Kusta di Indonesia, Bukti Nyata SDGs Masih Jauh di Pelosok

KUSTA bukan lagi sekadar soal pengobatan. Di Indonesia, tantangan terbesarnya kini adalah bagaimana memastikan penyintas tidak tertinggal, dari sistem layanan kesehatan hingga pengakuan sosial yang setara. Meski pengobatan tersedia dan efektif, Indonesia masih tercatat sebagai negara dengan jumlah kasus kusta tertinggi ketiga di dunia, setelah India dan Brasil.

Kondisi ini memunculkan pertanyaan besar, mengapa angka kusta masih tinggi, padahal teknis pengobatannya sudah jelas? Jawabannya rumit. Berkelindan antara ketimpangan akses, stigma sosial, dan lemahnya komitmen lokal dalam penanggulangan.

Arah Baru dalam Penanganan Kusta

Sebagai bagian dari komitmen menuju Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG 3) tentang kehidupan sehat dan kesejahteraan, Kementerian Kesehatan tengah merevisi Rencana Aksi Nasional Eliminasi Kusta. Rencana yang awalnya berlaku 2025–2027 diperpanjang hingga 2030.

Fokus utamanya menurunkan kasus, menghapus stigma, dan membangun sistem layanan yang inklusif. Menurut Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Ina Agustina Isturini, strategi yang digunakan bukan lagi pendekatan medis semata, melainkan kolaboratif. “Kami melibatkan masyarakat untuk mencegah, mendeteksi, dan memperluas akses pengobatan,” jelas Ina dalam media briefing, akhir pekan ini.

Baca juga: Menyiasati Kesenjangan Pendanaan SDGs dengan Teknologi dan Inovasi

Langkah-langkah konkret sudah mulai dijalankan. Di antaranya pelatihan daring untuk tenaga kesehatan, pemanfaatan platform Pelantaran Sehat, serta integrasi data kusta ke dalam sistem Satu Sehat. Hal ini diharapkan mampu meningkatkan koordinasi antar-lini layanan.

Deteksi Aktif dan Kolaborasi Lintas Sektor

Upaya lain yang tengah berlangsung adalah penerapan mandatory screening di fasilitas kesehatan di lima wilayah dengan angka kasus tinggi, yakni Kabupaten Bekasi, Tangerang, Brebes, Sampang, dan Kota Jayapura. Kelima wilayah ini menyumbang sekitar 10 persen dari total kasus nasional.

Generasi muda mengikuti aksi kampanye “Walk for SDGs”, membawa pesan penting dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, termasuk SDG 3 tentang kesehatan dan kesejahteraan. Aksi ini menegaskan pentingnya keterlibatan publik dalam menciptakan sistem kesehatan yang adil, inklusif, dan bebas stigma, termasuk bagi penyintas kusta. Foto: Muhammad Renaldi/ Pexels.

Program ini dipadukan dengan layanan tuberkulosis (TBC), mengingat kesamaan pendekatan pengobatan dan tantangan akses. Pemerintah juga mulai mendistribusikan obat pencegahan (profilaksis) dan menyediakan pemeriksaan gratis di wilayah prioritas.

Namun, tantangan besar tetap ada. Faktor geografis, kondisi cuaca ekstrem, dan rendahnya komitmen pemerintah daerah memperlambat deteksi dan pelaporan kasus. Satu hal yang lebih sulit lagi: stigma sosial terhadap penderita.

Melawan Stigma, Mengembalikan Martabat

Stigma masih jadi musuh utama. Tak sedikit penyintas kusta yang enggan memeriksakan diri karena takut dikucilkan. Karena itu, Kementerian Kesehatan mendorong pelibatan komunitas, baik penyintas, kader kesehatan, maupun organisasi pemberdayaan lokal, untuk penemuan kasus secara aktif.

Baca juga: Lebih Sedikit Emisi, Lebih Banyak Kehidupan Layak

Program rehabilitasi dan pendampingan juga diperkuat melalui kerja sama dengan organisasi internasional, termasuk Sasakawa Foundation dan WHO. Kongres Internasional Kusta ke-22 di Bali (7–9 Juli 2025) menjadi momentum penting untuk mengangkat suara penyintas di tingkat global.

Lebih dari sekadar forum medis, kongres ini menandai arah baru, yaitu pendekatan inklusif yang berlandaskan hak asasi. Karena bebas dari kusta bukan hanya soal kesehatan, tapi juga tentang martabat dan keberadaan yang diakui. ***

  • Foto: Ilustrasi/ Wikipedia – SDG 3, Kehidupan Sehat dan Kesejahteraan, menjadi pengingat bahwa kesehatan yang inklusif dan bebas stigma, termasuk bagi penyintas kusta, adalah bagian dari komitmen global menuju pembangunan yang berkeadilan.
Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *