INC-5, Akankah Dunia Menang Melawan Polusi Plastik?

POLUSI plastik kini menjadi salah satu tantangan lingkungan terbesar di dunia. Setiap tahun, lebih dari 400 juta ton sampah plastik dihasilkan. Sayangnya, hanya sembilan persen dari jumlah tersebut yang berhasil didaur ulang. Sisanya, sebagian besar, berakhir di tempat pembuangan akhir atau lebih buruk lagi, mencemari laut.

Mengutip data dari Our World in Data, lebih dari delapan juta ton sampah plastik masuk ke lautan setiap tahun, menciptakan ancaman besar bagi ekosistem laut dan kesehatan manusia.

Tren Produksi Plastik yang Tak Terbendung

Produksi plastik global menunjukkan angka yang mengkhawatirkan. Dari 234 juta ton pada tahun 2000, jumlah ini melonjak dua kali lipat menjadi 460 juta ton pada 2019. Statista melaporkan bahwa hampir setengah dari plastik yang diproduksi berasal dari Asia, diikuti oleh Amerika Utara yang menyumbang 19 persen dan Eropa 15 persen.

Namun, yang lebih penting adalah kenyataan bahwa pengelolaan plastik belum menunjukkan kemajuan yang signifikan. Menurut Plastic Waste Makers Index 2021, penurunan penggunaan plastik sekali pakai masih terbatas. Sementara alternatif yang lebih ramah lingkungan belum cukup menggantikan plastik dalam banyak sektor.

Dampak Polusi Plastik bagi Kehidupan dan Kesehatan

Polusi plastik tidak hanya merusak pemandangan. Plastik yang terdampar di lautan membunuh jutaan organisme laut setiap tahun. Jenis plastik yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari—mulai dari botol, kantong plastik, hingga kemasan makanan—mencemari ekosistem dan merusak rantai makanan laut. Pada akhirnya, manusia yang mengonsumsi produk laut terkontaminasi oleh mikroplastik yang bisa membahayakan kesehatan.

Baca juga: Dinamika INC-5, Tantangan Menuju Perjanjian Plastik Global

Berdasarkan studi yang diterbitkan dalam Science Advances, mikroplastik dapat ditemukan dalam tubuh manusia. Dari darah hingga jaringan organ, yang meningkatkan kekhawatiran terkait potensi dampaknya terhadap kesehatan jangka panjang.

Selain itu, produksi plastik yang bergantung pada bahan bakar fosil juga menyumbang sekitar 3,4 persen dari total emisi gas rumah kaca global. Laporan dari International Energy Agency (IEA) mencatat bahwa plastik menyumbang emisi yang signifikan karena proses produksinya yang memerlukan energi tinggi.

Perjanjian Global Plastik, Solusi yang Ditunggu

Untuk mengatasi masalah ini, lebih dari 170 negara berkumpul pada akhir November 2024 di Busan, Korea Selatan, untuk merundingkan perjanjian global yang mengikat secara hukum.

Perjanjian ini bertujuan untuk mengurangi produksi plastik secara signifikan dan meningkatkan daur ulang, serta memberikan pedoman untuk mengelola sampah plastik yang ada. Mengutip United Nations Environment Programme (UNEP), tujuan dari perjanjian ini adalah untuk mengurangi polusi plastik secara keseluruhan, bukan hanya menanggulangi sampah yang sudah ada.

Baca juga: 175 Negara Bersatu untuk Perjanjian Plastik Global

Ini adalah bagian dari upaya global untuk mengatasi polusi plastik yang dimulai sejak 2022. Saat Majelis Lingkungan Hidup Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEA) mengadopsi Resolusi 5/14 yang mengharuskan adanya perjanjian global untuk plastik pada akhir 2024. Meskipun telah ada kemajuan melalui beberapa putaran pembicaraan, masih banyak tantangan yang harus dihadapi.

Polusi plastik semakin mengancam lingkungan. Dengan lebih dari 8 juta ton plastik masuk ke laut setiap tahun, perjanjian global INC-5 menjadi harapan untuk mengatasi krisis ini. Foto: Lucien Wanda/ Pexels.

Meningkatkan Produksi Plastik atau Menanggulangi Sampah Plastik?

Salah satu isu yang masih menjadi perdebatan dalam pembicaraan ini adalah produksi plastik primer. Meski telah ada kemajuan dalam pengelolaan sampah plastik, banyak pihak berpendapat bahwa yang perlu dikurangi adalah jumlah plastik yang diproduksi sejak awal.

Tanpa langkah itu, perjanjian global ini mungkin hanya memberikan solusi sementara. Menurut laporan International Institute for Environment and Development (IIED), pengurangan produksi plastik merupakan langkah krusial yang seringkali terabaikan dalam diskusi.

Pendekatan holistik sangat penting dalam perjanjian ini. Dari produksi, penggunaan, hingga pengelolaan sampah, seluruh siklus hidup plastik harus diperhatikan agar solusi yang dihasilkan bisa efektif.

Indonesia dan Peranannya dalam Solusi Global

Sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar di Asia, Indonesia memegang peran penting dalam upaya global ini. Dengan produksi plastik yang terus meningkat, negara ini juga menghadapi masalah besar terkait sampah plastik, terutama di daerah pesisir.

Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi sampah plastik 70 persen pada 2025, berdasarkan Laporan Kemajuan Pengelolaan Sampah Plastik oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Namun, keberhasilan upaya ini sangat bergantung pada implementasi kebijakan yang tepat serta kerja sama antar-pemerintah dan sektor swasta.

Baca juga: Misi Besar Indonesia, 100% Air dan Sanitasi Layak 2030

Solusi jangka panjang untuk polusi plastik tidak hanya bergantung pada kebijakan pemerintah, tetapi juga pada perubahan perilaku konsumen. Masyarakat perlu diberdayakan untuk mengurangi konsumsi plastik sekali pakai dan beralih ke alternatif yang lebih ramah lingkungan.

Perundingan di Busan mungkin hanya akan menjadi awal dari perjalanan panjang. Namun, dengan komitmen global dan kerjasama antara negara-negara, tantangan besar ini masih bisa dihadapi. Perjanjian global yang akan dihasilkan diharapkan mampu menjadi titik balik bagi penurunan polusi plastik dan penyelamatan ekosistem laut yang sangat terancam. ***

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *