SETIAP tahun, sekitar 100.000 hingga 150.000 hektar lahan sawah di Indonesia beralih fungsi menjadi perumahan. Angka ini disampaikan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Real Estate Indonesia (REI), di Bandung, Jawa Barat, pada 5 Desember 2024. Fenomena ini mengkhawatirkan, mengingat ketahanan pangan nasional sangat bergantung pada luasnya lahan pertanian yang tersedia.
Peralihan fungsi lahan ini berisiko besar bagi keberlanjutan swasembada pangan Indonesia. “Kalau sawahnya habis, kita akan makan batu bata,” ujar Nusron, menggambarkan dampak serius jika konversi lahan tidak terkendali. Dalam konteks ini, pemerintah sedang menyiapkan regulasi baru mengenai Lahan Sawah Dilindungi (LSD), yang bertujuan untuk mengatasi masalah ini tanpa menghalangi perkembangan sektor properti.
Dilema Perubahan Fungsi Lahan
Indonesia menghadapi dilema besar: kebutuhan akan perumahan semakin meningkat seiring pesatnya pertumbuhan jumlah penduduk dan urbanisasi. Di sisi lain, kebutuhan untuk menjaga ketersediaan lahan sawah demi mendukung swasembada pangan semakin mendesak. Sementara itu, konversi lahan pertanian menjadi perumahan terus terjadi, memicu kekhawatiran terkait ketahanan pangan di masa depan.
Lahan sawah merupakan sumber utama bagi produksi beras, yang menjadi makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Namun, seiring dengan berkembangnya sektor properti, lahan-lahan produktif ini terancam berkurang.
Baca juga: Jalan Melingkar Konservasi Alam Indonesia
Sektor properti yang terus berkembang memanfaatkan lahan pertanian, yang akhirnya berdampak pada ketahanan pangan nasional. Jika tidak ada solusi yang tepat, Indonesia berisiko kehilangan sebagian besar daya dukung pertanian dalam beberapa dekade mendatang.
Solusi Pemerintah, Lahan Sawah Dilindungi
Sebagai langkah mitigasi, pemerintah tengah menggodok regulasi baru yang menekankan prinsip keberlanjutan. Regulasi tersebut mengatur bahwa pengembang yang ingin mengalihkan fungsi lahan sawah menjadi perumahan wajib mengganti lahan tersebut dengan sawah baru.
Baca juga: COP16 Riyadh Janji Rp191 T untuk Atasi Degradasi Lahan
Meskipun demikian, pemerintah memberikan fleksibilitas untuk pengembang yang sudah terlanjur mengalihkan sawah. “Kami akan mewajibkan pengembang untuk mengganti lahan yang digunakan untuk membangun perumahan dengan sawah baru. Setiap jenis sawah, baik yang teknis, landai, maupun tadah hujan, akan diatur dengan jelas,” ujar Nusron Wahid.

Pemerintah juga memberi kelonggaran jika lahan yang sesuai untuk membuat sawah baru sudah tidak tersedia di daerah tersebut. Dalam hal ini, pengembang dapat membuka sawah di provinsi lain, asalkan sesuai dengan aturan yang berlaku. Langkah ini diharapkan dapat mengurangi dampak negatif konversi lahan sawah tanpa menghambat pembangunan perumahan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Peran Masyarakat dan Pengembang
Meskipun kebijakan ini diharapkan mampu memberikan solusi bagi masalah konversi lahan sawah, tantangan besar masih ada. Pemerintah dan pengembang harus bekerja sama untuk menciptakan keseimbangan antara pembangunan perumahan dan keberlanjutan pertanian.
Baca juga: COP16 Riyadh Janji Rp191 T untuk Atasi Degradasi Lahan
Selain itu, penting bagi masyarakat untuk memahami pentingnya melindungi lahan pertanian yang masih ada, serta mendukung kebijakan yang dapat menjaga keberlanjutan pangan di Indonesia.
Melalui langkah-langkah ini, diharapkan ketahanan pangan Indonesia tetap terjaga meski sektor properti terus berkembang. Pemerintah berupaya untuk menemukan jalan tengah yang menguntungkan semua pihak, baik dalam sektor pertanian maupun properti. Dengan pengawasan yang ketat dan kepatuhan terhadap regulasi, solusi untuk menjaga keberlanjutan pangan di Indonesia bisa tercapai. ***
- Foto: Si Nur Sholeh/ Pexels – Sawah di Nanggulan, Yogyakarta.