CCS, Inovasi Canggih Atasi Krisis Karbon dan Wujudkan Indonesia Hijau

PEMERINTAH Indonesia dan ExxonMobil baru-baru ini menandatangani komitmen investasi sebesar US$15 miliar ((sekitar Rp243 triliun) untuk membangun proyek penyimpanan karbon yang ambisius. Kolaborasi ini menjadi tonggak penting dalam transisi Indonesia menuju ekonomi berkelanjutan, dengan tujuan besar mengurangi emisi gas rumah kaca. Salah satu solusi utama yang diandalkan dalam proyek ini adalah teknologi Carbon Capture Storage (CCS), yang dapat membantu Indonesia mencapai target net zero emission pada 2060.

Apa itu Carbon Capture Storage (CCS)?

Carbon Capture and Storage (CCS) merupakan teknologi yang dirancang untuk menangkap karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan dari proses industri dan membuangnya ke dalam penyimpanan bawah tanah, sebelum gas tersebut dapat menyebar ke atmosfer. Proses ini penting untuk mengurangi dampak pemanasan global, karena CO2 adalah salah satu gas rumah kaca utama yang berperan dalam perubahan iklim.

Baca juga: Bumi Makin Panas, Tanah Melepaskan Lebih Banyak Karbon

Menurut International Energy Agency (IEA), CCS adalah teknologi penting untuk membantu negara-negara mengurangi emisi tanpa harus mengorbankan sektor industri yang mendukung perekonomian mereka. Menurut laporan United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC ), teknologi ini memiliki potensi besar dalam mitigasi perubahan iklim global.

Tahapan Teknologi CCS

Mengutip berbagai sumber kredibel, teknologi CCS terdiri dari tiga tahapan utama yang saling berhubungan:

  1. Menangkap Karbon dioksida (CO2)
    Proses pertama adalah menangkap CO2 yang dihasilkan dari aktivitas pembakaran bahan bakar fosil di pabrik atau pembangkit listrik. Proses ini menggunakan sistem pemisahan khusus yang memisahkan CO2 dari gas buang lainnya, sehingga karbon dapat dikumpulkan untuk diangkut ke lokasi penyimpanan.
  2. Mengangkut CO2 ke Lokasi Penyimpanan
    Setelah karbon ditangkap, langkah berikutnya adalah mengangkutnya ke tempat penyimpanan yang aman. Biasanya, ini dilakukan melalui jaringan pipa yang dirancang untuk menahan gas CO2 pada tekanan tinggi selama perjalanan menuju lokasi yang aman di bawah tanah.
  3. Menyimpan CO2 Secara Permanen
    Langkah terakhir adalah menyimpan CO2 di bawah tanah, di formasi geologi yang terisolasi dan kedap udara, seperti lapisan batuan atau akuifer yang tidak dapat bocor ke atmosfer. Proses ini dapat memastikan bahwa CO2 tetap terjebak di bawah tanah, mencegahnya terlepas kembali ke udara dalam jangka panjang.
Carbon Capture and Storage (CCS) menangkap CO 2 dari industri dan menyimpannya di bawah tanah untuk mengurangi dampak pemanasan global. Foto: Ilustrasi/ Andry Chi/ Pexels.

Mengapa CCS Penting untuk Indonesia?

Dengan investasi besar dari ExxonMobil, Indonesia memiliki kesempatan untuk mengembangkan teknologi CCS dalam skala besar. Proyek ini dapat menyimpan hingga 3 juta ton CO2 per tahun, yang akan sangat berkontribusi dalam mengurangi emisi di negara yang bergantung pada sektor energi fosil untuk memenuhi kebutuhan energi nasional.

Baca juga: ExxonMobil Investasi Besar untuk Penyimpanan Karbon di Indonesia

Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia, Airlangga Hartarto, proyek ini juga akan membuka peluang besar dalam penciptaan lapangan pekerjaan di sektor energi hijau dan petrokimia. Selain manfaat lingkungan, proyek CCS ini juga diharapkan dapat memperkuat ketahanan energi Indonesia dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.

Investasi Besar dan Teknologi Canggih

Namun, meskipun teknologi ini menjanjikan, implementasinya tidak tanpa tantangan. Salah satunya adalah investasi awal yang sangat besar, serta kebutuhan akan pengawasan dan teknologi yang canggih untuk memastikan keamanan penyimpanan CO2 dalam jangka panjang.

Menurut Sekretaris Menko Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, pengawasan yang ketat akan sangat penting untuk memastikan bahwa proyek ini aman dan efektif dalam mengurangi emisi karbon.

Selain itu, penciptaan infrastruktur yang diperlukan untuk transportasi dan penyimpanan CO2 membutuhkan waktu dan koordinasi yang matang antara pemerintah dan sektor swasta. Berdasarkan laporan dari IEA, proyek-proyek seperti ini membutuhkan investasi besar dan kesiapan infrastruktur yang matang agar dapat berhasil diimplementasikan.

Baca juga: Mengapa Beberapa Negara Belum Meratifikasi Kesepakatan Paris?

Meskipun demikian, potensi manfaat jangka panjang dari CCS sangat besar, baik dalam hal keberlanjutan lingkungan maupun pertumbuhan ekonomi. Keberhasilan proyek ini dapat menjadi contoh bagi negara-negara lain yang ingin mengurangi emisi tanpa mengorbankan perkembangan industri mereka.

CCS adalah solusi vital untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yang tidak hanya memberikan keuntungan bagi lingkungan, tetapi juga mendorong perkembangan ekonomi hijau di Indonesia. Dengan dukungan investasi besar dari ExxonMobil dan kerjasama erat dengan pemerintah Indonesia, teknologi ini menjadi harapan untuk masa depan yang lebih berkelanjutan.

Menurut laporan dari Kementerian ESDM, proyek penyimpanan karbon ini akan menjadi contoh penting dalam upaya Indonesia mencapai target net zero emission pada 2060 dan mempercepat transisi menuju ekonomi hijau. ***

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *