Pemerintah Wajibkan Label Hemat Energi pada Dispenser, Apa Dampaknya?

PEMERINTAH terus mendorong efisiensi energi di sektor rumah tangga dan komersial. Salah satu langkah terbaru adalah penerapan standar hemat energi untuk dispenser air minum. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia telah menerbitkan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 87.K/ΕΚ.01/ΜΕΜ.Ε/2025, yang mewajibkan pencantuman label hemat energi pada setiap dispenser air minum yang diproduksi atau diimpor ke Indonesia.

Dispenser air minum merupakan salah satu perangkat elektronik yang terus menyala sepanjang hari. Tanpa standar efisiensi yang ketat, perangkat ini dapat menjadi salah satu penyumbang konsumsi listrik tinggi di rumah dan tempat kerja. Dengan kebijakan baru ini, pemerintah menargetkan pengurangan konsumsi listrik secara nasional serta peningkatan kesadaran masyarakat dalam memilih perangkat hemat energi.

Ketentuan Baru yang Harus Diperhatikan

  1. Label Hemat Energi Wajib Dicantumkan – Produsen dalam negeri dan importir wajib memastikan bahwa setiap dispenser memiliki label hemat energi sesuai dengan standar kinerja energi minimum (SKEM). Label ini harus tercantum secara jelas di kemasan produk.
  2. Standar Konsumsi Listrik
    • Dispenser dengan fitur pemanas air minum dibatasi hingga 292 kWh/tahun.
    • Dispenser dengan fitur pemanas dan pendingin air minum dibatasi hingga 438 kWh/tahun.
  3. Penerapan Bertahap – Aturan ini mulai berlaku 12 bulan sejak ditetapkan, memberikan waktu bagi produsen dan importir untuk menyesuaikan produk mereka dengan regulasi yang baru.
  4. Ketentuan untuk Produk Impor – Dispenser yang berasal dari luar negeri harus sudah mencantumkan label hemat energi di negara asalnya sebelum masuk ke pasar Indonesia.

Baca juga: Sustainability Branding, Tren atau Greenwashing?

Dispenser air minum dengan label hemat energi, bagian dari upaya meningkatkan efisiensi listrik dan mendorong penggunaan perangkat ramah lingkungan. Foto: Ilustrasi/ Ist.

Dampak bagi Industri dan Konsumen

Kebijakan ini akan berdampak besar pada pelaku industri elektronik, baik produsen lokal maupun importir. Mereka perlu beradaptasi dengan standar baru dan memastikan bahwa produk mereka memenuhi persyaratan efisiensi energi. Meski mungkin ada tantangan dalam proses transisi, manfaat jangka panjangnya sangat besar:

  • Bagi Konsumen: Tagihan listrik lebih rendah, sekaligus kontribusi dalam pengurangan emisi karbon.
  • Bagi Produsen: Peluang meningkatkan daya saing dengan menawarkan produk berkualitas dan ramah lingkungan.
  • Bagi Pemerintah: Mendukung target efisiensi energi nasional serta mengurangi ketergantungan pada sumber energi berbasis fosil.

Baca juga: Tingginya Kontaminasi E. Coli pada Air Minum Isi Ulang di Indonesia

Mendorong Budaya Hemat Energi

Regulasi ini sejalan dengan tren global dalam konservasi energi. Beberapa negara telah lebih dulu menerapkan kebijakan serupa untuk berbagai perangkat elektronik guna mengurangi jejak karbon. Dengan adanya aturan ini, Indonesia semakin mengarah pada ekonomi hijau yang berkelanjutan.

Konsumen juga didorong untuk lebih cermat dalam memilih perangkat elektronik. Selain mempertimbangkan harga dan fitur, faktor efisiensi energi kini menjadi aspek penting dalam keputusan pembelian.

Baca juga: Misi Besar Indonesia, 100% Air dan Sanitasi Layak 2030

Dengan implementasi yang tepat dan kesadaran yang meningkat, kebijakan ini dapat membawa manfaat besar bagi lingkungan, ekonomi, dan keberlanjutan energi di Indonesia. ***

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *