Ketika Menteri AI Hamil, Reformasi Birokrasi dari Rahim Digital

DI DUNIA yang tengah mencari arah etika baru di tengah ledakan kecerdasan buatan (AI), Albania justru menempuh jalur tak biasa. Negara kecil di Eropa Tenggara itu membuat publik dunia tercengang ketika Menteri AI-nya, Diella, “diumumkan hamil.”

Namun, ini bukan kisah manusia. Perdana Menteri Albania Edi Rama, dalam forum Berlin Global Dialogue (25/10), mengungkapkan bahwa kehamilan itu adalah metafora, karena Diella, sang Menteri AI, akan “melahirkan 83 anak digital.”

“Setiap anak akan menjadi asisten anggota parlemen, mencatat sidang, memberi saran, dan memastikan keputusan berbasis data,” ujar Rama, dikutip dari situs resmi pemerintah Albania, Kryeministria, Senin (27/10).

Baca juga: Menteri Virtual Albania dan Masa Depan ESG Governance di Sektor Publik

Dalam penjelasan simboliknya, Rama ingin menunjukkan bahwa AI governance bukan lagi konsep futuristik, melainkan proses nyata yang sedang “mengandung” generasi baru birokrasi digital. Lahir dari rahim data dan dibesarkan oleh algoritma.

Perdana Menteri Albania, Edi Rama, berbicara di forum Berlin Global Dialogue (25/10) saat mengumumkan bahwa Menteri AI negaranya, Diella, tengah “hamil” dan akan “melahirkan” 83 asisten digital untuk membantu parlemen. Foto: Kryeministria.

Dari Rahim Digital Menuju Reformasi Birokrasi

Diella, yang diperkenalkan Rama langsung sebagai menteri AI pertama di dunia, menjadi sosok simbolik dari pergeseran paradigma pemerintahan modern. Dari sistem berbasis intuisi politik menuju pengambilan keputusan berbasis bukti dan transparansi data.

“Saya tidak ingin mengganti manusia, tapi memperkuat kapasitas mereka melayani,” kata Diella dalam forum tersebut. “Misi saya adalah mentransformasi pengambilan keputusan menjadi berbasis bukti, didukung data, algoritma, dan dasbor transparan.”

Baca juga: Diella dan Babak Baru Governance Albania, Antara Inovasi AI dan Sengketa Konstitusi

Langkah Albania ini menciptakan model baru governance sustainability, pemerintahan yang tidak hanya efisien, tapi juga adaptif terhadap tantangan zaman. Setiap kementerian akan memiliki tim AI yang mampu mendeteksi inefisiensi, memprediksi krisis korupsi, dan membaca tren investasi sebelum masalah muncul.

Antara Etika dan Efisiensi

Namun di balik ambisi itu, pertanyaan besar pun lahir. Jika AI bisa “melahirkan anak-anak digital,” siapa yang akan membesarkan mereka? Apakah birokrasi yang lebih efisien berarti juga lebih manusiawi?

Baca juga: Aktris AI di Hollywood, Solusi Hijau atau Ancaman bagi Masa Depan Pekerja Seni?

Albania tampaknya sadar betul pada dilema itu. Rama menegaskan bahwa reformasi digitalnya tetap berpijak pada nilai-nilai demokrasi dan budaya nasional. Teknologi tidak menghapus tradisi, tapi mengangkatnya, kata Diella menutup pidatonya.

Inilah pesan yang paling berharga dari eksperimen “hamil” ini, bahwa keberlanjutan teknologi tidak terletak pada seberapa pintar algoritma, melainkan seberapa manusiawi hasil yang dihasilkannya.

Desain Grafis: Daffa Attarikh/ SustainReview.

Eksperimen Albania bukan hanya soal inovasi, tapi soal keberanian. Mereka mengizinkan mesin belajar menjadi “ibu”, bukan untuk menggantikan manusia, tapi untuk memahami bagaimana melayani manusia dengan lebih baik. Dan mungkin, dari rahim digital seperti Diella inilah, birokrasi masa depan akan lahir. Efisien, transparan, dan (semoga) tetap berjiwa. ***

Foto: Nadia AP/ SustainReview – Tampilan aplikasi e-Albania yang menampilkan sosok digital Diella, Menteri AI Albania yang disebut tengah “hamil” dan akan “melahirkan” 83 asisten digital untuk membantu parlemen.

Bagikan