padahal kewajiban utama adalah menjalankan reklamasi dan pengelolaan sesuai izin,” kata Yuliot di Jakarta, Selasa (23/9).

Dari total perusahaan yang dikenai sanksi, 93 bergerak di batu bara dan 97 di mineral. Masalah utama yang ditemukan adalah kelebihan produksi di luar RKAB serta kelalaian reklamasi. Padahal, reklamasi menjadi syarat penting untuk memulihkan lahan pasca tambang.

Baca juga: Dari Parlemen, Prabowo Nyatakan Perang Terbuka pada Mafia Tambang Ilegal

Selain aspek teknis, kepatuhan ini juga terkait tanggung jawab lingkungan. Ketika reklamasi diabaikan, risiko kerusakan ekosistem meningkat—mulai dari erosi, pencemaran air, hingga hilangnya tutupan vegetasi. Kondisi inilah yang dikhawatirkan menjadi beban jangka panjang bagi masyarakat sekitar.

Sanksi, Bukan Akhir

Penghentian operasi tidak berarti perusahaan lepas tangan. Dalam surat edaran, Ditjen Minerba menegaskan perusahaan tetap wajib melakukan perawatan tambang, pengelolaan limbah, serta pemantauan lingkungan. Sanksi otomatis gugur bila perusahaan telah melengkapi dokumen rencana reklamasi dan menempatkan jaminan reklamasi.

Langkah ini diharapkan menjadi momentum perbaikan tata kelola. Menurut Yuliot, “Jika perusahaan menjalankan kegiatan sesuai izin, tidak akan ada masalah. Sanksi ini justru memberi waktu untuk introspeksi.”

ESDM hentikan sementara 190 tambang mineral dan batu bara. Produksi kebablasan dan reklamasi lalai jadi alasan utama. Sanksi dicabut bila kewajiban dipenuhi.  Desain Grafis: Daffa Attarikh/ SustainReview.

Bagi pelaku usaha, penghentian sementara tentu berdampak pada cash flow, tenaga kerja, hingga kontrak pasokan. Namun, pemerintah menegaskan kepastian usaha hanya bisa ditegakkan jika aturan ditaati.

Bagi pengambil kebijakan, langkah ini menjadi alarm penting. Indonesia sedang gencar mendorong investasi hilirisasi minerba. Tanpa kepatuhan dasar seperti reklamasi, citra Indonesia sebagai negara tujuan investasi berkelanjutan bisa tercoreng.

Baca juga: Darurat Ekologi, Satwa Liar Sumatera dan Sulawesi Terdesak Perkebunan dan Tambang

Praktisi lingkungan menilai keputusan ESDM patut diapresiasi. Ini sinyal bahwa pemerintah tak hanya mengejar penerimaan negara dari royalti, tetapi juga menuntut komitmen keberlanjutan. Tantangannya adalah memastikan evaluasi berjalan konsisten dan tidak berhenti di atas kertas.

Jalan Panjang Reformasi Tata Kelola Tambang

Penghentian 190 tambang hanyalah bagian dari puzzle besar tata kelola sumber daya alam. Indonesia telah lama menghadapi dilema: bagaimana menyeimbangkan kepentingan ekonomi dengan keberlanjutan lingkungan.

Baca juga: Raksasa Tertidur Panas Bumi, Bisakah Indonesia Bangun di 2030?

Dengan cadangan batu bara dan mineral strategis yang masih besar, pengawasan ketat menjadi kunci. Evaluasi berkala terhadap RKAB, penempatan jaminan reklamasi, serta transparansi laporan produksi perlu terus diperkuat.

Langkah ESDM ini bisa dibaca sebagai ujian awal. Apakah industri mampu menjawab tuntutan global akan praktik pertambangan yang lebih bertanggung jawab, atau justru tersandung oleh kelalaian lama yang berulang? ***

  • Foto: Ilustrasi/ Tom Fisk/ Pexels Kementerian ESDM menghentikan sementara 190 tambang mineral dan batu bara. Evaluasi reklamasi dan kepatuhan RKAB jadi alasan utama.
Bagikan