DI TENGAH meningkatnya tekanan global atas krisis iklim, Indonesia mengambil langkah berani. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyiapkan dua strategi utama untuk mempercepat transisi menuju industri hijau. Tujuannya jelas: menurunkan emisi sektor industri hingga 43 persen pada 2030 dan mencapai net zero emission (NZE) di tahun 2050.
Langkah ini tidak sederhana. Tapi urgensinya tak bisa ditunda. Industri merupakan salah satu penyumbang emisi terbesar di Indonesia. Bila tidak dikelola dengan strategi jangka panjang, sektor ini bisa menjadi beban dalam pencapaian komitmen iklim nasional dan global.
Revisi Kebijakan, Titik Awal Transformasi
Langkah pertama yang diambil adalah revisi Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK). Revisi ini bertujuan menyempurnakan instrumen pengendalian emisi gas rumah kaca agar lebih efektif dan aplikatif, khususnya di kawasan industri pengolahan.
Langkah kedua, Kemenperin tengah menyusun regulasi teknis yang akan berlaku di tingkat fasilitas produksi. Regulasi ini akan mengatur secara rinci:
- Pengendalian emisi udara dan GRK,
- Batas maksimum emisi industri,
- Penerapan Emission Trading System (ETS),
- Penetapan harga karbon yang bersifat wajib (mandatory).
Baca juga: Transisi Nol Emisi, Antara Optimisme dan Realitas Industri
Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza menegaskan bahwa regulasi ini bukan hanya sekadar komitmen administratif. “Aturan ini disiapkan sebagai bentuk nyata keberpihakan negara dalam mengarahkan industri menuju praktik yang lebih hijau dan bertanggung jawab,” ujarnya dalam Forum Industri Hijau Nasional (FIH) 2025 di Bandung (30/4).
Konsolidasi Menuju AIGIS 2025
FIH 2025 hadir sebagai ajang penting untuk memperkuat sinergi lintas sektor. Dengan mengusung tema “Mendorong Implementasi Industri Hijau di Indonesia”, forum ini menjadi ruang dialog sekaligus konsolidasi awal menjelang gelaran Annual Indonesia Green Industry Summit (AIGIS) 2025 yang akan digelar di Jakarta, Agustus mendatang.

FIH tidak sekadar membicarakan target dan kebijakan. Forum ini membahas strategi nyata, seperti:
- Akselerasi adopsi teknologi rendah karbon,
- Efisiensi energi di fasilitas industri,
- Penerapan prinsip ekonomi sirkular,
- Perluasan peran Industri Kecil dan Menengah (IKM) dalam ekosistem industri hijau nasional.
Baca juga: Ambisi Hijau Jepang, Emisi Turun 73% di 2040
Sekitar 300 peserta hadir. Mereka berasal dari kalangan pemerintah pusat dan daerah, pelaku industri besar dan kecil, pengelola kawasan industri, asosiasi, akademisi, serta organisasi internasional seperti WRI Indonesia dan IESR.
Keberlanjutan Nasional
Transformasi industri hijau bukan sekadar tuntutan Paris Agreement atau strategi branding internasional. Ini adalah soal keberlanjutan nasional. Emisi yang ditekan hari ini adalah ruang napas bagi generasi esok.
Baca juga: 5 Sektor Emisi yang Menantang Perjalanan Net Zero Indonesia 2060
Indonesia punya potensi besar dalam sektor industri. Tapi potensi itu harus dijaga agar tidak berubah menjadi bumerang ekologis. Dengan kebijakan yang tepat, insentif yang kuat, serta kolaborasi multisektor, jalur menuju NZE bisa menjadi nyata, bukan sekadar wacana.
FIH 2025 membuktikan bahwa diskusi tentang industri dan keberlanjutan tidak lagi berjalan di dua jalur berbeda. Keduanya saling terkait. Masa depan industri nasional hanya bisa dibangun lewat pendekatan yang inklusif, cerdas, dan berpihak pada lingkungan. ***
- Foto: Ilustrasi/ Teguh Setiawan/ Pexels.