Kelangkaan Air dan Perubahan Iklim, Bom Waktu bagi Dunia

PERMINTAAN air bersih terus meningkat, tetapi ketersediaannya semakin menipis. Fenomena ini kini menjadi salah satu tantangan terbesar abad ke-21. Air tidak hanya penting untuk konsumsi manusia, tetapi juga untuk pertanian, industri, dan ekosistem alami. Namun, pemanasan global dan eksploitasi sumber daya yang berlebihan menyebabkan kesenjangan air yang makin membesar.

Kesenjangan Air, Masalah yang Makin Mendesak

Laporan terbaru dari Carnegie Institution of Science dan Polytechnic University of Milan mengungkapkan bahwa sekitar 4 miliar orang di dunia tinggal di wilayah yang mengalami kelangkaan air selama setidaknya satu bulan dalam setahun. Bahkan, setengah dari lahan pertanian irigasi global terancam oleh keterbatasan pasokan air.

Para peneliti menyoroti istilah “kesenjangan air,” yakni kondisi ketika konsumsi air melebihi pasokan yang tersedia dalam periode tertentu. Kesenjangan ini diperparah oleh berbagai faktor, seperti pertumbuhan populasi, ekspansi perkotaan, serta penggunaan air yang tidak efisien di sektor industri dan pertanian.

Baca juga: Jakarta Krisis Air Tanah, Pemerintah Batasi Izin Baru

“Kelangkaan air bukan hanya isu lingkungan, tetapi juga ancaman bagi ketahanan pangan dan stabilitas ekonomi,” ujar Lorenzo Rosa, peneliti utama dalam studi ini.

Pemanasan Global dan Dampaknya pada Siklus Air

Perubahan iklim memainkan peran utama dalam memperburuk krisis air global. Peningkatan suhu bumi mengganggu pola presipitasi, menyebabkan curah hujan menjadi lebih tidak menentu. Sebagian daerah mengalami kekeringan ekstrem, sementara daerah lain justru dilanda banjir yang merusak infrastruktur air bersih.

Baca juga: Misi Besar Indonesia, 100% Air dan Sanitasi Layak 2030

Studi ini juga memperkirakan bahwa jika suhu global meningkat 1,5 derajat Celsius, kesenjangan air akan bertambah 6 persen. Jika pemanasan mencapai 3 derajat Celsius, kesenjangan air bisa melonjak hingga 15 persen. Kondisi ini akan semakin membebani ekosistem dan memperburuk krisis pangan akibat penurunan produktivitas pertanian.

Kelangkaan air mengancam kehidupan—dari ketahanan pangan hingga stabilitas ekonomi. Saatnya bertindak untuk masa depan yang berkelanjutan. Foto: Ilustrasi/ Kritsada Seekham/ Pexels.

Menata Ulang Pengelolaan Sumber Daya Air

Diperlukan langkah-langkah strategis untuk mengatasi krisis ini. Salah satu solusi utama adalah investasi pada infrastruktur air yang lebih tangguh. Desalinasi air laut, pengolahan air limbah, serta teknologi penyimpanan dan distribusi air yang lebih efisien menjadi kunci dalam menghadapi tantangan ini.

Baca juga: 27 Persen Rumah Tangga Indonesia Terancam Air Terkontaminasi Septic Tank

Selain itu, sektor pertanian perlu beradaptasi dengan mengadopsi metode irigasi hemat air dan memilih jenis tanaman yang lebih tahan terhadap kekeringan. Kebijakan pemerintah juga berperan penting dalam mendorong efisiensi penggunaan air melalui regulasi yang ketat dan insentif bagi praktik berkelanjutan.

Dampak Sosial dan Ekonomi

Kelangkaan air tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga memiliki konsekuensi sosial dan ekonomi yang serius. Populasi rentan, terutama di negara-negara berkembang, akan menghadapi kesulitan terbesar. Kurangnya akses terhadap air bersih dapat meningkatkan risiko penyakit, memperburuk ketahanan pangan, serta memperlebar kesenjangan sosial.

Baca juga: Krisis Air Global, Ancaman Nyata yang Harus Ditangani Segera

“Krisis air tidak dapat dipandang sebagai masalah yang hanya terjadi di masa depan. Dampaknya sudah kita rasakan saat ini,” tegas Rosa. Ia mrenambahkan, “Tanpa tindakan nyata, miliaran orang akan semakin kesulitan mengakses air bersih.”

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *