Indonesia Perlu Lebih Serius Tangani Limbah Makanan

INDONESIA tengah menghadapi tantangan besar terkait pengelolaan sampah makanan. Berdasarkan catatan Badan Pangan Nasional (Bapanas), sisa makanan kini menjadi komponen terbesar di tempat pembuangan akhir (TPA) di seluruh negeri.

Dalam Festival Jejak Pangan Lestari di Jakarta, Direktur Kewaspadaan Pangan dan Gizi Bapanas, Nita Yulianis, mengungkapkan bahwa limbah makanan berkontribusi hingga 40% dari total sampah di TPA, jauh melampaui sampah plastik yang tercatat hanya 18%.

Angka ini menunjukkan bahwa meskipun Indonesia telah mengambil langkah signifikan dalam pengurangan sampah plastik, ada kebutuhan mendesak untuk fokus lebih besar pada limbah makanan. Nita menekankan pentingnya upaya dua kali lipat dalam mengurangi limbah makanan dibandingkan plastik.

Menurutnya, perubahan budaya konsumsi masyarakat perlu didorong agar semakin bijak dalam membeli dan memanfaatkan makanan, mengurangi pemborosan yang tidak disadari.

Dampak Food Loss dan Waste bagi Indonesia

Menurut Bappenas, dampak dari makanan yang hilang dan terbuang—atau dikenal dengan istilah food loss and waste—sangat signifikan. Koordinator Bidang Pangan Bappenas, Ifan Martino, memaparkan bahwa jumlah makanan yang terbuang di Indonesia pada 2021 mencapai sekitar 115-180 kilogram per kapita per orang.

Jika dikonversi, limbah ini mampu memenuhi hampir setengah konsumsi pangan seluruh penduduk Indonesia.

Limbah makanan menjadi tantangan serius bagi keberlanjutan Indonesia, berkontribusi hingga 40% dari total sampah di TPA. Foto: Gustavo Fring/ Pexels.

Selain berdampak pada ketahanan pangan, food loss and waste juga memiliki implikasi lingkungan yang serius. Berdasarkan penelitian Bappenas, emisi karbon dari limbah makanan diperkirakan setara dengan 1.702,9 Mt CO2 dalam periode 2000 hingga 2019, yang berkontribusi sekitar 7,29% dari total emisi Gas Rumah Kaca (GRK) tahunan Indonesia. Dalam nilai ekonomi, pemborosan ini mencapai hampir Rp 500 triliun per tahun.

Langkah yang Diperlukan

Pengelolaan limbah makanan memerlukan pendekatan yang komprehensif dan lintas sektor. Nita dan Ifan sepakat bahwa edukasi publik mengenai pentingnya konsumsi pangan yang bijak menjadi langkah awal untuk mengurangi limbah.

Selain itu, berbagai kebijakan dan insentif perlu digulirkan untuk mendorong sektor-sektor terkait, termasuk industri pangan, restoran, dan rumah tangga, agar lebih efisien dalam pemanfaatan makanan.

Baca juga: Krisis Air Global, Ancaman Nyata yang Harus Ditangani Segera

Keberhasilan dalam menangani limbah makanan akan berdampak luas pada keberlanjutan lingkungan, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Memperkuat budaya anti-pemborosan dan membangun kesadaran publik adalah kunci untuk mengurangi food loss dan waste yang menghamburkan sumber daya berharga. ***

Foto: Tom Fisk/ Pexels.

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *