UNTUK mempercepat pembangunan infrastruktur yang ramah lingkungan, Pemerintah Indonesia berhasil mengumpulkan investasi hijau senilai US$ 18,8 miliar atau sekitar Rp 305 triliun. Pencapaian ini tidak lepas dari penerapan skema pembiayaan berbasis Environmental, Social, and Governance (ESG) yang mulai diadopsi secara sistematis sejak 2022.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan komitmen pemerintah dalam menerapkan prinsip keberlanjutan pada setiap tahap pembangunan infrastruktur nasional. “Berbagai instrumen pembiayaan kami siapkan agar proyek infrastruktur tetap berjalan sekaligus mendukung agenda mitigasi krisis iklim,” ujarnya saat membuka International Conference on Infrastructure (ICI) 2025 di Jakarta, Kamis (12/6).
Peta Jalan Pembiayaan Berkelanjutan
Untuk mendorong investor masuk ke sektor infrastruktur yang kerap dianggap berisiko tinggi, pemerintah mengembangkan berbagai instrumen pendukung. Salah satunya melalui Project Development Facility (PDF), fasilitas pendanaan awal yang membantu mempersiapkan proyek hingga tahap layak dibiayai.
Selain itu, pemerintah mengaktifkan instrumen Viability Gap Fund (VGF) untuk menutup kesenjangan kelayakan proyek yang secara finansial belum menarik namun berdampak sosial besar. Ada pula skema Availability Payment (AP), yang memberikan kepastian pembayaran kepada badan usaha swasta selama infrastruktur yang dibangun memenuhi standar layanan.
“Dengan pendekatan ini, risiko proyek dapat ditekan, kepercayaan investor meningkat, dan kualitas pembangunan tetap terjaga,” jelas Sri Mulyani.
Baca juga: China Luncurkan Standar ESG, Langkah Baru Menuju Keberlanjutan Global
Pemerintah juga memberikan jaminan melalui Indonesia Infrastructure Guarantee Fund (IIGF). Lembaga ini berperan penting mengurangi risiko politik dan kebijakan yang kerap menjadi pertimbangan utama investor global.
Menarik Minat Global
Sejak kerangka ESG diadopsi dua tahun lalu, total investasi yang berhasil dikumpulkan sudah menyasar berbagai sektor strategis. Mulai dari pembangunan jalan tol, energi terbarukan, pengelolaan air, hingga pengembangan infrastruktur sosial.

Namun, komitmen Indonesia untuk membangun infrastruktur berkelanjutan sebenarnya telah dimulai jauh sebelum 2022. Berbagai reformasi regulasi, penguatan kelembagaan, hingga kolaborasi lintas sektor menjadi fondasi bagi skema pembiayaan masa kini.
Baca juga: Perubahan Iklim, Ancaman Besar bagi Ekonomi 2025
Di luar instrumen KPBU (Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha), pemerintah juga mengandalkan platform blended finance lewat SDG Indonesia One. Platform yang dikelola PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) ini telah menggalang investasi sebesar US$ 3,29 miliar atau setara Rp 53,4 triliun.
Dari total komitmen itu, realisasi pendanaan telah mencapai US$ 396 juta atau sekitar Rp 6,45 triliun. Dana tersebut mengalir ke 111 proyek pembangunan dan 7 proyek pembiayaan di berbagai sektor prioritas.
Fondasi Masa Depan
Pola pembiayaan berkelanjutan seperti yang ditempuh Indonesia kini mendapat sorotan global. Selain mempercepat pertumbuhan ekonomi, pendekatan ini dianggap mampu menjawab tantangan krisis iklim secara konkret.
Baca juga: Indonesia dan Paris Agreement, Menakar Keadilan dalam Transisi Energi
Bagi investor, model ini memberikan dua kepastian sekaligus: imbal hasil finansial dan kontribusi nyata terhadap pembangunan hijau. Bagi pemerintah, strategi ini memperluas sumber pendanaan tanpa membebani anggaran negara secara berlebihan.
Ke depan, pemerintah berharap ekosistem pembiayaan ESG di Indonesia semakin matang dan mampu menjangkau proyek-proyek infrastruktur skala menengah hingga daerah, agar manfaatnya kian merata. ***
Foto: Instagram/ @smindrawati – Menteri Keuangan Sri Mulyani.