INDONESIA kini berada di garis depan dalam upaya global menurunkan emisi karbon. Pemerintah tengah mempersiapkan skema perdagangan karbon di sektor kehutanan dan penggunaan lahan (FOLU – Forest and Other Land Uses). Sektor ini dipandang sebagai potensi besar yang dapat memberikan nilai tambah, terutama bagi negara dengan kekayaan hutan seperti Indonesia.
Langkah ini datang tak lama setelah peluncuran perdagangan karbon internasional pada 20 Januari 2025, yang menjadi momen penting dalam perjalanan Indonesia menuju ekonomi rendah karbon. Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, mengungkapkan bahwa pihaknya sedang menggodok mekanisme yang diharapkan mampu meningkatkan gairah pasar karbon.
Skema Baru untuk Pasar Karbon yang Lebih Inklusif
Raja Juli menjelaskan bahwa penyusunan skema perdagangan karbon di sektor FOLU dilakukan secara inklusif. Selain berkonsultasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Kehutanan juga membuka ruang dialog publik agar proses ini transparan dan melibatkan banyak pihak.
“Kami sedang mempersiapkan berbagai mekanisme. Harapannya, ini dapat memberikan semangat baru bagi pasar karbon,” ujar Raja Juli.
Baca juga: Indonesia, Pemain Kunci di Pasar Karbon Dunia
Langkah ini tak hanya memperkuat regulasi, tetapi juga membuka peluang bagi sektor kehutanan untuk menjadi pemain utama dalam perdagangan karbon global.
Nilai Premium Karbon FOLU
Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan bahwa karbon dari sektor FOLU memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Menurutnya, kontribusi sektor ini, yang disebut sebagai “raja karbon,” akan sangat premium dibanding sektor lain.
“Jika produk dari sektor kehutanan dirilis, nilai karbonnya akan jauh lebih tinggi. Ini potensi besar yang hanya dimiliki sedikit negara,” ujar Hanif.

Keunggulan Indonesia dalam Sektor FOLU
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menyebut Indonesia memiliki keunggulan yang jarang dimiliki negara lain. Hutan Indonesia, dengan luas dan keragaman hayatinya, mampu menghasilkan produk pengurangan emisi karbon yang signifikan.
Baca juga: Bursa Karbon, Langkah Strategis Turunkan Emisi di Indonesia
“Negara lain mungkin tidak memiliki peluang sebesar Indonesia untuk kontribusi dalam sektor FOLU ini. Ini menjadi tekad bersama kita untuk mendukung penuh pengembangan sektor ini,” jelas Mahendra.
Langkah Awal Perdagangan Karbon Internasional
Peluncuran perdagangan karbon internasional Indonesia diawali dengan lima proyek besar yang menargetkan sektor energi. Misalnya, pembangkit listrik tenaga air Gunung Wugul mampu mengurangi 5.000 ton CO2 ekuivalen, sementara pengoperasian pembangkit berbahan bakar gas bumi di Priok Blok IV berpotensi menurunkan emisi hingga 763.653 ton CO2 ekuivalen.
Baca juga: Indonesia Bersiap Luncurkan Perdagangan Karbon Internasional Perdana
Proyek-proyek ini menjadi pembuka jalan bagi sektor kehutanan untuk menyusul dengan kontribusi yang lebih besar di masa mendatang.
Peluang Praktisi dan Pemerhati Keberlanjutan
Bagi para praktisi dan pemerhati isu keberlanjutan di Indonesia, perkembangan ini adalah peluang sekaligus tantangan. Sistem perdagangan karbon di sektor FOLU bukan hanya tentang menurunkan emisi, tetapi juga mengintegrasikan nilai ekonomi dan sosial dari konservasi hutan.
Baca juga: Kredit Karbon Indonesia, Kunci Perangi Perubahan Iklim Global
Sektor ini diharapkan mampu menjadi contoh bagi negara lain dalam mengelola hutan secara berkelanjutan sambil memberikan dampak ekonomi yang nyata.
Dengan potensi besar ini, Indonesia tak hanya memperkuat posisi di pasar karbon global, tetapi juga menunjukkan komitmen terhadap keberlanjutan dan masa depan rendah karbon. ***
- Foto: Ilustrasi/ Mikhail Nilov/ Pexels.