INDONESIA berada di jalur yang menjanjikan dalam transisi hijau, tetapi tantangan besar masih menghantui daya saing perekonomian hijau di dalam negeri. Menurut Country Director for Indonesia and Timor-Leste dari Bank Dunia, Carolyn Turk, negara ini telah berhasil mengurangi emisi karbon lebih dari 50% dibandingkan dengan tahun 2005.
Perkembangan ini membawa kontribusi produk hijau ke dalam nilai ekspor mencapai 3,6%. Meskipun begitu, daya saing industri hijau di Indonesia melemah karena permintaan teknologi dan produk hijau domestik belum sepenuhnya terpenuhi.
Turk mengungkapkan hal ini dalam acara High Level Policy Dialogue Action on Climate and Trade yang diadakan pada 4 November 2024. Ia menekankan bahwa kontribusi produk hijau dalam total ekspor dapat ditingkatkan hingga 7,3%, setara dengan rata-rata di kawasan Asia Tenggara.
Baca juga: Mempercepat Ekonomi Karbon, Langkah Strategis Keberlanjutan Indonesia
Dalam konteks ini, menurut Bank Dunia, terdapat tiga peluang yang perlu dimanfaatkan untuk meningkatkan kontribusi produk hijau dalam nilai ekspor Indonesia.
1. Peningkatan Permintaan Teknologi Hijau
Permintaan akan teknologi hijau, baik di dalam negeri maupun internasional, semakin meningkat. Namun, sebagian besar produk ekspor Indonesia masih didominasi oleh produk olahan dengan emisi karbon tinggi.
Baca juga: Teknologi Dunia Menuntut Listrik Hijau dari Indonesia
Kebijakan yang mendatangkan teknologi tinggi dalam industri hijau menjadi krusial untuk meningkatkan daya saing. Menariknya, Indonesia menduduki peringkat 43 dari 230 negara dalam daftar Potensi Kompleksitas Hijau (Green Complexity Potential/GCP), lebih baik dibandingkan dengan Malaysia di peringkat 48 dan Filipina di peringkat 63.
2. Peran Perusahaan Swasta dalam Rantai Pasok Global
Lebih dari 60% produk hijau yang diekspor Indonesia berasal dari sektor swasta. Turk mencatat bahwa peningkatan kontribusi produk hijau dari perusahaan swasta dapat dicapai dengan merelaksasi perlindungan pasar non-tarif (Non-Tariff Measures/NTM).
Contoh NTM mencakup Standar Nasional Indonesia, Sertifikasi Produk Halal, dan Nomor Izin Edar. Penghapusan atau penyederhanaan kebijakan NTM berpotensi mengurangi biaya perdagangan internasional hingga 30%.
3. Integrasi Target Penurunan Emisi dalam RPJM
Pentingnya integrasi target penurunan emisi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 tidak dapat dipandang sebelah mata. Turk menyarankan agar kebijakan percobaan yang telah disusun oleh Bank Dunia, Forum Ekonomi Dunia, dan Organisasi Perdagangan Dunia diintegrasikan ke dalam RPJMN.
Baca juga: Pasar Karbon, Kunci Pendapatan Besar Negara yang Terabaikan
Pendekatan ini diharapkan mampu menjadikan Indonesia sebagai negara dengan perekonomian yang lebih tinggi dalam waktu dekat.
Dengan memanfaatkan peluang-peluang tersebut, Indonesia berpotensi meningkatkan kontribusi produk hijau dalam nilai ekspor. Kesadaran akan pentingnya transisi hijau menjadi semakin mendesak, dan langkah-langkah strategis yang diambil sekarang akan menentukan masa depan ekonomi berkelanjutan Indonesia.
Baca juga: Investor Taiwan Incar Energi Hijau Indonesia
Penerapan teknologi hijau, peningkatan peran swasta, dan integrasi kebijakan dalam pembangunan adalah kunci untuk mencapai tujuan tersebut. Mari kita ambil langkah konkret menuju keberlanjutan. ***
- Foto: Ilustrasi/ Kelly/ Pexels – Kebijakan mendatangkan teknologi tinggi dalam industri hijau menjadi krusial untuk meningkatkan kontribusi produk hijau dan daya saing nilai ekspor Indonesia. Dengan inovasi, Indonesia dapat memperkuat posisinya di pasar global dan mengurangi emisi karbon.