UNIVERSITAS Gadjah Mada (UGM) kembali menunjukkan komitmennya dalam pengelolaan lingkungan dengan meresmikan Hutan Mahasiswa seluas 30 hektare di Desa Ngancar, Kecamatan Pitu, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Inisiatif ini tidak sekadar penghijauan, tetapi juga mengintegrasikan pendidikan kehutanan, penelitian, dan pemberdayaan masyarakat.
Hutan Mahasiswa ini berada di bawah pengelolaan Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Diklathut UGM, yang menjadi wadah bagi mahasiswa Fakultas Kehutanan UGM untuk mengaplikasikan ilmu secara langsung. Direktur DPKM UGM, Dr. dr. Rustamaji, M.Kes, menyebutkan bahwa proyek ini selaras dengan visi UGM dalam mempromosikan pendidikan dan konservasi lingkungan.
“Kami ingin mahasiswa tidak hanya belajar teori, tetapi juga memahami langsung bagaimana mengelola hutan secara berkelanjutan bersama masyarakat,” ujarnya, mengutip situs berita resmi UGM.
Baca juga: Tabasheer Indonesia, Harta Karun dari Bambu yang Melesat di Pasar Global
Konsep Agroforestri Berbasis Kolaborasi
Hutan Mahasiswa ini dikembangkan dengan pendekatan agroforestri berbasis teknologi, di mana mahasiswa dan warga desa dapat menanam dan mengelola tanaman yang memiliki nilai ekologis dan ekonomi. Beberapa tanaman yang dibudidayakan antara lain kopi, kemiri, nangka, gamal, dan cabe jamu.
Skema ini memungkinkan masyarakat desa untuk mendapatkan manfaat ekonomi dari hasil hutan tanpa merusak ekosistem.
Baca juga: Rencana Alih Fungsi 20 Juta Ha Hutan, Ancaman Deforestasi di Indonesia
Menurut Kepala Laboratorium Biomedik Fakultas Kehutanan UGM, Djoko Soeprijadi, S.Hut., M.Cs, keterlibatan mahasiswa dalam pengelolaan langsung akan menciptakan generasi profesional kehutanan yang lebih siap. “Kami ingin mahasiswa memiliki pengalaman nyata dalam membangun dan merawat hutan. Ini bukan sekadar proyek jangka pendek, tetapi investasi ilmu dan masa depan,” jelasnya.

Peluang Ekonomi dari Hutan Mahasiswa
Selain menjadi sarana pendidikan dan penelitian, hutan ini juga dirancang untuk menciptakan peluang ekonomi bagi masyarakat sekitar. Kepala Dukuh Ngasinan, Ita Puspitasari, mengungkapkan kegembiraannya atas program ini. “Kami berharap dapat belajar lebih banyak tentang cara mengelola hutan secara berkelanjutan, sekaligus meningkatkan kesejahteraan warga,” ujarnya.
Baca juga: 20 Juta Hektare Hutan, Solusi Pangan dan Energi atau Ancaman?
Sementara itu, mahasiswa Fakultas Kehutanan UGM, Raymond Adiputra, menjelaskan bahwa tahap awal pengelolaan akan dilakukan di lahan seluas 8 hektare. Tahun ini, Hutan Mahasiswa menargetkan penanaman 18.498 bibit untuk mengoptimalkan manfaat ekologi dan ekonomi. “Kami menghitung bahwa dari 11 ribu tanaman cabe jamu yang ditanam, potensi pendapatannya bisa mencapai Rp40-50 juta per bulan. Ini bisa menjadi model bisnis berkelanjutan bagi mahasiswa dan warga,” jelasnya.
Model Pembelajaran Berkelanjutan
Hutan Mahasiswa UGM diharapkan menjadi model laboratorium hidup yang bisa direplikasi di berbagai daerah. Selain untuk kegiatan akademik, hutan ini bisa menjadi inspirasi bagi perguruan tinggi lain dalam menerapkan pendidikan berbasis praktik.
“Hutan ini akan menjadi ruang belajar bagi semua pihak, termasuk kolaborasi antar-fakultas. Misalnya, mahasiswa Farmasi dapat mengembangkan produk herbal dari hasil hutan, atau Fakultas Teknik bisa menerapkan inovasi teknologi kehutanan,” tambah Djoko Soeprijadi.
Baca juga: Perhutanan Sosial, Kunci Swasembada Pangan dan Energi
Dengan konsep yang inovatif, Hutan Mahasiswa UGM bukan hanya sekadar kawasan hijau, tetapi juga pusat edukasi, konservasi, dan pemberdayaan ekonomi yang berkelanjutan. Langkah ini membuktikan bahwa pendidikan dan praktik lingkungan dapat berjalan beriringan untuk menciptakan masa depan yang lebih hijau dan berdaya.***
- Foto: UGM