JAKARTA tengah bergeliat dalam upaya mengurangi dampak lingkungan dari kemasan plastik. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) kini semakin menekan industri untuk beralih ke kemasan yang lebih mudah didaur ulang. Langkah ini diharapkan dapat mempercepat pengelolaan sampah sekaligus mengoptimalkan potensi ekonomi sirkuler di Indonesia.
Saat ini, banyak produk di pasaran menggunakan kemasan plastik yang sulit, bahkan mustahil, untuk didaur ulang. Saset sampo, bungkus mi instan, hingga kemasan multilayer lainnya menjadi tantangan besar bagi industri daur ulang. Akibatnya, limbah-limbah ini berakhir di tempat pembuangan akhir atau mencemari lingkungan tanpa memberikan nilai ekonomi bagi para pengepul sampah.
Kasubdit Tata Laksana Produsen Deputi Bidang Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya dan Beracun (PLSB3) KLHK, Ujang Solihin Sidik, menegaskan pentingnya peralihan ke kemasan yang lebih ramah daur ulang.
Baca juga: IMO Perkuat Aksi Lawan Sampah Plastik Laut
“Pemerintah sedang mendorong industri untuk membuat produk atau kemasan yang lebih mudah didaur ulang. Dengan begitu, bahan tersebut bisa segera masuk ke industri daur ulang dan menciptakan nilai ekonomi lebih cepat,” ujar Ujang dalam acara peluncuran riset aspal plastik di Jakarta, Selasa (25/2).
Ekonomi Sirkuler, Solusi Berkelanjutan
Konsep ekonomi sirkuler menekankan pemanfaatan kembali bahan yang sudah digunakan, alih-alih membuangnya. Berbeda dengan pendekatan ekonomi linear yang hanya berorientasi pada produksi, konsumsi, dan pembuangan, ekonomi sirkuler menawarkan model yang lebih efisien dan minim dampak lingkungan.

Dalam konteks pengelolaan sampah plastik, ekonomi sirkuler dapat membuka peluang bisnis baru, terutama bagi sektor daur ulang. Ujang menambahkan bahwa peningkatan kualitas kemasan akan menciptakan nilai tambah bagi pengepul dan pelapak barang bekas. “Jika value-nya tinggi, bahan ini akan dicari oleh banyak orang. Selain itu, industri juga harus mulai mempertimbangkan penggunaan kemasan yang dapat digunakan ulang,” tegasnya.
Regulasi yang Mengikat Industri
Dorongan untuk memperbaiki kemasan plastik tak sekadar imbauan. Pemerintah telah mengatur langkah konkret melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen. Regulasi ini mengharuskan perusahaan menyusun rencana penggunaan kemasan plastik yang lebih ramah lingkungan dan melaporkannya kepada KLHK setiap tahun.
Baca juga: Indonesia Dapat Dana 4,5 Juta Dolar, Mampukah Atasi Krisis Sampah Plastik?
Pemerintah juga memastikan penerapan kebijakan ini berjalan sesuai aturan. “Kami terus memonitor peta jalan ini, mengawasi implementasinya, serta melakukan verifikasi terhadap laporan yang masuk,” ujar Ujang. Hal ini menunjukkan komitmen kuat pemerintah dalam mengawal transisi industri menuju praktik yang lebih berkelanjutan.
Adaptasi dan Kolaborasi
Meski sudah ada regulasi, tantangan dalam implementasi ekonomi sirkuler masih cukup besar. Salah satunya adalah kesiapan industri dalam beradaptasi dengan bahan dan desain kemasan baru. Selain itu, kesadaran konsumen untuk memilih produk dengan kemasan ramah lingkungan juga perlu ditingkatkan.
Baca juga: Bali Wajibkan Penggunaan Tumbler untuk Kurangi Sampah Plastik
Kolaborasi antara pemerintah, industri, dan masyarakat menjadi kunci utama dalam mewujudkan ekonomi sirkuler yang sukses. Dengan semakin banyaknya inovasi dalam desain dan material kemasan, harapan untuk melihat Indonesia yang lebih bersih dan berkelanjutan bukan lagi sekadar angan-angan. ***
- Foto: Ilustrasi/ Jan van der Wolf/ Pexels.