Pungutan Batu Bara, Solusi Pendanaan Transisi Energi Indonesia

INDONESIA, sebagai salah satu negara penghasil batu bara terbesar di dunia, kini menghadapi tantangan besar dalam upaya transisi energi yang berkelanjutan. Salah satu opsi yang tengah dibahas adalah peningkatan pungutan produksi batu bara sebagai sumber pendanaan untuk mendukung perubahan menuju energi yang lebih ramah lingkungan.

Meningkatkan Pendapatan Negara

Yayasan Kesejahteraan Berkelanjutan Indonesia (SUSTAIN) mengusulkan peningkatan pungutan produksi batu bara untuk memperbesar alokasi anggaran negara dalam pembiayaan transisi energi. Dengan langkah ini, negara berpotensi memperoleh pendapatan tambahan hingga Rp84,5 triliun per tahun dalam skenario minimum.

Pada skenario optimal, potensi pendapatan bisa mencapai Rp353,7 triliun. Potensi besar ini didapatkan dari analisis peningkatan pungutan terhadap produksi batu bara berdasarkan fluktuasi harga batu bara yang diprediksi dalam rentang waktu 2022-2024.

Mengatasi Tantangan Pendanaan Transisi Energi

Salah satu tantangan utama dalam transisi energi adalah keterbatasan anggaran. Program Just Energy Transition Partnership (JETP), yang dirancang untuk mendukung peralihan dari energi fosil ke energi terbarukan, memerlukan dana besar.

Direktur Eksekutif SUSTAIN, Tata Mustasya, menjelaskan bahwa peningkatan pungutan batu bara dapat membantu menutupi sebagian besar kebutuhan pendanaan JETP. Dalam skenario terbaik, tambahan pendapatan ini bisa menutup 147 persen dari total kebutuhan pendanaan JETP untuk periode 2025-2030.

Baca juga: B40, Langkah Besar Indonesia Menuju Energi Hijau 2025

Sementara itu, pada skenario minimum, pendapatan tambahan ini masih bisa menutupi 35 persen dari biaya pengembangan jaringan transmisi dan distribusi listrik serta akselerasi pengembangan energi terbarukan. Ini menunjukkan bahwa opsi peningkatan pungutan batu bara bisa menjadi solusi yang signifikan untuk mengatasi masalah pendanaan dalam transisi energi.

Disinsentif untuk Industri Batu Bara

Selain berfungsi sebagai sumber pendanaan, kebijakan ini juga diharapkan menjadi disinsentif bagi industri batu bara, yang masih sangat dominan di Indonesia. Menurut Tata, kebijakan peningkatan pungutan ini juga akan memastikan keadilan, mengingat perusahaan batu bara saat ini memperoleh untung supernormal.

Baca juga: Kolaborasi Indonesia-AS untuk Transisi Energi Bersih

Hal ini sekaligus mendorong para pemangku kepentingan untuk berpindah dari ketergantungan pada energi fosil menuju solusi energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.

Meningkatkan pungutan produksi batu bara sebagai langkah strategis untuk mendanai transisi energi berkelanjutan Indonesia. Foto: Inayat Ullah/ Pexels.

Mekanisme Pungutan Progresif

Pungutan produksi batu bara bisa diterapkan secara progresif, mengikuti fluktuasi harga batu bara di pasar global. Dengan demikian, mekanisme pungutan ini dapat lebih fleksibel dan adaptif terhadap dinamika harga pasar. Tata juga mengusulkan agar pungutan ini dapat dikenakan melalui mekanisme lain, seperti pajak dan royalti. Hal ini memungkinkan negara untuk memperoleh pendapatan lebih besar tanpa membebani industri batu bara secara berlebihan.

Tantangan Fiskal dan Subsidi Energi Fosil

Namun, meski ada potensi besar dalam peningkatan pungutan, Indonesia masih menghadapi masalah besar dalam hal subsidi energi fosil, khususnya batu bara. Negara tercatat mengalokasikan anggaran yang besar untuk subsidi energi fosil, dengan belanja negara untuk subsidi batu bara mencapai Rp165 triliun pada tahun 2022.

Subsidi ini membuat harga batu bara dalam negeri jauh lebih murah dibandingkan harga pasar global, yang saat ini menembus angka US$175 per ton.

Baca juga: Pasar Energi Bersih Dunia Tumbuh Pesat, Indonesia Siap?

Direktur Eksekutif Climate Policy Initiative, Tiza Mafira, menekankan pentingnya pemisahan anggaran hasil pungutan batu bara dari belanja subsidi energi fosil. Salah satu solusinya adalah dengan mengalokasikan hasil pungutan untuk energi terbarukan dan pengembangan jaringan listrik baru melalui lembaga keuangan khusus.

Mendorong Kepemimpinan Indonesia dalam Transisi Energi Global

Penerapan kebijakan peningkatan pungutan batu bara tidak hanya menjadi peluang besar untuk mendanai transisi energi, tetapi juga dapat memperkuat posisi Indonesia dalam kepemimpinan transisi energi global. Langkah ini dapat menjadi sinyal kuat bagi negara-negara berkembang lainnya bahwa Indonesia siap untuk mengambil peran penting dalam transisi energi global.

Baca juga: 15 Proyek Baru SKK Migas untuk Energi Berkelanjutan

Ke depan, untuk memastikan keberhasilan kebijakan ini, perlu adanya kerjasama antara pemerintah, industri, dan masyarakat sipil. Dengan dukungan yang tepat, Indonesia dapat mengubah tantangan yang ada menjadi peluang yang dapat mempercepat transisi menuju energi yang lebih berkelanjutan. ***

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *