PASAR tradisional menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia. Namun, di balik hiruk-pikuk aktivitas jual beli, tersimpan permasalahan besar: sampah. Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mencatat, pasar menyumbang sekitar 13,5 persen dari total sampah yang berakhir di tempat pemrosesan akhir (TPA).
Limbah ini, mayoritas berupa sampah organik seperti sisa sayuran dan produk hewani. Sampah ini berisiko menyebabkan bau tak sedap, mencemari lingkungan, dan meningkatkan emisi gas metana yang memperparah perubahan iklim.
Aksi Bersih Pasar untuk HPSN 2025
Menanggapi persoalan ini, KLH menginisiasi Aksi Bersih Pasar dalam rangka memperingati Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2025. Gerakan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan keterlibatan pedagang, pemerintah daerah, serta masyarakat dalam pengelolaan sampah pasar secara berkelanjutan.
Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurrofiq, menegaskan pentingnya pengawasan ketat di seluruh pasar. “Kami akan menginstruksikan Dinas Lingkungan Hidup di setiap provinsi dan kabupaten/kota untuk terus melakukan pengawasan secara berkala terhadap pengelolaan sampah di pasar-pasar,” ujar Hanif.
Gerakan ini tidak hanya sekadar aksi bersih-bersih, tetapi juga mendorong penerapan sistem pengelolaan sampah yang lebih sistematis. Salah satu inisiatif utama adalah penerapan bank sampah unit (BSU) di pasar rakyat agar pedagang lebih mudah memilah dan mengolah limbahnya.
Baca juga: Bank Sampah, Tulang Punggung Industri Daur Ulang yang Masih Kekurangan Pasokan
Selain itu, KLH juga mengoptimalkan pengolahan sampah organik melalui rumah kompos dan rumah maggot untuk diolah menjadi pupuk dan pakan ternak alternatif.

Membangun Pasar Hijau dan Berkelanjutan
Salah satu tantangan terbesar dalam pengelolaan sampah pasar adalah tingginya penggunaan plastik sekali pakai. Saat ini, kebijakan pembatasan plastik baru diterapkan di 114 dari 416 kabupaten/kota di Indonesia. KLH terus mendorong lebih banyak daerah untuk mengadopsi regulasi serupa guna mengurangi dampak pencemaran plastik.
Baca juga: Jakarta Utara, Laboratorium Pengelolaan Sampah untuk Indonesia
Sebagai bagian dari Aksi Bersih Pasar, KLH menyasar sembilan pasar di berbagai kota, termasuk Pasar Teluk Gong, Pasar Santa, Pasar Kosambi, Pasar Jagasatru, Pasar Lau Cih, Pasar Merdeka, Pasar Induk Minasa Maupa, dan Pasar Keputran. Kegiatan ini melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah, pedagang, komunitas lingkungan, serta sektor swasta.
Baca juga: Indonesia Dapat Dana 4,5 Juta Dolar, Mampukah Atasi Krisis Sampah Plastik?
Dalam mendukung langkah ini, pemerintah juga menandatangani nota kesepahaman dan perjanjian kerja sama dengan pihak swasta. Hanif menegaskan bahwa kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat sangat penting dalam implementasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2028 yang menargetkan pengurangan sampah secara nasional.
Peluang Ekonomi Baru
Dengan pendekatan yang lebih sistematis, pasar dapat bertransformasi menjadi kawasan yang lebih hijau, sehat, dan berkelanjutan. Program seperti BSU dan pengolahan sampah organik bukan hanya mengurangi dampak lingkungan, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru bagi pedagang dan komunitas sekitar. Sampah yang selama ini menjadi masalah, kini bisa diolah menjadi sumber daya bernilai ekonomi.
Baca juga: Plana, Inovasi Ramah Lingkungan dari Sampah Plastik dan Gabah Padi
Langkah ini diharapkan bisa menjadi contoh bagi lebih banyak daerah untuk mengadopsi sistem pengelolaan sampah yang lebih baik. Dengan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, swasta, dan masyarakat, pasar rakyat tidak lagi menjadi penyumbang sampah terbesar, melainkan bagian dari solusi keberlanjutan di Indonesia. ***
- Foto: Ilustrasi/ Kelly/ Pexels.