DUNIA tengah bersiap menghadapi tahun penuh tantangan. Cuaca ekstrem diprediksi menjadi salah satu ancaman terbesar bagi perekonomian global pada 2025. Menurut laporan World Economic Forum (WEF) Global Risks Report 2025, perubahan iklim semakin mengancam stabilitas ekonomi, dengan dampak mencapai 14 persen terhadap pertumbuhan global.
Laporan WEF menempatkan cuaca ekstrem sebagai risiko ekonomi terbesar kedua setelah konflik bersenjata antarnegara, yang berdampak hingga 23 persen. Bencana alam seperti badai, gelombang panas, dan banjir diprediksi semakin sering terjadi, memicu volatilitas ekonomi dan krisis pangan global.
Tantangan ini tidak hanya berdampak pada negara berkembang tetapi juga negara maju. Kerusakan infrastruktur, gangguan rantai pasok, dan peningkatan biaya produksi akibat perubahan cuaca berpotensi melumpuhkan sektor bisnis dan industri.
Baca juga: Kerugian Ekonomi Akibat Perubahan Iklim, Ancaman Nyata bagi Indonesia
Krisis Iklim dan Bisnis Global
Selain cuaca ekstrem, perubahan sistem Bumi lainnya seperti hilangnya keanekaragaman hayati dan polusi juga menjadi ancaman serius. ESG News mencatat bahwa risiko lingkungan terus mendominasi kekhawatiran dunia usaha selama empat tahun terakhir.
Managing Director WEF, Saadia Zahidi, menekankan bahwa masalah lingkungan kini mendesak untuk segera diatasi. “Mulai dari cuaca ekstrem hingga polusi, tantangan ini sudah ada sekarang. Solusi harus diterapkan segera,” ujar Zahidi.
Baca juga: Kelangkaan Air dan Perubahan Iklim, Bom Waktu bagi Dunia

Inovasi dan Adaptasi Teknologi
Untuk menghadapi ancaman ini, sektor bisnis perlu beradaptasi dengan menerapkan inovasi berkelanjutan. Energi terbarukan, teknologi ramah lingkungan, dan kebijakan ekonomi hijau harus menjadi prioritas global. Perusahaan yang mampu mengadopsi solusi hijau akan lebih tangguh menghadapi krisis iklim.
Baca juga: 140 Negara di COP16 Sepakati Dana Iklim 200 Miliar Dolar, Solusi atau Janji?
Selain itu, kerja sama lintas sektor menjadi kunci. Pemimpin di sektor publik dan swasta harus memperkuat dialog terbuka dan konstruktif untuk mencari solusi terbaik. Kesadaran akan risiko jangka panjang, seperti kelangkaan sumber daya dan polarisasi sosial, juga harus diantisipasi lebih dini. ***
- Foto: Ilustrasi/ Gleive Marcio Rodrigues de Souza/ Pexels.