PENINGKATAN kesadaran akan perubahan iklim mendorong berbagai negara untuk memperkuat regulasi emisi karbon, termasuk Indonesia. Salah satu langkah besar adalah peluncuran Bursa Karbon Indonesia yang bertujuan mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sekaligus menciptakan peluang ekonomi baru. Namun, sejauh mana ekosistem ini efektif?
Dalam sebuah webinar bertajuk The Greenwashing Trap: How to Build Public Awareness, Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mirza Adityaswara, menekankan perlunya batas atas emisi karbon di setiap sektor industri. “Tanpa batas atas, permintaan terhadap kredit karbon tidak akan terjadi,” ujar Mirza.
Belajar dari Praktik Internasional
Banyak negara telah menerapkan kebijakan serupa dengan sukses. Batas atas emisi (cap) ini mendorong perusahaan untuk membeli kredit karbon demi memenuhi target emisi mereka. Tidak hanya itu, Mirza juga mendorong penerapan pajak karbon yang dilengkapi dengan insentif dan disinsentif.
Baca juga: Misi Indonesia di COP29: Perdagangan Karbon & Pengurangan Emisi
“Kita perlu belajar dari negara lain. Kebijakan ini terbukti efektif dalam menurunkan emisi sekaligus mendorong komitmen terhadap Nationally Determined Contributions (NDC),” tambahnya.
Baca juga: NASA Investasi 11,5 juta dolar AS untuk Penerbangan Nol Emisi
Komitmen NDC Indonesia, yang menjadi bagian dari Perjanjian Paris, mencakup target penurunan emisi sebesar 31,89% pada 2030 dengan usaha sendiri, atau hingga 43,20% dengan dukungan internasional.
Bursa Karbon, Capaian dan Tantangan
Diluncurkan pada 26 September 2023, Bursa Karbon Indonesia telah mencatatkan transaksi senilai Rp37,06 miliar hingga September 2024. Dengan total volume perdagangan mencapai 613.894 tCO2e, potensi pertumbuhannya terlihat jelas.
Namun, tantangan masih besar. Pemain utama di sektor industri belum sepenuhnya terlibat. Menurut OJK, kredit karbon tidak hanya harus diperdagangkan dalam jumlah besar, tetapi juga mencakup berbagai sektor, termasuk energi, transportasi, dan pertanian.
Baca juga: Kredit Karbon Indonesia, Kunci Perangi Perubahan Iklim Global
“Semakin banyak sektor yang terlibat, semakin luas pula dampaknya terhadap penurunan emisi,” kata Mirza.

Mendorong Kolaborasi Semua Pihak
Peran pemerintah, regulator, dan industri menjadi kunci. Tidak hanya dalam menciptakan regulasi yang mendukung, tetapi juga memastikan transparansi dan akuntabilitas setiap transaksi karbon.
Baca juga: Mempercepat Ekonomi Karbon, Langkah Strategis Keberlanjutan Indonesia
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, menegaskan pentingnya keberlanjutan pasar karbon. “Kita tidak hanya berbicara soal perdagangan, tetapi bagaimana setiap ton CO2e yang diperdagangkan berdampak nyata pada pengurangan emisi.”
Menakar Masa Depan Pasar Karbon
Untuk mendorong pertumbuhan bursa karbon, Mirza mengusulkan penguatan edukasi publik tentang pentingnya kredit karbon. Edukasi ini tidak hanya ditujukan kepada korporasi besar tetapi juga UMKM yang memiliki potensi untuk berkontribusi.
Baca juga: Pasar Karbon, Kunci Pendapatan Besar Negara yang Terabaikan
Pengalaman global menunjukkan bahwa regulasi yang tegas dan sistem insentif yang menarik menjadi pendorong utama pasar karbon. Di sisi lain, langkah strategis ini harus didukung oleh kesadaran kolektif akan bahaya greenwashing, yakni klaim palsu atas keberlanjutan yang dapat merusak kepercayaan publik.
Dengan kerangka kebijakan yang jelas, teknologi yang mendukung, dan kerja sama lintas sektor, Bursa Karbon Indonesia memiliki peluang besar menjadi katalisator transformasi hijau di Tanah Air. ***
- Foto: Ilustrasi/ Tom Fisk/ Pexels.