DI TENGAH ketidakpastian iklim global, Indonesia mengambil langkah strategis. Dalam Business Forum on Forest Carbon Trade di Paviliun Indonesia, World Expo 2025 Osaka, pemerintah memperkenalkan skema perdagangan karbon berbasis hutan tropis.
Forum ini bukan hanya ajang diplomasi. Ini adalah undangan terbuka bagi investor global untuk berpartisipasi dalam transformasi ekonomi hijau Indonesia.
Kolaborasi antara Kedutaan Besar RI di Tokyo dan Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) menjadi tulang punggung kegiatan ini. Pelaku usaha, pejabat pemerintah, dan mitra swasta dari Jepang dan Indonesia hadir dalam forum tersebut.
Salah satu sorotan utama forum adalah penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara pengusaha Indonesia dan mitra Jepang. Fokusnya: proyek-proyek berbasis solusi alam, perlindungan keanekaragaman hayati, hingga pemanfaatan kredit karbon.
Strategi FOLU Net Sink 2030
Indonesia menekankan program Food and Land Use (FOLU) Net Sink 2030 sebagai kerangka kerja utama. Targetnya jelas: pada 2030, sektor kehutanan dan penggunaan lahan harus menyerap lebih banyak emisi daripada yang dilepaskan.
Ketua Umum APHI, Indroyono Soesilo, menyebut inisiatif ini sebagai upaya konkret memperkuat komitmen iklim sekaligus membuka jalan bagi pasar karbon internasional yang kredibel.
“Indonesia kini tak hanya melindungi hutannya. Kita mengubahnya menjadi aset dunia melalui skema perdagangan karbon,” katanya.
Baca juga: Kolaborasi Baru Indonesia-Norwegia, dari Karbon hingga Mangrove
Peluncuran Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon) menjadi landasan penting. Bukan hanya sebagai platform transaksi, tetapi juga sebagai simbol tekad Indonesia menuju transformasi ekonomi rendah emisi.

Pengakuan Sertifikasi Lintas Negara
Salah satu pembahasan penting dalam forum adalah Mutual Recognition Arrangement (MRA) antara Indonesia dan Jepang. Kesepakatan ini memungkinkan sertifikasi karbon diakui secara lintas negara.
Penasihat FOLU Net Sink 2030, Agus Justianto, menjelaskan bahwa skema ini membuka ruang bagi proyek-proyek berbasis alam, seperti restorasi gambut dan rehabilitasi mangrove, untuk mendapatkan akses investasi Jepang. “Kolaborasi ini lebih dari sekadar teknis. Ini soal kepercayaan dan kepemimpinan dalam isu iklim global,” tegasnya.
Mangrove, Lumbung Karbon Masa Depan
Indonesia menyoroti potensi besar ekosistem mangrove dalam menyerap karbon. Riset menunjukkan kemampuannya lima kali lebih besar dibanding hutan daratan biasa. Dengan regulasi yang kuat, serta sistem pelaporan dan verifikasi yang transparan, potensi ini kini siap dimonetisasi secara global.
Didik Darmanto, Direktur Paviliun Indonesia, menyebut forum ini sebagai “titik awal kemitraan baru menuju ekonomi karbon rendah yang inklusif dan adil”.
Baca juga: FOLU, Raja Karbon Indonesia di Pasar Global
Forum ini tak sekadar menawarkan potensi karbon. Ini adalah ajakan membangun ekosistem investasi yang berkelanjutan. Dengan memperkuat kapasitas nasional dan membangun kepercayaan internasional, Indonesia menunjukkan bahwa hutan bukan hanya warisan, tetapi juga masa depan.
Dunia kini menatap Indonesia—bukan hanya sebagai negara pemilik hutan tropis, tapi sebagai pemimpin solusi iklim berbasis alam. ***
- Foto: Ilustrasi/ Naufal Utomo/ Pexels.