Regulasi Reklamasi, Ancaman Lingkungan atau Peluang Ekonomi?

INDONESIA sebagai negara kepulauan dengan garis pantai yang panjang tentu memiliki tantangan besar dalam menjaga keseimbangan antara pembangunan dan keberlanjutan lingkungan. Salah satu isu utama yang mencuat belakangan ini adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang reklamasi dan penambangan pasir laut yang dinilai berpotensi merusak ekosistem pesisir. Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menuntut agar pemerintah segera mencabut pasal-pasal yang memperburuk kondisi lingkungan tersebut.

Pentingnya Evaluasi Regulasi Reklamasi

Menurut Deputi Eksternal Walhi, Mukri Friatna, PP Nomor 26 Tahun 2023 mengatur kolaborasi antara pengusaha dan pemerintah dalam rekomendasi reklamasi yang merugikan lingkungan. Di dalamnya, terdapat ketentuan yang memungkinkan reklamasi dan penambangan pasir laut di wilayah dengan kedalaman hanya 21 meter. Padahal seharusnya dilakukan di wilayah dengan kedalaman 30 meter. Hal ini berisiko besar terhadap kerusakan ekosistem bawah laut dan pesisir.

“Rekomendasi ini seharusnya lebih ketat dalam mempertimbangkan dampaknya terhadap alam,” jelas Mukri. Ia menambahkan, “Pemerintah harus bertanggung jawab untuk mencabut pasal-pasal yang merugikan dan memperbaiki regulasi tersebut.”

Namun, dampak dari regulasi tersebut bukan hanya terlihat dalam peraturan, tetapi juga dalam implementasi lapangannya. Seperti yang terlihat dalam pembangunan pagar laut sepanjang 30 kilometer di Kabupaten Tangerang yang dicurigai sebagai bagian dari strategi reklamasi. Pembangunan pagar laut ini sejalan dengan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Tangerang yang mengatur rencana tata ruang wilayah yang mencakup reklamasi pantai seluas 9.000 hektar.

Pagar Laut Tangerang, Antara Bisnis dan Lingkungan

Pagar laut yang sedang dibangun ini menambah panjang garis pantai Kabupaten Tangerang, yang sebelumnya hanya sekitar 51 kilometer. Dengan adanya reklamasi, garis pantai tersebut bisa semakin panjang dan membuka peluang bagi bisnis tanah dan air. Banyak yang khawatir bahwa motif di balik proyek ini lebih berfokus pada keuntungan ekonomi ketimbang mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan.

Baca juga: Pemagaran Laut Tangerang, Ancaman bagi Nelayan dan Ekosistem

“Ini jelas motif bisnis. Mereka menjual perairan laut untuk kepentingan kelompok tertentu. Ini bisa merugikan Indonesia dalam jangka panjang,” tegas Mukri.

Apalagi, proyek reklamasi ini tidak hanya berpotensi merusak ekosistem pesisir, tetapi juga mengancam keberlanjutan wilayah pesisir dan kehidupan masyarakat yang menggantungkan hidup pada laut.

Keindahan pesisir sewaktu-waktu dapat terancam jika regulasi reklamasi tidak segera dievaluasi untuk menjaga keberlanjutan lingkungan. Foto: TMS Sam/ Pexels.

Urgensi Perlindungan Lingkungan dan Tata Ruang yang Berkelanjutan

Selain masalah reklamasi, Walhi juga menyoroti pentingnya perlindungan hutan alam dan akses masyarakat terhadap reformasi perhutanan. Menurut data Walhi, target perhutanan sosial yang belum tercapai harus menjadi perhatian serius pemerintah. Di Indonesia, sekitar 3,5 juta hektare hutan masih menjadi perhatian dalam hal pengelolaan yang melibatkan masyarakat.

Lebih lanjut, Mukri mengingatkan bahwa perencanaan tata ruang harus melibatkan masyarakat secara aktif. Evaluasi terhadap tata ruang yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat perlu dilakukan secara berkala, terutama pada setiap evaluasi lima tahunan. Hal ini untuk memastikan bahwa pembangunan yang dilakukan tidak merugikan masyarakat dan lingkungan.

Kebutuhan Aksi Segera

Walhi mendesak pemerintah untuk segera mencabut regulasi yang tidak ramah lingkungan dan merugikan masyarakat. Selain itu, mereka juga menekankan pentingnya anggaran yang lebih besar untuk perlindungan lingkungan, termasuk pengelolaan pesisir dan hutan alam.

Baca juga: Insentif Plastik, Antara Keuntungan Industri dan Kerugian Lingkungan

“Masyarakat dan semua pihak terkait harus bersama-sama mendesak pemerintah untuk meninjau kembali semua perizinan terkait tata ruang dan reklamasi. Ini adalah masalah keberlanjutan yang harus diselesaikan dengan cepat,” pungkas Mukri.

Sebagai negara dengan keragaman hayati yang luar biasa, Indonesia memiliki tanggung jawab besar untuk melindungi ekosistem pesisir dan alam. Regulasi yang tidak memadai hanya akan memperburuk kondisi lingkungan dan memperburuk ketimpangan sosial-ekonomi di kalangan masyarakat pesisir. ***

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *