Potensi EBT Melimpah, Mengapa Indonesia Masih Tertinggal?

INDONESIA memiliki sumber energi baru dan terbarukan (EBT) yang melimpah. Namun, realitasnya pemanfaatannya masih sangat kecil. Padahal, transisi ke energi bersih semakin mendesak, terutama untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan menekan emisi karbon.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki potensi EBT mencapai 3.687 gigawatt (GW). Namun, kapasitas terpasang baru mencapai 14.883 megawatt (MW) atau sekitar 0,398% dari total potensi yang ada.

“Total potensi EBT kita sangat besar, tapi yang baru digunakan di sektor ketenagalistrikan masih di bawah 4% per Desember 2024,” ujar Eniya dalam acara Carbon Neutrality di Gambir Expo Kemayoran, Jumat (14/2/2025).

Baca juga: Teknologi Dunia Menuntut Listrik Hijau dari Indonesia

Sebaran potensi EBT ini tidak merata. Pulau Sumatra menjadi wilayah dengan potensi terbesar, mencapai 1.240,64 GW atau sekitar 34% dari total potensi nasional. Disusul oleh Jawa (696,58 GW), Maluku dan Papua (518,46 GW), Kalimantan (517,53 GW), Bali dan Nusa Tenggara (457,17 GW), serta Sulawesi (257,36 GW).

“Pulau Sumatra ini bisa dibilang lumbung EBT kita. Potensinya luar biasa besar, tapi pemanfaatannya masih jauh dari maksimal,” kata Eniya.

Tenaga Surya Paling Dominan

Dari berbagai jenis energi terbarukan yang tersedia, tenaga surya memiliki potensi paling besar, mencapai 3.294 GW. Sayangnya, kapasitas terpasangnya baru 917 MW, jauh dari angka ideal.

Selain tenaga surya, energi angin juga memiliki potensi besar, yakni 155 GW, tetapi baru 152 MW yang dimanfaatkan. Energi air dengan potensi 96 GW telah dimanfaatkan lebih baik, dengan kapasitas terpasang 7.066 MW.

Potensi energi terbarukan Indonesia melimpah, namun pemanfaatannya masih minim. Upaya transisi energi bersih terus menjadi tantangan. Foto: ESDM.

Namun, ada potensi besar yang sama sekali belum tersentuh, seperti energi laut yang memiliki potensi 63 GW tetapi belum memiliki kapasitas terpasang. Sementara itu, bioenergi memiliki potensi 57 GW dengan kapasitas terpasang 3.669 MW, dan panas bumi dengan potensi 24 GW baru dimanfaatkan sebesar 2.639 MW.

Baca juga: EBT di Tengah Ancaman Habisnya Energi Fosil

“Yang paling besar itu surya. Ini yang ingin kita gali lebih dalam. Kami juga berharap bioenergi bisa semakin dimanfaatkan,” tambah Eniya.

Tantangan Pemanfaatan EBT di Indonesia

Meski potensinya besar, berbagai tantangan masih menghambat pengembangan energi terbarukan di Indonesia. Beberapa faktor utama yang menjadi kendala antara lain:

  1. Investasi dan Infrastruktur
    Teknologi EBT masih membutuhkan investasi besar, terutama untuk pengembangan infrastruktur seperti jaringan listrik dan penyimpanan energi.
  2. Regulasi dan Insentif
    Kebijakan yang belum cukup mendukung, seperti harga jual listrik dari EBT yang masih kurang kompetitif dibanding energi fosil, menjadi kendala tersendiri.
  3. Kesadaran dan Partisipasi Publik
    Pemanfaatan energi terbarukan juga memerlukan dukungan dari masyarakat dan sektor industri. Tanpa kesadaran yang cukup, transisi ke energi bersih akan berjalan lambat.

Baca juga: EBT Kunci Investasi di Indonesia

Mendorong Transisi Energi

Indonesia perlu mempercepat pemanfaatan energi terbarukan untuk mencapai target netral karbon pada 2060. Langkah-langkah strategis yang bisa dilakukan antara lain:

  • Meningkatkan investasi di sektor EBT, baik dari dalam maupun luar negeri.
  • Menyederhanakan regulasi agar lebih menarik bagi investor dan industri.
  • Mempercepat riset dan inovasi dalam teknologi energi bersih.
  • Meningkatkan edukasi dan kesadaran masyarakat tentang manfaat energi terbarukan.

Dengan potensi besar yang dimiliki, Indonesia seharusnya bisa menjadi pemimpin dalam transisi energi di kawasan Asia. Namun, tanpa aksi nyata, peluang ini bisa terbuang sia-sia. ***

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *