Kabut Asap Mengancam: Indonesia, Malaysia, dan Singapura Tak Bisa Lagi Diam

MUSIM kering 2025 belum sepenuhnya datang, namun ancaman kabut asap lintas batas kembali membayangi Asia Tenggara. Sebuah laporan terbaru dari Institut Hubungan Internasional Singapura memperingatkan bahwa risiko peristiwa kabut asap parah kini meningkat ke tingkat “sedang”. Sebelumnya, pada 2024, risiko ini masih dinilai “rendah”.

Kenaikan status ini bukan tanpa alasan. Harga produk pertanian yang melonjak dan deforestasi yang terus meningkat menjadi pemicu utama. Kombinasi keduanya memperbesar peluang terjadinya kebakaran hutan dan lahan, khususnya di Indonesia. Laporan itu juga mencatat lonjakan titik panas di Sumatera pada pertengahan Juli, dengan kepulan asap mulai merambah ke Semenanjung Malaysia.

Fenomena ini mengingatkan kembali pada tragedi kabut asap 2013, saat langit Singapura dan Malaysia tertutup abu pekat, dan kualitas udara turun drastis. Dampaknya bukan hanya kesehatan masyarakat, tapi juga ekonomi kawasan. Dari sektor pariwisata yang lumpuh, gangguan penerbangan, hingga kegiatan pendidikan yang terganggu.

Krisis Lama, Pola Lama

Sayangnya, pola lama tampak kembali berulang. Pembukaan lahan dengan metode bakar, meski dilarang, masih menjadi praktik umum karena dianggap murah dan efisien. Perubahan kebijakan dan tekanan ekonomi lokal, menurut laporan tersebut, justru bisa memperparah kondisi. “Jika pembakaran terus digunakan, maka kebijakan yang baik pun bisa gagal mengendalikan deforestasi,” tulis lembaga itu.

Baca juga: Karhutla Bukan Bencana Alam, tapi Ulah Manusia

Prediksi iklim menambah kekhawatiran. Rentang 2027 hingga 2030 diperkirakan akan diliputi musim kering ekstrem yang bisa memperburuk risiko kebakaran dan kabut asap. Dalam konteks ini, langkah pencegahan tidak lagi cukup jika hanya bertumpu pada pendekatan nasional.

Seorang pria mengenakan masker dan pelindung mata saat berjalan di jalanan yang diselimuti kabut asap. Polusi udara akibat kebakaran hutan dan lahan kini kembali menjadi ancaman serius di kawasan Asia Tenggara. Foto: Ilustrasi/ Nuno Magalhães/ Pexels.

Saatnya Perkuat Hukum dan Tanggung Jawab Korporasi

Di tingkat regional, ASEAN sebenarnya telah memiliki ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution sejak 2002. Namun, implementasinya masih lemah. Kerangka ini belum sepenuhnya mampu menekan praktik pembakaran dan belum efektif mendorong akuntabilitas perusahaan.

Baca juga: Dampak Kebakaran Hutan: Krisis Asuransi dan Kerugian Ekonomi Besar di California

Singapura sempat mengambil langkah unilateral dengan memberlakukan Transboundary Haze Pollution Act pada 2014. UU ini memungkinkan Singapura menuntut pelaku, baik individu maupun perusahaan, yang terbukti menyebabkan polusi udara akibat kebakaran lahan di luar negeri. Malaysia sempat mencoba langkah serupa dengan menggulirkan RUU Kabut Asap Lintas Batas, namun pembahasannya dihentikan pada 2023.

Peta wilayah Indonesia, Malaysia, dan Singapura yang kerap terdampak kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan. Ketiga negara ini berada dalam lintasan angin muson (periodik) yang membawa asap lintas batas setiap musim kemarau tiba. Foto: Parstoday.

Kolaborasi atau Gagal Bersama

Pertanyaannya, sampai kapan kawasan ini terus terjebak dalam siklus musiman kabut asap tanpa solusi konkret?

Sudah waktunya mendorong pendekatan baru dalam ujud kolaboratif, berbasis sains, dan menekankan transparansi rantai pasok. Industri agrikultur, khususnya sawit dan pulp, perlu didorong untuk memastikan praktik ramah lingkungan secara ketat. Di saat yang sama, negara-negara ASEAN perlu memperkuat kerangka hukum bersama untuk mencegah dan menghukum pelanggaran lingkungan lintas batas.

Baca juga: FireSat dan AI, Revolusi Baru dalam Pencegahan Kebakaran Hutan

Kabut asap bukan lagi isu nasional. Tapi, telah menjadi masalah regional yang memerlukan kepemimpinan kolektif, bukan sekadar reaksi tahunan. Jika tidak segera ditangani, kabut yang menyelimuti langit Asia Tenggara bisa menjadi simbol kegagalan kita menjaga masa depan bersama. ***

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *