Jejak Karbon Farmasi, Efek Samping yang Jarang Disadari

ORANG-orang jarang mempertimbangkan dampak lingkungan dari obat-obatan yang mereka konsumsi. Dari pereda nyeri hingga antibiotik, sektor farmasi ternyata memiliki jejak karbon yang signifikan. Studi dari University of Leiden di Belanda mengungkapkan bahwa emisi gas rumah kaca industri farmasi tumbuh jauh lebih cepat dibanding rata-rata global. Bahkan, dalam 24 tahun terakhir, emisi sektor ini meningkat hampir dua kali lipat.

Lonjakan Emisi yang Mengejutkan

Penelitian yang dipublikasikan di The Lancet Planetary Health mencatat bahwa antara 1995 hingga 2019, emisi akibat konsumsi farmasi naik 77 persen. Sebagai perbandingan, peningkatan emisi dari seluruh konsumsi global hanya 49 persen dalam periode yang sama. “Ini menunjukkan bahwa sektor farmasi berkontribusi besar terhadap krisis iklim, lebih cepat dari sektor lain,” ujar Rosalie Hagenaars, penulis utama studi ini, dikutip dari Phys.

Baca juga: Jejak Karbon AI, Tantangan Baru dalam Keberlanjutan Teknologi

Para peneliti menggunakan data dari OECD untuk menganalisis tren emisi farmasi di 76 negara. Ini merupakan studi pertama yang mengungkap dampak industri farmasi secara global, bukan hanya berdasarkan masing-masing obat atau wilayah tertentu.

Mengapa Emisi Farmasi Melonjak?

Ada beberapa faktor utama yang mendorong peningkatan emisi di sektor farmasi:

  1. Konsumsi Obat yang Meningkat – Akses lebih luas terhadap obat memang membawa manfaat, tetapi juga menyebabkan pemborosan besar. Penelitian lain menunjukkan bahwa 3 hingga 50 persen obat yang diproduksi akhirnya terbuang sia-sia.
  2. Resep Berlebihan dan Kemasan Besar – Di banyak negara, pasien menerima lebih banyak obat daripada yang mereka perlukan. Pilihan untuk mengembalikan obat yang tidak terpakai pun terbatas.
  3. Produksi Berenergi Tinggi – Industri farmasi memerlukan energi besar dalam produksinya. Globalisasi rantai pasok juga berarti lebih dari setengah emisi farmasi kini terjadi di luar negara tempat obat tersebut dikonsumsi.

Baca juga: Emisi Karbon di Atmosfer Meningkat Pesat di 2024

Tanpa pengawasan dan akuntabilitas yang lebih baik, emisi dari farmasi bisa semakin tak terlihat, tetapi tetap merusak lingkungan.

Industri farmasi menyumbang emisi karbon yang terus meningkat. Tanpa pengelolaan limbah dan produksi berkelanjutan, dampaknya terhadap iklim bisa semakin parah. Foto: Ilustrasi/ Jonathan Borba/ Pexels.

Tanggung Jawab Pemerintah dan Industri

Mengurangi emisi farmasi bukan hal yang mudah, tetapi ada beberapa langkah yang bisa dilakukan:

  • Pengelolaan Limbah Obat – Pemerintah dapat menerapkan program pengumpulan obat tak terpakai untuk mengurangi pemborosan.
  • Optimalisasi Produksi – Perusahaan farmasi perlu mencari cara untuk mengurangi konsumsi energi dan meminimalisir emisi.
  • Laporan Emisi yang Transparan – Perusahaan farmasi harus melaporkan emisi Cakupan 3, yaitu emisi tidak langsung dari seluruh rantai produksi dan distribusi mereka. Saat ini, lebih dari 80 persen total emisi industri farmasi berasal dari kategori ini.
  • Belajar dari Negara Lain – Emisi farmasi per kapita di negara berpenghasilan tinggi bisa 9 hingga 10 kali lebih tinggi dibanding negara berpenghasilan rendah. Ini menunjukkan bahwa kebijakan dan praktik yang lebih baik bisa mengurangi emisi tanpa mengorbankan akses terhadap obat.

Baca juga: Ironi Private Jet, Emisi Besar dari Segelintir Orang Kaya

Krisis iklim bukan hanya tentang batu bara dan kendaraan bermotor. Industri farmasi memiliki peran besar dalam jejak karbon global. Tanpa perubahan dalam produksi, distribusi, dan konsumsi obat, emisi sektor ini akan terus meningkat. Dibutuhkan langkah nyata dari pemerintah, industri, dan masyarakat untuk mengurangi dampaknya terhadap lingkungan.

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *