DALAM bayangan ambisi pertumbuhan industri, sektor plastik di Indonesia menikmati beragam insentif pajak. Namun, di balik keringanan fiskal tersebut, dampak negatif terhadap lingkungan dan pendapatan negara semakin menjadi sorotan. Laporan terbaru Prakarsa, bertajuk “Plastik dan Ketidakadilan Insentif Pajak”, mengungkap sisi kelam dari kebijakan yang bertujuan meningkatkan daya saing produksi plastik virgin.
Keringanan Pajak yang Menuai Kritik
Riset tersebut mencatat, industri plastik mendapat fasilitas seperti tax holiday hingga 20 tahun dan pembebasan bea masuk bahan baku. Bahkan, dengan landasan Perpres No. 78 Tahun 2015 dan Peraturan Menteri Perindustrian No. 48 Tahun 2015, sektor ini juga berpeluang menikmati tax allowance. Insentif ini membuat harga plastik virgin lebih kompetitif dibandingkan alternatif yang lebih ramah lingkungan, seperti plastik daur ulang.
Baca juga: Perundingan Plastik Global di INC-5 Berakhir Buntu
Namun, kritik datang dari para pemerhati lingkungan dan ekonom. Riset Prakarsa memperkirakan, negara kehilangan potensi pendapatan pajak hingga USD 54 juta (Rp 810 miliar) per tahun akibat kebijakan tersebut. Ironisnya, kerugian ekonomi akibat polusi plastik jauh lebih besar, mencapai USD 450 juta (Rp 6,75 triliun) setiap tahun.
Lingkungan, Sektor yang Paling Tertekan
Polusi plastik berdampak besar pada sektor seperti perikanan, pariwisata, dan transportasi. Sampah plastik mencemari laut, merusak ekosistem, dan mengurangi hasil tangkapan ikan. Di sektor pariwisata, citra destinasi terdegradasi karena pantai-pantai yang penuh sampah. Tekanan ini semakin membebani anggaran negara yang harus dialokasikan untuk mitigasi dampak polusi plastik.
Baca juga: Dinamika INC-5, Tantangan Menuju Perjanjian Plastik Global
Tidak hanya itu, kebijakan insentif pajak juga memperlihatkan kontradiksi dengan target pembangunan berkelanjutan. Sementara pemerintah mendorong ekonomi sirkular dan mengurangi plastik sekali pakai, dominasi kebijakan fiskal justru memperkuat produksi plastik virgin.

Lingkungan, Sektor yang Paling Tertekan
Laporan Prakarsa merekomendasikan Kementerian Keuangan untuk mengevaluasi ulang insentif pajak yang diberikan kepada industri plastik, baik PPN maupun PPh. Kebijakan ini harus mempertimbangkan dampak lingkungan, biaya rehabilitasi, dan upaya mitigasi polusi plastik.
Selain itu, Kementerian Lingkungan Hidup diminta memperkuat larangan bertahap penggunaan plastik di sektor tertentu. Kebijakan Extended Producer Responsibility (EPR) juga dinilai penting untuk memastikan produsen plastik bertanggung jawab terhadap limbah produknya. Dengan sistem ini, produsen wajib menarik kembali kemasan bekas untuk didaur ulang secara berkelanjutan.
Baca juga: Akankah Dunia Menang Melawan Polusi Plastik?
Industri plastik sendiri juga diminta lebih transparan. Mereka harus mempublikasikan laporan emisi dan polusi yang dihasilkan secara berkala. Penilaian risiko lingkungan serta langkah mitigasi terhadap dampak sosial-ekologis harus menjadi bagian dari kewajiban perusahaan.
Arah Kebijakan Berkelanjutan
Melihat tantangan ini, sinergi antar kementerian menjadi kunci. KLH, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Keuangan harus menyusun regulasi yang mengintegrasikan prinsip ekonomi sirkular ke dalam kebijakan fiskal. Insentif pajak hanya seharusnya diberikan kepada inovasi yang mendukung keberlanjutan, seperti pengembangan bahan baku daur ulang atau teknologi ramah lingkungan.
Baca juga: Penginderaan Jarak Jauh, Harapan Baru Lawan Polusi Plastik
Langkah ini tidak hanya akan memperbaiki kerusakan lingkungan, tetapi juga menciptakan ekosistem ekonomi yang adil dan tangguh di masa depan. Indonesia harus segera menggeser paradigma kebijakan dari sekadar mengejar pertumbuhan jangka pendek ke arah pembangunan yang berkelanjutan.
Dilema antara pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan terus menjadi tantangan besar. Namun, melalui evaluasi kebijakan yang berbasis data, transparansi industri, dan kolaborasi lintas sektor, Indonesia dapat mewujudkan solusi yang tidak hanya menguntungkan ekonomi. Tetapi, juga menyelamatkan lingkungan untuk generasi mendatang. ***
- Foto: Ilustrasi/ Antoni Shkraba/ Pexels.