UNI EROPA tengah bergulat dengan dilema besar: menyederhanakan aturan keberlanjutan atau mempertahankannya demi kepastian investasi hijau. Di satu sisi, kelompok industri mengeluhkan beban birokrasi yang berlebihan. Di sisi lain, investor pro-keberlanjutan memperingatkan bahwa perubahan drastis dapat menggagalkan ambisi Eropa dalam transisi hijau.
Regulasi yang Dipertaruhkan
Kelompok investor global dengan dana kelolaan mencapai 6,6 triliun euro (Rp 101,26 kuadriliun) menyerukan kepada Uni Eropa untuk tidak melemahkan kebijakan keberlanjutan. Mereka termasuk Investor Institusional untuk Perubahan Iklim (IIGCC), Forum Investasi Berkelanjutan Eropa, dan Prinsip-prinsip untuk Investasi yang Bertanggung Jawab.
Komisi Eropa saat ini tengah menyiapkan proposal untuk menyederhanakan persyaratan pelaporan keberlanjutan. Alasannya? Banyak perusahaan mengeluh bahwa aturan yang ada terlalu kompleks dan menghambat operasional bisnis. Namun, bagi investor hijau, langkah ini bisa menjadi bumerang.
Baca juga: AS Mundur dari Perjanjian Paris, Dampak bagi Iklim dan Indonesia
“Membuka kembali peraturan-peraturan ini secara keseluruhan berisiko menciptakan ketidakpastian regulasi,” kata pernyataan investor yang ditandatangani oleh AXA Investment Managers dan L&G Asset Management. “Pada akhirnya, ini bisa merusak tujuan utama Uni Eropa dalam mengalihkan modal ke sektor hijau.”
Investasi Hijau vs Birokrasi
Regulasi yang dipersoalkan mencakup tiga aspek utama:
- Pelaporan Keberlanjutan – Perusahaan harus menyusun laporan dampak lingkungan dan sosial dalam operasionalnya.
- Uji Tuntas – Perusahaan wajib menelusuri rantai pasokan mereka untuk memastikan tidak ada pelanggaran hak asasi manusia atau kerusakan lingkungan.
- Klasifikasi Investasi Hijau – Standarisasi yang menentukan apakah suatu investasi dapat dikategorikan sebagai “ramah lingkungan”.

Para pejabat Uni Eropa menyebut bahwa perubahan yang diusulkan akan terbatas pada penyederhanaan pelaporan bagi usaha kecil. Namun, tekanan dari beberapa negara anggota, termasuk Jerman dan Prancis, menuntut revisi lebih besar, termasuk penundaan implementasi aturan ini.
Baca juga: India, Bintang Baru Investasi Teknologi Hijau Dunia
Eropa vs Amerika dan China dalam Teknologi Bersih
Menurut Manajer Kebijakan Senior di IIGCC, Leo Donnachie, akses terhadap informasi kredensial keberlanjutan perusahaan sangat penting bagi investor. Tanpa transparansi yang memadai, investasi hijau bisa terganggu. “Eropa saat ini bersaing ketat dengan China dan AS dalam pengembangan teknologi bersih. Jika aturan ini diperlonggar, investor akan kehilangan kepercayaan,” ujarnya.
Baca juga: Uni Eropa Perkenalkan Regulasi Baru Konstruksi Hijau
Namun, ada pihak yang berpendapat sebaliknya. Patricia Volhard dari firma hukum Debevoise & Plimpton menilai bahwa regulasi saat ini terlalu membebani industri. “Persyaratan data yang ada saat ini memberatkan dan tidak fleksibel,” katanya.
Sementara itu, mantan Presiden Bank Sentral Eropa, Mario Draghi, memperkirakan bahwa Uni Eropa membutuhkan investasi hingga 800 miliar euro (Rp 13,5 kuadriliun) per tahun untuk mempertahankan daya saingnya di sektor hijau.
Dilema Keberlanjutan, Penyederhanaan atau Kepastian?
Donnachie menegaskan bahwa Komisi Eropa sebaiknya hanya merampingkan aspek teknis regulasi tanpa mengorbankan transparansi. “Jika aturan-aturan ini diperlonggar terlalu jauh, justru akan muncul ketidakstabilan yang tidak diinginkan,” katanya.
Baca juga: Mengapa Beberapa Negara Belum Meratifikasi Kesepakatan Paris?
Dalam situasi ini, Uni Eropa harus menyeimbangkan kepentingan industri dan investor hijau. Apakah mereka akan memilih jalan yang lebih mudah dengan menyederhanakan aturan? Atau tetap mempertahankan standar keberlanjutan yang ketat demi masa depan investasi hijau?
Keputusan yang akan diambil dalam beberapa bulan ke depan akan menentukan arah kebijakan iklim dan investasi berkelanjutan di Eropa. ***