BENTANGAN biru laut yang mempesona di kawasan Segitiga Terumbu Karang tidak hanya menjadi surga keanekaragaman hayati, tetapi juga penopang hidup jutaan penduduk pesisir. Namun, ancaman perubahan iklim, polusi, dan eksploitasi berlebihan kini mengancam masa depan wilayah ini.
Dalam pertemuan di Dili, Timor Leste, enam negara pemangku kawasan ini – Indonesia, Malaysia, Filipina, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, dan Timor Leste – merumuskan langkah konservasi yang ambisius untuk tahun 2025.
Kawasan Segitiga Terumbu Karang, yang membentang seluas 6 juta kilometer persegi di Asia Tenggara dan Pasifik, menyimpan kekayaan laut luar biasa. Dengan 76% dari total spesies karang dunia dan 37% ikan terumbu karang, kawasan ini dikenal sebagai “Amazon Lautan.” Namun, tekanan besar akibat perubahan iklim, polusi, dan penangkapan ikan ilegal terus mengancam keberlanjutannya.
Konservasi 2025, dari Laut untuk Dunia
Ketua Komite Pejabat Senior, Celestino da Cunha Barreto, menekankan bahwa target konservasi yang dirancang hingga 2025 bertujuan melindungi ekosistem laut. Sekaligus menjaga mata pencaharian 130 juta penduduk pesisir. “Lautan kita menopang jutaan kehidupan. Ini adalah tanggung jawab global untuk melindunginya,” tegas Celestino.
Baca juga: Bioplastik Baru, Terobosan untuk Laut Lebih Bersih
Target 2025 mencakup:
- Kolaborasi lintas negara untuk melindungi ekosistem laut di wilayah penting seperti bentang laut Sulu-Sulawesi, Bismarck-Solomon, dan Lesser Sunda. Fokus utama diarahkan pada pelestarian spesies migrasi, perlindungan habitat penting, dan penelitian bersama.
- Peningkatan efektivitas Kawasan Konservasi Laut (MPA) di kawasan Segitiga Terumbu Karang. Langkah ini diharapkan mampu menjaga keberlanjutan stok ikan, mendukung perekonomian pesisir, dan memastikan kontribusi nyata terhadap target global.
- Komitmen pada 30×30, yakni perlindungan 30% lautan dunia pada tahun 2030. “Kami tidak hanya bekerja untuk kawasan ini, tetapi juga untuk umat manusia secara keseluruhan,” ujar Direktur Eksekutif CTI-CFF, Frank Keith Griffin.
Tekanan Ekologis, Ancaman Nyata
Wilayah Segitiga Terumbu Karang menyediakan lebih dari 20% makanan laut dunia dan menjadi penopang ekonomi di Asia Pasifik. Namun, ancaman serius menghantui. Pemutihan karang akibat kenaikan suhu laut, polusi dari daratan, serta penangkapan ikan berlebihan telah menyebabkan penurunan drastis keanekaragaman hayati laut.
Baca juga: Jalan Melingkar Konservasi Alam Indonesia
Menurut data, lebih dari 80% terumbu karang di kawasan ini menghadapi risiko degradasi. Hal ini berimbas langsung pada kehidupan masyarakat pesisir yang menggantungkan ekonomi mereka pada sumber daya laut.
Celestino mengingatkan, tanpa tindakan kolektif yang tegas, dampaknya akan terasa hingga ke pasar global. “Kita tidak hanya melindungi lingkungan, tetapi juga pilar ketahanan pangan global,” ujarnya.

Kolaborasi untuk Masa Depan
Tahun ini, pertemuan di Dili melahirkan sejumlah kesepakatan strategis dengan mitra internasional, seperti Coral Triangle Center (CTC), WWF Coral Triangle Program, dan Universidade Nacional Timor Lorosa’e. Kesepakatan ini berfokus pada penguatan pengelolaan MPA, peningkatan kapasitas, dan pertukaran pengetahuan regional.
Frank Keith Griffin menambahkan, kerja sama ini menunjukkan bahwa kawasan Segitiga Terumbu Karang adalah laboratorium hidup untuk inovasi konservasi. “Kita bekerja bersama untuk menciptakan masa depan yang lebih baik. Tidak hanya untuk kawasan ini, tetapi untuk dunia,” sebutnya.
Baca juga: Peringatan Global, Perubahan Iklim Percepat Pengeringan Sungai
Langkah kolaboratif juga mencakup pendekatan berbasis bentang laut yang memungkinkan setiap negara memetakan strategi pengelolaan berkelanjutan sesuai kondisi lokal. Fokus utama adalah memastikan keberlanjutan sumber daya bagi generasi mendatang sekaligus berkontribusi pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) 14: Kehidupan Bawah Air.
Segitiga Terumbu Karang adalah cerminan dari kekayaan laut dunia. Bagi para pemerhati keberlanjutan, kawasan ini menjadi simbol tantangan dan harapan. Ancaman yang ada membutuhkan solusi lintas sektor, dari pemerintah, komunitas internasional, hingga masyarakat lokal.
Baca juga: Kekeringan, Ancaman Global yang Jadi Normal Baru
Melalui pertemuan ini, CTI-CFF kembali menegaskan pentingnya melindungi “jantung laut dunia.” Dengan kolaborasi yang lebih kuat, kawasan Segitiga Terumbu Karang berpeluang menjadi model sukses konservasi laut yang menginspirasi dunia. ***
- Foto: Ilustrasi/ Oleksandr P/ Pexels.